Perusahaan Tambang Bakrie Group Diduga Cemari Sungai Sangatta
A
A
A
SAMARINDA - Sungai Sangatta di Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) diduga tercemar limbah aktivitas pertambangan milik Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC). Akibatnya, Sungai Sangatta menjadi berwarna coklat gelap, persis seperti warna kopi susu.
Awalnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.
Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta.
Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara milik KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir sebelum dilepas ke Sungai.
Bupati Kutai Timur Isran Noor membenarkan peristiwa pencemaran oleh perusahaan tambang milik Group Bakrie ini.
.
Limbah yang keluar sebelum diolah disebabkan hujan lebat, sementara kolam penampungan terus meluber.
“Ada memang (pencemaran) itu. Jadi ada terjadi pencemaran akibat pengolahan limbahnya itu tidak sesuai kapasitas air. Jadikan hujan lebat ini, jadi melimpah dia. Jadi mestinya diolah dulu, belum sempat diproses, dia tumpah,” kata Isran kepada wartawan di Samarinda, Jumat (16/1/2015).
Dia menyebut, sebelum dilepas ke sungai, air limbah pertambangan disimpan di sed pon atau kolam pengendap untuk diolah.
Jika sudah sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan, air limbah ini boleh dilepas ke sungai.
Sayangnya, hujan lebat yang terus mendera Kecamatan Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur, membuat kolam penampungan limbah meluber. Akibatnya, limbah ini langsung mengalir ke sungai.
“Jadi menurut saya ini tidak ada unsur kesengajaan. Ini memang belum sempat diolah dulu sudah keluar duluan,” kata Isran yang juga ketua APKASI.
Akibat pencemaran ini, PDAM Kutai Timur sempat mengurangi produksinya. Warga harus rela kekurangan air bersih karena PDAM menggilir aliran air.
“Sungai Sangatta adalah sumber air baku PDAM. Jadi, karena (pencemaran) ini, kapasitas produksi diturunkan sampai 60% ,” katanya.
Terpisah, General Manager Health, Safety, Environment, and Security (HSES) PT KPC, Immanuel Manege, mengakui ada luapan dari kolam penampungan limbah akibat cuaca ekstrim dengan curah hujan yang sangat tinggi.
“Namun karena kondisi ektrem tersebut, air dari limpasan tambang tidak mampu diendapkan dan langsung meluber ke luar.Dalam kondisi ekstrem seperti itu, secara aturan lingkungan dapat diterima jika air tidak sanggup lagi diendapkan,” kata Immanuel.
Untuk mengantisipasi kondisi kekeruhan terhadap Sungai Sangatta, kata Immanuel, KPC menutup aliran kolam Pelikan Selatan yang keluar menuju sungai Bendili.
Bersamaan dengan penutupan tersebut, dibuat kolam sementara di bagian hulu air di kolam Pelikan Selatan. Tindakan ini juga sebagai respon atas permintaan BLH Kutai Timur.
“Dalam waktu 24 jam pasca penutupan dan berbagai upaya yang dilakukan KPC, air kembali normal bersamaan dengan curah hujan yang volumenya mulai menurun,” timpalnya.
Immanuel meyakinkan, pada saat itu juga, KPC mengundang tim teknis BLH Kutai Timur untuk melihat hasil dari upaya keras yang dilakukan KPC.
“Sudah sejak bulan lalu kondisinya sudah tidak ada masalah dan sudah berjalan normal. Penanganan telah dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga tidak ada pencemaran,” pungkasnya.
Awalnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.
Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta.
Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara milik KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir sebelum dilepas ke Sungai.
Bupati Kutai Timur Isran Noor membenarkan peristiwa pencemaran oleh perusahaan tambang milik Group Bakrie ini.
.
Limbah yang keluar sebelum diolah disebabkan hujan lebat, sementara kolam penampungan terus meluber.
“Ada memang (pencemaran) itu. Jadi ada terjadi pencemaran akibat pengolahan limbahnya itu tidak sesuai kapasitas air. Jadikan hujan lebat ini, jadi melimpah dia. Jadi mestinya diolah dulu, belum sempat diproses, dia tumpah,” kata Isran kepada wartawan di Samarinda, Jumat (16/1/2015).
Dia menyebut, sebelum dilepas ke sungai, air limbah pertambangan disimpan di sed pon atau kolam pengendap untuk diolah.
Jika sudah sesuai dengan baku mutu air yang ditetapkan, air limbah ini boleh dilepas ke sungai.
Sayangnya, hujan lebat yang terus mendera Kecamatan Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur, membuat kolam penampungan limbah meluber. Akibatnya, limbah ini langsung mengalir ke sungai.
“Jadi menurut saya ini tidak ada unsur kesengajaan. Ini memang belum sempat diolah dulu sudah keluar duluan,” kata Isran yang juga ketua APKASI.
Akibat pencemaran ini, PDAM Kutai Timur sempat mengurangi produksinya. Warga harus rela kekurangan air bersih karena PDAM menggilir aliran air.
“Sungai Sangatta adalah sumber air baku PDAM. Jadi, karena (pencemaran) ini, kapasitas produksi diturunkan sampai 60% ,” katanya.
Terpisah, General Manager Health, Safety, Environment, and Security (HSES) PT KPC, Immanuel Manege, mengakui ada luapan dari kolam penampungan limbah akibat cuaca ekstrim dengan curah hujan yang sangat tinggi.
“Namun karena kondisi ektrem tersebut, air dari limpasan tambang tidak mampu diendapkan dan langsung meluber ke luar.Dalam kondisi ekstrem seperti itu, secara aturan lingkungan dapat diterima jika air tidak sanggup lagi diendapkan,” kata Immanuel.
Untuk mengantisipasi kondisi kekeruhan terhadap Sungai Sangatta, kata Immanuel, KPC menutup aliran kolam Pelikan Selatan yang keluar menuju sungai Bendili.
Bersamaan dengan penutupan tersebut, dibuat kolam sementara di bagian hulu air di kolam Pelikan Selatan. Tindakan ini juga sebagai respon atas permintaan BLH Kutai Timur.
“Dalam waktu 24 jam pasca penutupan dan berbagai upaya yang dilakukan KPC, air kembali normal bersamaan dengan curah hujan yang volumenya mulai menurun,” timpalnya.
Immanuel meyakinkan, pada saat itu juga, KPC mengundang tim teknis BLH Kutai Timur untuk melihat hasil dari upaya keras yang dilakukan KPC.
“Sudah sejak bulan lalu kondisinya sudah tidak ada masalah dan sudah berjalan normal. Penanganan telah dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga tidak ada pencemaran,” pungkasnya.
(sms)