Pemkab Kutim Siap Pidanakan Perusahaan Tambang Bakrie Group
A
A
A
SAMARINDA - Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) siap mempidanakan perusahaan tambang batu bara milik Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang diduga mencemari Sungai Sangatta.
Bupati Kutai Timur Isran Noor menyebutkan, pihaknya saat ini sedang melakukan evaluasi terkait termuan ini. Setelah evaluasi dilakukan, baru diputuskan langkah apa yang akan dilakukan.
“Kita lihat (hasil) evaluasi dulu, sampai sejauh mana (pelanggarannya). Apakah pantas dipidanakan atau kita berikan sanksi-sanksi yang sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Isran kepada wartawan di Samarinda, Jumat (16/1/2014).
Proses evaluasi ini nantinya akan menentukan langkah apa yang diambil Pemkab Kutai Timur. Isran menyebut, opsi lain masih mungkin terjadi, tergantung komunikasi dengan PT KPC.
“Kita lakukan cek san cek sini. Ya udah, kalau memang ini bisa dibawa ke pidana, kita pidakan. Kalau tidak mungkin ada cara-cara lain, kita masih komunikasi dengan pihak KPC,” katanya.
Soal tuntutan ganti rugi, pihak Pemkab mengaku masih melakukan penyelidikan. Pasalnya, PDAM Kutai Timur mengalami gangguan produksi air bersih akibat pencemaran ini.
“Sungai Sangatta adalah sumber air baku PDAM. Jadi, karena (pencemaran) ini, kapasitas produksi diturunkan sampai 60%,” katanya.
Terkait langkah hukum yang bakal dilakukan Pemerintah Kutai Timur, General Manager Health, Safety, Environment, and Security (HSES) PT KPC, Immanuel Manege, pihaknya tidak akan berpolemik terkait hal itu.
“Itu (langkah hukum) perlu proses lebih lanjut. Ada kaidah-kaidah pada proses itu,” kata Immanuel.
Meski demikian, PT KPC akan tetap patuh bila permasalahan ini ditindaklanjuti. PT KPC, katanya, berkomitmen untuk menjalankan praktik penambangan yang baik.
Apalagi, melubernya kolam penampungan limbah terjadi karena cuaca ekstrim yang menyebabkan curah hujan tinggi.
Akibat curah hujan yang tinggi tersebut, berdampak banjir di wilayah tambang PT KPC. Pada kondisi banjir normal, air hujan masih bisa diendapkan di kolam tambang sebelum keluar ke sungai Bendili, anak sungai Sangatta.
“Namun karena kondisi ektrem tersebut, air dari limpasan tambang tidak mampu diendapkan dan langsung meluber ke luar. Dalam kondisi ekstrem seperti itu, secara aturan lingkungan dapat diterima jika air tidak sanggup lagi diendapkan,” kata Immanuel.
Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.
Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta. Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara milik PT KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir sebelum dilepas ke Sungai.
Bupati Kutai Timur Isran Noor menyebutkan, pihaknya saat ini sedang melakukan evaluasi terkait termuan ini. Setelah evaluasi dilakukan, baru diputuskan langkah apa yang akan dilakukan.
“Kita lihat (hasil) evaluasi dulu, sampai sejauh mana (pelanggarannya). Apakah pantas dipidanakan atau kita berikan sanksi-sanksi yang sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Isran kepada wartawan di Samarinda, Jumat (16/1/2014).
Proses evaluasi ini nantinya akan menentukan langkah apa yang diambil Pemkab Kutai Timur. Isran menyebut, opsi lain masih mungkin terjadi, tergantung komunikasi dengan PT KPC.
“Kita lakukan cek san cek sini. Ya udah, kalau memang ini bisa dibawa ke pidana, kita pidakan. Kalau tidak mungkin ada cara-cara lain, kita masih komunikasi dengan pihak KPC,” katanya.
Soal tuntutan ganti rugi, pihak Pemkab mengaku masih melakukan penyelidikan. Pasalnya, PDAM Kutai Timur mengalami gangguan produksi air bersih akibat pencemaran ini.
“Sungai Sangatta adalah sumber air baku PDAM. Jadi, karena (pencemaran) ini, kapasitas produksi diturunkan sampai 60%,” katanya.
Terkait langkah hukum yang bakal dilakukan Pemerintah Kutai Timur, General Manager Health, Safety, Environment, and Security (HSES) PT KPC, Immanuel Manege, pihaknya tidak akan berpolemik terkait hal itu.
“Itu (langkah hukum) perlu proses lebih lanjut. Ada kaidah-kaidah pada proses itu,” kata Immanuel.
Meski demikian, PT KPC akan tetap patuh bila permasalahan ini ditindaklanjuti. PT KPC, katanya, berkomitmen untuk menjalankan praktik penambangan yang baik.
Apalagi, melubernya kolam penampungan limbah terjadi karena cuaca ekstrim yang menyebabkan curah hujan tinggi.
Akibat curah hujan yang tinggi tersebut, berdampak banjir di wilayah tambang PT KPC. Pada kondisi banjir normal, air hujan masih bisa diendapkan di kolam tambang sebelum keluar ke sungai Bendili, anak sungai Sangatta.
“Namun karena kondisi ektrem tersebut, air dari limpasan tambang tidak mampu diendapkan dan langsung meluber ke luar. Dalam kondisi ekstrem seperti itu, secara aturan lingkungan dapat diterima jika air tidak sanggup lagi diendapkan,” kata Immanuel.
Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.
Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta. Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara milik PT KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir sebelum dilepas ke Sungai.
(sms)