Film Bisu yang Sindir Modernitas

Senin, 26 Januari 2015 - 11:36 WIB
Film Bisu yang Sindir...
Film Bisu yang Sindir Modernitas
A A A
YOGYAKARTA - Film surealis di Indonesia belum begitu populer. Namun lewat film Another Trip To The Moon, penonton diajak untuk menikmati dan berfantasi tentang kehidupan sehari-hari ini.

Film ini sejatinya satire tentang kehidupan modernitas terkini. Sutradara sekaligus penulis naskah Another Trip To The Moon, Ismail Basbeth, berusaha mengungkapkan hal tersebut lewat dua dunia yang berbeda. Tentang dunia dengan kehidupan modern di perkotaan serta dunia dengan kehidupan yang sederhana dan menyatu dengan alam.

Dalam dua dunia ini ditampilkan pula kebutuhan manusia dalam menjalani kehidupan. Another Trip To The Moon merupakan sebuah film drama fantasi dan menggunakan pendekatan surealis di dalamnya. Bercerita tentang Asa (Tara Basro), anak seorang dukun, dalam menghadapi ibunya, berjuang untuk mendapatkan kebebasan dan kehidupannya sendiri.

Asa memilih tinggal jauh di dalam hutan bersama Laras (Ratu Anandita), mereka memiliki kehidupannya sendiri yang sederhana dan menyatu dengan alam. Pada suatu hari, Manusia Anjing (Cornelio Sunny), orang kepercayaan Ibu Asa (Endang Sukeksi) datang untuk menjemput dan membawanya kembali pulang ke kota. Sampai di kota, seluruh kehidupan Asa berubah.

Dibantu oleh Kepala Pelayan (Mila Rosinta Totoatmojo), Asa lalu menjadi penerus ibunya yang meninggal dunia, tak lama setelah Asa kembali ke rumah. Namun, setelah berkeluarga, Asa tidak nyaman dan kembali pada kehidupan sebelumnya. Dalam kesempatan yang sama, Sutradara Film Hanung Bramantyo, mengaku sepakat dengan sajian metafora yang ada di dalam film, termasuk di antaranya keberadaan bus pariwisata.

Namun menurutnya, yang menjadi problem dalam melihat film ini, tidak lain bagaimana usaha pembuat film dalam menyajikan, maupun penonton dalam menelaah dan menangkap simbol- simbol dalam film, khususnya yang riil dan tidak riil. Dia mencontohkan, sosok anjing, kelinci, dan ikan yang hidup ada dalam dunia real pasangan Asa (Tara Basro) dan pasangannya Laras (Ratu Anandita).

Namun kemudian menjadi tidak real ketika Laras tewas karena tersambar petir. Kehampaan ini muncul tatkala hewan-hewan itu ditampilkan dalam bentuk kertas dan plastik. Tidak terkecuali dengan hadirnya manusia anjing.

"Ismail berani mendekatkan yang real dan tidak real. Tiba-tiba ada kawanan anjing, bahasanya ada ilusi karena (Asa) kehilangan dalam bentuk bahasa real dan (menjadi) tidak real. Manusia tapi dalam bentuk hewan, lalu tiba-tiba ilusi itu ajak (Asa) dalam dunia realitas, menjadi another trip to the moon," urai Hanung.

Meski demikian, rasa kaget juga turut menghinggapi suami dari aktris Zaskia Adya Mecca ini. Terutama pada adegan manusia hewan tiba-tiba menjadi manusia, menikah, dan bersenggama dengan Asa, hingga melahirkan generasi baru. Dia menilai, meski minim dialog, seharusnya sutradara dan pembuat film harus mampu menghadirkan gambar visual yang jelas sehingga jalan cerita bisa terhubung satu sama lain.

Sementara itu, hendaknya selalu menjaga kekonsistenan cerita film, terutama ketika film ini akan diikutsertakan dalam festival film. Untuk diketahui, film Another Trip To The Moon yang berdurasi 80 menit ini tampil mengejutkan, dengan lolos dan masuk dalam kompetisi bergengsi Tiger Awards Competition di International Film Festival Rotterdam 2015. Yang akan berlangsung pada 21 Januari–1 Februari 2015.

Sejak digelar pada 1995, kompetisi ini fokus pada film panjang pertama dan kedua dari setiap sutradara. Yang melalui filmnya diprediksi akan menjadi masa depan perkembangan sinema dunia.

Siti Estuningsih
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1409 seconds (0.1#10.140)