Baru Sebatas Paham Tak Boleh Merokok di Ruangan Ber-AC
A
A
A
Tapi, kalau ada anggota Dewan tak peduli dengan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) No 3/2014 dan diperkuat dengan Peraturan Wali Kota Medan No 35/2014, apalagi masyarakat awam. Realitas yang ditemukan di tengah masyarakat lebih kompleks.
Masyarakat masih seenaknya merokok di sembarang tempat yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
Apalagi Perda KTR ibarat pisau tak diasah, tidak ada ketajaman yang mampu membuat perokok jera. Pantauan KORAN SINDO MEDAN di sejumlah lokasi yang ditetapkan sebagai KTR, seperti pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan, dan rumah sakit, hanya sebagian kecil masyarakat mengindahkan peraturan itu. Berbagai tulisan dan peringatan yang dibuat di sekitar lokasi seakan hanya sebagai hiasan tanpa arti.
Peraturan ini agak sedikit efektif diterapkan di kafe atau restoran di pusat perbelanjaan. Itu pun karena pengelola sudah menyediakan ruang terpisah untuk pengunjung perokok dan bukan perokok. Selebihnya, bahkan di rumah sakit pun masih banyak orang tidak peduli. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sumatera Utara (Sumut), Paulus Tamie mengaku, pemilik tenant pada umumnya sudah mengetahui mengenai pemisahan antara perokok dan bukan perokok.
Sebab pemisahan itu berkaitan dengan kenyamanan pengunjung. “Kalau di dalam mal atau plaza pada umumnya masyarakat sudah tahu tidak boleh merokok karena ruangannya full AC. Jadi pemisahan ruang antara perokok dan bukan perokok sudah dilakukan sejak dulu sampai sekarang,” katanya.
Tidak hanya pengelola tenant , kata dia, seluruh karyawan mal atau plaza juga sudah mengetahui persoalan ini. Pihak keamanan pasti akan langsung meminta pengunjung yang kedapatan merokok segera mematikannya. “Dipastikan tidak ada orang merokok di dalam gedung. Kalau mau (merokok) langsung ke luar,” ujarnya.
Di sini baru dipahami bahwa masyarakat menyadari tidak boleh merokok di ruangan ber-AC. Sementara di luar ruangan dan tidak ber-AC, mereka bisa bebas merokok. Hal senada diungkapkan seorang staf Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut yang enggan disebutkan namanya. Bagi dia merokok selama di luar terbuka tidak masalah karena asap rokok langsung menyebar ke udara.
“Kalau di luar kan tidak apaapa karena asapnya menyebar, jadi menurut saya tidak masalah. Orang-orang tidak akan terganggu. Berbeda dengan merokok di dalam ruangan,” ujarnya. Bahkan, Gunawan, 36, warga Jalan Pasar IV, Padang Bulan, Medan, mengaku tetap merokok di kawasan tanpa rokok di Rumah Sakit Bunda Thamrin.
Padahal di sana juga sudah ada spanduk peringatan agar tidak merokok di kawasan itu. Dia beralasan, area itu merupakan ruang terbuka dan ada di bagian belakang rumah sakit. Kebetulan letaknya dekat tempat parkir kendaraan roda dua sehingga tidak akan mengganggu pengunjung rumah sakit lainnya.
“Ruangannya terbuka karena sudah dekat parkir, jadi kalau merokok pun tidak akan mengganggu (pengunjung) yang lain. Kecuali kalau saya merokok di ruangan dan kecil pula pastilah mengganggu,” katanya. Bahkan di rumah sakit pemerintah, RSUD Dr Pirngadi Medan, masih banyak ditemui orang-orang tidak peduli dengan peraturan tersebut. Tidak ada orang di sekitar yang berani menegur orang merokok. Harap maklum, mereka tidak mau ribut.
“Seharusnya sudah sadar sendiri, kalau ada tulisan kawasan bebas asap rokok, berarti tidak boleh merokok. Jalan satu-satunya menghindari perokok itu dengan pergi ke tempat lain,” ucap seorang pengunjung Rumah Sakit Pirngadi, Putri Hasibuan, 28, warga Medan Tembung.
Pengunjung lain, Zue Andrini, 20, sebenarnya mengaku kesal dengan sikap perokok namun enggan menegur. Dia memilih menghindar. “Seharusnya sekalian tidak boleh merokok daripada dibatasi seperti sekarang ini. Sebab orang di sekitar perokok mendapat efek yang lebih buruk,” katanya.
Jelia Amelida
Medan
Masyarakat masih seenaknya merokok di sembarang tempat yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
Apalagi Perda KTR ibarat pisau tak diasah, tidak ada ketajaman yang mampu membuat perokok jera. Pantauan KORAN SINDO MEDAN di sejumlah lokasi yang ditetapkan sebagai KTR, seperti pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan, dan rumah sakit, hanya sebagian kecil masyarakat mengindahkan peraturan itu. Berbagai tulisan dan peringatan yang dibuat di sekitar lokasi seakan hanya sebagai hiasan tanpa arti.
Peraturan ini agak sedikit efektif diterapkan di kafe atau restoran di pusat perbelanjaan. Itu pun karena pengelola sudah menyediakan ruang terpisah untuk pengunjung perokok dan bukan perokok. Selebihnya, bahkan di rumah sakit pun masih banyak orang tidak peduli. Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sumatera Utara (Sumut), Paulus Tamie mengaku, pemilik tenant pada umumnya sudah mengetahui mengenai pemisahan antara perokok dan bukan perokok.
Sebab pemisahan itu berkaitan dengan kenyamanan pengunjung. “Kalau di dalam mal atau plaza pada umumnya masyarakat sudah tahu tidak boleh merokok karena ruangannya full AC. Jadi pemisahan ruang antara perokok dan bukan perokok sudah dilakukan sejak dulu sampai sekarang,” katanya.
Tidak hanya pengelola tenant , kata dia, seluruh karyawan mal atau plaza juga sudah mengetahui persoalan ini. Pihak keamanan pasti akan langsung meminta pengunjung yang kedapatan merokok segera mematikannya. “Dipastikan tidak ada orang merokok di dalam gedung. Kalau mau (merokok) langsung ke luar,” ujarnya.
Di sini baru dipahami bahwa masyarakat menyadari tidak boleh merokok di ruangan ber-AC. Sementara di luar ruangan dan tidak ber-AC, mereka bisa bebas merokok. Hal senada diungkapkan seorang staf Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut yang enggan disebutkan namanya. Bagi dia merokok selama di luar terbuka tidak masalah karena asap rokok langsung menyebar ke udara.
“Kalau di luar kan tidak apaapa karena asapnya menyebar, jadi menurut saya tidak masalah. Orang-orang tidak akan terganggu. Berbeda dengan merokok di dalam ruangan,” ujarnya. Bahkan, Gunawan, 36, warga Jalan Pasar IV, Padang Bulan, Medan, mengaku tetap merokok di kawasan tanpa rokok di Rumah Sakit Bunda Thamrin.
Padahal di sana juga sudah ada spanduk peringatan agar tidak merokok di kawasan itu. Dia beralasan, area itu merupakan ruang terbuka dan ada di bagian belakang rumah sakit. Kebetulan letaknya dekat tempat parkir kendaraan roda dua sehingga tidak akan mengganggu pengunjung rumah sakit lainnya.
“Ruangannya terbuka karena sudah dekat parkir, jadi kalau merokok pun tidak akan mengganggu (pengunjung) yang lain. Kecuali kalau saya merokok di ruangan dan kecil pula pastilah mengganggu,” katanya. Bahkan di rumah sakit pemerintah, RSUD Dr Pirngadi Medan, masih banyak ditemui orang-orang tidak peduli dengan peraturan tersebut. Tidak ada orang di sekitar yang berani menegur orang merokok. Harap maklum, mereka tidak mau ribut.
“Seharusnya sudah sadar sendiri, kalau ada tulisan kawasan bebas asap rokok, berarti tidak boleh merokok. Jalan satu-satunya menghindari perokok itu dengan pergi ke tempat lain,” ucap seorang pengunjung Rumah Sakit Pirngadi, Putri Hasibuan, 28, warga Medan Tembung.
Pengunjung lain, Zue Andrini, 20, sebenarnya mengaku kesal dengan sikap perokok namun enggan menegur. Dia memilih menghindar. “Seharusnya sekalian tidak boleh merokok daripada dibatasi seperti sekarang ini. Sebab orang di sekitar perokok mendapat efek yang lebih buruk,” katanya.
Jelia Amelida
Medan
(ars)