Pedihnya Menghalau Asap Rokok
A
A
A
“MAAF PAK, rokoknya tolong dimatikan dulu,” kata Ketua Komisi C Muchrid Nasution kepada seorang koleganya yang tampak merokok saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan PDAM Tirtanadi di DPRD Sumut beberapa waktu lalu.
Bukan segera mematikan rokoknya, teguran itu justru membuat tensi anggota Dewan dari Faksi PAN Parluhutan Siregar naik. “Kenapa disediakan asbak di sini, kalau memang nggak boleh merokok,” ujarnya dengan nada tinggi.
Walaupun pun dia mematikan rokok yang diisapnya, wajahnya tampak bersungut-sungut. Itulah sedikit gambaran sulitnya melarang orang yang merokok di ruang publik. Setingkat anggota Dewan tidak menyadari kalau merokok di ruang umum itu tidak diperbolehkan. Ironisnya, orang yang menegur justru harus memohon maaf dulu agar perokok mau mematikan rokoknya.
Padahal orang yang merokok sembarangan itu jelas melanggar peraturan. Bahkan, terasa lebih pedih lagi, orang yang ditegur bukannya meminta maaf. Sebaliknya, mereka rata-rata menunjukkan sikap tidak suka dan ada yang marah. Mereka tidak merasa bersalah telah mengembuskan asap beracun di tempat umum.
Tidak heran ketika kejadian serupa terulang beberapa hari lalu, Jumat (8/1), saat rapat di Gedung DPRD Sumut, tak ada yang berani menegur. Apalagi pelakunya adalah Ketua Komisi A Toni Togatorop yang sedang memimpin rapat. Tanpa memeduli orang di sekitarnya, berulang kali dia menyalakan dan mengisap rokok saat peserta rapat fokus membahas agenda penting.
Meski tak ada yang berani menegur, KORAN SINDO MEDAN yang melihat kejadian itu langsung memberitakannya. Niatnya jelas, sebagai kritik terhadap anggota Dewan yang punya fungsi membuat peraturan daerah (perda). Kritik ini lugas, bagaimana bisa anggota Dewan tidak peduli dengan perda yang sudah berlaku dan tata tertib (tatib) Dewan yang mereka buat sendiri.
Alih-alih meminta maaf atas sikap buruk karena merokoksaat rapat, reaksi yang tunjukkan membuat lebih membuat pedih. Mengetahui hal itu diberitakan, staf pegawai di Komisi A langsung diperintahkan melarang wartawan melakukan tugas peliputan di ruang komisi. Sebuah reaksi yang berlebihan dan tidak pantas dilakukan oleh orang mengklaim diri sebagai wakil rakyat.
Apalagi anggota Dewan seharusnya sudah melek hukum dan peraturan. Namun, mereka malah mempertontonkan sikap melanggar hukum dan peraturan yang dibuat sendiri. Nah, bisa dibayangkan bagaimana jika kejadian itu ada di tengah masyarakat awam. Tak usah heran bila masih menemukan kepulan asap rokok menguasai tempat umum yang masuk kategori kawasan tanpa rokok.
Tak terbayangkan betapa pedihnya orang-orang yang hendak menghalau kepulan asap rokok. Sudah meminta dengan baik-baik dan embel-embel kata maaf, masih dapat damprat atau kata-kata tak mengenakan lainnya. Padahal Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) No 3/2014 sudah ditandatangani Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sejak 20 Januari 2014.
Hampir setahun perda tersebut diberlakukan, bahkan diperkuat kembali dengan Peraturan Wali Kota Medan No 35/2014, namun belum memberi rasa nyaman. Belum ada satu pun kasus pelanggaran Perda KTR yang mencuat ke permukaan diproses. Meskipun di sejumlah tempat yang dilarang untuk merokok dengan mudah ditemukan sejumlah orang seenaknya mengembuskan asap mengandung nikotin, tak ada satu pun yang dijerat hukuman sesuai dengan Perda KTR.
Anggota DPRD Sumut Ikrimah Hamidy mengakui, sebagai orang yang ikut langsung dalam pembahasan perda itu saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Medan, belum merasakan manfaatnya langsung. Di sejumlah kawasan dilarang merokok masih tetap ditemukan perokok aktif bebas mengepulkan asap.
Dia juga tidak memungkiri di Gedung DPRD Sumut pun persoalan merokok di kawasan itu masih bebas dilakukan anggota Dewan. Seolah-olah perda tersebut tidak berlaku di lingkungan DPRD Sumut. “DPRD provinsi bukan areal yang bebas hukum, karena berada di wilayah Kota Medan. Jadi harus taat kepada perda yang dikeluarkan oleh pemko,” ujar Ikrimah.
Dia menilai saat ini hal terpenting adalah menyosialisasikan masif terkait Perda KTR. Sejauh ini sosialisasi masih sebatas dilakukan di lingkungan tertentu, seperti wilayah kesehatan dan pendidikan sehingga belum menyentuh perkantoran pemerintah, apalagi masyarakat awam.
Menurutnyam tidak perlu berbicara soal sanksi terlebih dulu. Penekanan sosialisasi harus mendorong rasa memiliki bahwa perda itu dibuat untuk melindungi kita sendiri. Dengan demikian, setiap orang yang berada di kawasan tanpa rokok punya keberanian menegur dan mengingatkan perokok yangmasihsembarangmengembuskan asap rokok.
“Rasa memiliki itu penting. Bangun kesadaran secara masif bahwa Perda KTR itu milik kita bersama, sehingga masing-masing kita dapat bertanggung jawab dalam mengimplementasikannya,” katapolitikusPKSitu. Kadis Kesehatan Pemko Medan Usma Polita Nasution mengatakan, sejauh ini yang benarbenar dijamin menerapkan Perda KTR adalah lingkungan pendidikan dan kesehatan.
Adapun untuk kawasan lain akan menyusul seiring berjalannya sosialisasi yang dilakukan. Usma memprediksi perda tersebut baru bisa efektif sepenuhnya dua tahun setelah peraturan ditetapkan. Karena itu, dalam setahun ke depan sifatnya masih sosialisasi sembari mempersiapkan perangkat lain untuk kepentingan evaluasi dan pengawasan. “Apakah sudah optimal? Tentu belum. Karena kami sedang siapkan pedoman dan petunjuk teknisnya,” ujarnya.
Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, OK Syahputra Harianda, optimistis Perda KTR kelak berlaku efektif. Keyakinannya itu berdasarkan tingkat kesadaran masyarakat tentang hidup sehat yang saat ini semakin tinggi. “Saya optimis ini akan efektif. Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat sudah semakin tinggi,” ujar Syahputra.
Menurut dia, masyarakat sudah mulai tidak sungkan lagi menegur orang yang merokok di angkutan kota (angkot). Perokok juga sudah mulai sungkan merokok di kendaraan umum. Hal itu sudah ditemuinya di beberapa tempat. Meski sosialisasi diakui belum terlalu masif, namun Pusaka Indonesia bersama Pemko Medan sudah berupaya menyiapkan berbagai instrumen mengimplementasikan Perda KTR itu.
Semangat dan kesungguhan Pemko Medan dalam mengimplementasikan perda tersebut patut diapresiasi. Satu hal yang lebih penting lagi, menurut Syahputra, adalah menyegerakan SK Tim Pemantau Perda KTR yang memiliki peran mengevaluasi dan mengawasi perda tersebut sehingga terimplementasi dengan baik.
Melalui SK itu nanti akan dibentuk tim pemantau internal di setiap kawasan tanpa rokok yang ditetapkan. Melalui tim yang terbentuk nanti diharapkan dapat mengurangi kepulan asap di kawasan tanpa rokok demi hak publik akan udara yang bersih dan segar.
M rinaldi khair
Bukan segera mematikan rokoknya, teguran itu justru membuat tensi anggota Dewan dari Faksi PAN Parluhutan Siregar naik. “Kenapa disediakan asbak di sini, kalau memang nggak boleh merokok,” ujarnya dengan nada tinggi.
Walaupun pun dia mematikan rokok yang diisapnya, wajahnya tampak bersungut-sungut. Itulah sedikit gambaran sulitnya melarang orang yang merokok di ruang publik. Setingkat anggota Dewan tidak menyadari kalau merokok di ruang umum itu tidak diperbolehkan. Ironisnya, orang yang menegur justru harus memohon maaf dulu agar perokok mau mematikan rokoknya.
Padahal orang yang merokok sembarangan itu jelas melanggar peraturan. Bahkan, terasa lebih pedih lagi, orang yang ditegur bukannya meminta maaf. Sebaliknya, mereka rata-rata menunjukkan sikap tidak suka dan ada yang marah. Mereka tidak merasa bersalah telah mengembuskan asap beracun di tempat umum.
Tidak heran ketika kejadian serupa terulang beberapa hari lalu, Jumat (8/1), saat rapat di Gedung DPRD Sumut, tak ada yang berani menegur. Apalagi pelakunya adalah Ketua Komisi A Toni Togatorop yang sedang memimpin rapat. Tanpa memeduli orang di sekitarnya, berulang kali dia menyalakan dan mengisap rokok saat peserta rapat fokus membahas agenda penting.
Meski tak ada yang berani menegur, KORAN SINDO MEDAN yang melihat kejadian itu langsung memberitakannya. Niatnya jelas, sebagai kritik terhadap anggota Dewan yang punya fungsi membuat peraturan daerah (perda). Kritik ini lugas, bagaimana bisa anggota Dewan tidak peduli dengan perda yang sudah berlaku dan tata tertib (tatib) Dewan yang mereka buat sendiri.
Alih-alih meminta maaf atas sikap buruk karena merokoksaat rapat, reaksi yang tunjukkan membuat lebih membuat pedih. Mengetahui hal itu diberitakan, staf pegawai di Komisi A langsung diperintahkan melarang wartawan melakukan tugas peliputan di ruang komisi. Sebuah reaksi yang berlebihan dan tidak pantas dilakukan oleh orang mengklaim diri sebagai wakil rakyat.
Apalagi anggota Dewan seharusnya sudah melek hukum dan peraturan. Namun, mereka malah mempertontonkan sikap melanggar hukum dan peraturan yang dibuat sendiri. Nah, bisa dibayangkan bagaimana jika kejadian itu ada di tengah masyarakat awam. Tak usah heran bila masih menemukan kepulan asap rokok menguasai tempat umum yang masuk kategori kawasan tanpa rokok.
Tak terbayangkan betapa pedihnya orang-orang yang hendak menghalau kepulan asap rokok. Sudah meminta dengan baik-baik dan embel-embel kata maaf, masih dapat damprat atau kata-kata tak mengenakan lainnya. Padahal Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) No 3/2014 sudah ditandatangani Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sejak 20 Januari 2014.
Hampir setahun perda tersebut diberlakukan, bahkan diperkuat kembali dengan Peraturan Wali Kota Medan No 35/2014, namun belum memberi rasa nyaman. Belum ada satu pun kasus pelanggaran Perda KTR yang mencuat ke permukaan diproses. Meskipun di sejumlah tempat yang dilarang untuk merokok dengan mudah ditemukan sejumlah orang seenaknya mengembuskan asap mengandung nikotin, tak ada satu pun yang dijerat hukuman sesuai dengan Perda KTR.
Anggota DPRD Sumut Ikrimah Hamidy mengakui, sebagai orang yang ikut langsung dalam pembahasan perda itu saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Medan, belum merasakan manfaatnya langsung. Di sejumlah kawasan dilarang merokok masih tetap ditemukan perokok aktif bebas mengepulkan asap.
Dia juga tidak memungkiri di Gedung DPRD Sumut pun persoalan merokok di kawasan itu masih bebas dilakukan anggota Dewan. Seolah-olah perda tersebut tidak berlaku di lingkungan DPRD Sumut. “DPRD provinsi bukan areal yang bebas hukum, karena berada di wilayah Kota Medan. Jadi harus taat kepada perda yang dikeluarkan oleh pemko,” ujar Ikrimah.
Dia menilai saat ini hal terpenting adalah menyosialisasikan masif terkait Perda KTR. Sejauh ini sosialisasi masih sebatas dilakukan di lingkungan tertentu, seperti wilayah kesehatan dan pendidikan sehingga belum menyentuh perkantoran pemerintah, apalagi masyarakat awam.
Menurutnyam tidak perlu berbicara soal sanksi terlebih dulu. Penekanan sosialisasi harus mendorong rasa memiliki bahwa perda itu dibuat untuk melindungi kita sendiri. Dengan demikian, setiap orang yang berada di kawasan tanpa rokok punya keberanian menegur dan mengingatkan perokok yangmasihsembarangmengembuskan asap rokok.
“Rasa memiliki itu penting. Bangun kesadaran secara masif bahwa Perda KTR itu milik kita bersama, sehingga masing-masing kita dapat bertanggung jawab dalam mengimplementasikannya,” katapolitikusPKSitu. Kadis Kesehatan Pemko Medan Usma Polita Nasution mengatakan, sejauh ini yang benarbenar dijamin menerapkan Perda KTR adalah lingkungan pendidikan dan kesehatan.
Adapun untuk kawasan lain akan menyusul seiring berjalannya sosialisasi yang dilakukan. Usma memprediksi perda tersebut baru bisa efektif sepenuhnya dua tahun setelah peraturan ditetapkan. Karena itu, dalam setahun ke depan sifatnya masih sosialisasi sembari mempersiapkan perangkat lain untuk kepentingan evaluasi dan pengawasan. “Apakah sudah optimal? Tentu belum. Karena kami sedang siapkan pedoman dan petunjuk teknisnya,” ujarnya.
Koordinator Pengendalian Tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, OK Syahputra Harianda, optimistis Perda KTR kelak berlaku efektif. Keyakinannya itu berdasarkan tingkat kesadaran masyarakat tentang hidup sehat yang saat ini semakin tinggi. “Saya optimis ini akan efektif. Kesadaran masyarakat untuk hidup sehat sudah semakin tinggi,” ujar Syahputra.
Menurut dia, masyarakat sudah mulai tidak sungkan lagi menegur orang yang merokok di angkutan kota (angkot). Perokok juga sudah mulai sungkan merokok di kendaraan umum. Hal itu sudah ditemuinya di beberapa tempat. Meski sosialisasi diakui belum terlalu masif, namun Pusaka Indonesia bersama Pemko Medan sudah berupaya menyiapkan berbagai instrumen mengimplementasikan Perda KTR itu.
Semangat dan kesungguhan Pemko Medan dalam mengimplementasikan perda tersebut patut diapresiasi. Satu hal yang lebih penting lagi, menurut Syahputra, adalah menyegerakan SK Tim Pemantau Perda KTR yang memiliki peran mengevaluasi dan mengawasi perda tersebut sehingga terimplementasi dengan baik.
Melalui SK itu nanti akan dibentuk tim pemantau internal di setiap kawasan tanpa rokok yang ditetapkan. Melalui tim yang terbentuk nanti diharapkan dapat mengurangi kepulan asap di kawasan tanpa rokok demi hak publik akan udara yang bersih dan segar.
M rinaldi khair
(ars)