Kejati DIY Dianggap Terlalu Ambisius
A
A
A
YOGYAKARTA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY dituding terlalu ambisius dan bernafsu saat menempuh upaya hukum lanjutan kasus Ervani Emi Handayani, 29.
Sikap itu berbanding terbalik dengan kinerja kejati saat menangani kasus hukum lain khususnya kasus korupsi. Ketua Masyarakat Pemantau Kejak saan (MPK) DIY, Tri Wahyu mengatakan pengajukan kasasi atas vonis bebas Ervani merupakan tindakan yang terlalu ambisius untuk memenjarakan kem bali ibu rumah tangga yang ha nya memposting status di Face book.
"Meskipun kasasi itu hak jaksa dan diatur dalam perundangundangan, tapi bagi kami hal ini menjadi catatan serius. Terbukti apa rat hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah," kata Tri Wahyu di Kantor LBH Yogyakarta, kemarin. Selain itu, kebijakan Kejati DIY itu telah menyakiti rasa keadilan masyarakat. Jika melihat tuntutan jaksa yang hanya meng hukum percobaan sudah me nunjukkan kurangnya alat buk ti yang dipegang jaksa. Apalagi dengan putusan bebas PN.
"Jaksa tebang pilih. Bayangkan saja dalam kasus ini Ervani sem pat ditahan sementara Kejati membiarkan tersangka korupsi berkeliaran dengan bebas. Benar, Kejati DIY membantah tidak tidur. Mereka bangun, tapi bangun untuk kasus Ervani, bukan kasus korupsi," kata Tri Wahyu. Atas upaya kasasi jaksa, yang Jumat (9/1) pekan kemarin mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis bebas Pengadilan Negeri (PN) Bantul. Ervani dengan mata berkaca-kaca mengaku lelah dengan proses hukum kasus yang membelitnya itu.
Dia secara pribadi bertanya-tanya kenapa jaksa tidak mau menerima putusan PN Bantul yang membebaskannya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. "Saya merasa cukup lelah dengan proses hukum yang saya rasa cukup panjang ini," tuturnya. Diakuinya dalam proses hukum yang telah dijalaninya baik di tingkat penyidikan di Polda DIY, penuntutan di Kejaksaan Negeri Bantul, dan persidangan di PN Bantul, dia menghormatinya guna upayanya mencari keadilan. Dan keadilan mulai dirasakannya sejak putusan bebas dari PN Bantul 5 Januari lalu.
Namun semua itu seakan sirna. Dia kini harus bersiap untuk menunggu kepastian putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). "Saya di sini cari keadilan, saya juga masih perlu banyak belajar dengan pengalaman ke marin. Saya hanya bisa berdoa semoga putusan MA membebaskan saya," ujarnya. Kuasa hukum Ervani, Samsudin Nurseha menilai upaya kasasi jaksa tidak rasional.
"Kami peroleh informasi salah satu alasan ka s asi karena jaksa ingin ada pembelajaran. Tapi pembelajaran untuk siapa, kalau buat publik, kasasi bukan pembelajaran. Publik justru semakin khawatir akan kebebasan berekspresi," tandas pria yang juga menjabat sebagai Direktur LBH Yogyakarta itu. Menurutnya, dengan upaya kasasi oleh jaksa justru semakin memperkuat asumsi publik bahwa keberadaan UU ITE digunakan 'penguasa politik dan ekonomi' untuk mengkriminalisasi kelompok rentan dan lapisan bawah.
"Alasan pembelajaran tidak relevan, publik berharap kasus ini disudahi, apalagi hakim putuskan perbuatan Ervani bukan tin dak pidana. Jaksa sebagai apa rat negara seharusnya melindungi hak warga bebas menyatakan pendapat, bukan mementingkan egonya," katanya. Samsudin menuding jaksa hanya melihat aspek prosedural dimana jaksa memiliki hak yuridis untuk mengajukan kasasi. "Tapi kasasi tidak semata-mata kedepankan aspek prosedural. Jaksa representasi publik bukan pelapor, ini yang diabaikan oleh jaksa," imbuhnya.
Sebelumnya, satu hari pasca vonis bebas Ervani, Kepala Kejati DIY Loeke Larasati Agoestina menyatakan tim jaksa akan menempuh upaya kasasi ke MA atas vonis bebas Ervani. Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Zulkardiman membenarkan JPU kasus Ervani telah ajukan kasasi ke MA. Pendaf taran kasasi telah dilaksanakan Jum at pekan lalu melalui PN Ban tul. "JPU sudah menyatakan kasasi ke MA Jumat kemarin," ungkapnya, kemarin.
Ristu hanafi
Sikap itu berbanding terbalik dengan kinerja kejati saat menangani kasus hukum lain khususnya kasus korupsi. Ketua Masyarakat Pemantau Kejak saan (MPK) DIY, Tri Wahyu mengatakan pengajukan kasasi atas vonis bebas Ervani merupakan tindakan yang terlalu ambisius untuk memenjarakan kem bali ibu rumah tangga yang ha nya memposting status di Face book.
"Meskipun kasasi itu hak jaksa dan diatur dalam perundangundangan, tapi bagi kami hal ini menjadi catatan serius. Terbukti apa rat hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah," kata Tri Wahyu di Kantor LBH Yogyakarta, kemarin. Selain itu, kebijakan Kejati DIY itu telah menyakiti rasa keadilan masyarakat. Jika melihat tuntutan jaksa yang hanya meng hukum percobaan sudah me nunjukkan kurangnya alat buk ti yang dipegang jaksa. Apalagi dengan putusan bebas PN.
"Jaksa tebang pilih. Bayangkan saja dalam kasus ini Ervani sem pat ditahan sementara Kejati membiarkan tersangka korupsi berkeliaran dengan bebas. Benar, Kejati DIY membantah tidak tidur. Mereka bangun, tapi bangun untuk kasus Ervani, bukan kasus korupsi," kata Tri Wahyu. Atas upaya kasasi jaksa, yang Jumat (9/1) pekan kemarin mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis bebas Pengadilan Negeri (PN) Bantul. Ervani dengan mata berkaca-kaca mengaku lelah dengan proses hukum kasus yang membelitnya itu.
Dia secara pribadi bertanya-tanya kenapa jaksa tidak mau menerima putusan PN Bantul yang membebaskannya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. "Saya merasa cukup lelah dengan proses hukum yang saya rasa cukup panjang ini," tuturnya. Diakuinya dalam proses hukum yang telah dijalaninya baik di tingkat penyidikan di Polda DIY, penuntutan di Kejaksaan Negeri Bantul, dan persidangan di PN Bantul, dia menghormatinya guna upayanya mencari keadilan. Dan keadilan mulai dirasakannya sejak putusan bebas dari PN Bantul 5 Januari lalu.
Namun semua itu seakan sirna. Dia kini harus bersiap untuk menunggu kepastian putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). "Saya di sini cari keadilan, saya juga masih perlu banyak belajar dengan pengalaman ke marin. Saya hanya bisa berdoa semoga putusan MA membebaskan saya," ujarnya. Kuasa hukum Ervani, Samsudin Nurseha menilai upaya kasasi jaksa tidak rasional.
"Kami peroleh informasi salah satu alasan ka s asi karena jaksa ingin ada pembelajaran. Tapi pembelajaran untuk siapa, kalau buat publik, kasasi bukan pembelajaran. Publik justru semakin khawatir akan kebebasan berekspresi," tandas pria yang juga menjabat sebagai Direktur LBH Yogyakarta itu. Menurutnya, dengan upaya kasasi oleh jaksa justru semakin memperkuat asumsi publik bahwa keberadaan UU ITE digunakan 'penguasa politik dan ekonomi' untuk mengkriminalisasi kelompok rentan dan lapisan bawah.
"Alasan pembelajaran tidak relevan, publik berharap kasus ini disudahi, apalagi hakim putuskan perbuatan Ervani bukan tin dak pidana. Jaksa sebagai apa rat negara seharusnya melindungi hak warga bebas menyatakan pendapat, bukan mementingkan egonya," katanya. Samsudin menuding jaksa hanya melihat aspek prosedural dimana jaksa memiliki hak yuridis untuk mengajukan kasasi. "Tapi kasasi tidak semata-mata kedepankan aspek prosedural. Jaksa representasi publik bukan pelapor, ini yang diabaikan oleh jaksa," imbuhnya.
Sebelumnya, satu hari pasca vonis bebas Ervani, Kepala Kejati DIY Loeke Larasati Agoestina menyatakan tim jaksa akan menempuh upaya kasasi ke MA atas vonis bebas Ervani. Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Zulkardiman membenarkan JPU kasus Ervani telah ajukan kasasi ke MA. Pendaf taran kasasi telah dilaksanakan Jum at pekan lalu melalui PN Ban tul. "JPU sudah menyatakan kasasi ke MA Jumat kemarin," ungkapnya, kemarin.
Ristu hanafi
(ars)