Napi Lapas Klaten Kendalikan Peredaran Sabu di Solo
A
A
A
SEMARANG - Narapidana (napi) di Lapas Klaten diduga mengendalikan peredaran sabu-sabu di Kota Solo dari balik jeruji besi.
Hal ini terungkap saat petugas Direktorat Reserse Narkoba (Dit Resnarkoba) menangkap
D (28) napi asli Solo penghuni Lapas Klas II B Klaten dan temannya EA (28) yang tinggal mengontrak di Dukuh Tanon Lor Tahudan nomor 4679 RT03/RW02, Kelurahan Gedongan, Kecamatan Colomadu, Karanganyar.
Dari tangan kedua tersangka ini disita barang bukti 500 gram alias ½ kg sabu – sabu.
Barang buktinya; ½ kg sabu dengan taksiran harga Rp875 juta, 1 paket kecil sabu seberat Rp3,5 gram, sebuah timbangan elektrik, 3 sendok plastik, 1 tas kresek, 1 lakban, 1 isolasi warna bening dan sebuah telepon seluler (ponsel).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah Kombes Pol A Liliek Darmanto, mengatakan pengungkapan sindikat itu dimulai dari penangkapan EA pada Rabu (7/1/2015) di rumah kontrakannya.
“Tersangka sempat mengambil sabu di traffic light Jalan Parangtritis Yogyakarta, selanjutnya mendapat perintah dari seorang napi untuk membagi sabu dalam paket kecil,” ungkapnya saat memberikan keterangan pers di Markas Dit Resnarkoba Polda Jawa Tengah, Jumat (9/1/2015).
Oknum narapidana itu (D) juga yang memerintah tersangka EA untuk meletakkan sabu. Lokasi alamatnya sudah ditentukan oleh D.
Untuk bisnis ini tersangka mendapat keuntungan Rp1 juta per ons atau per 100 gram. “Sabu ini diedarkan di sekitaran wilayah Solo,” timpalnya.
Direktur Res Narkoba Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Nasib Simbolon, mengungkapkan, berdasarkan penyidikan sementara tersangka sudah 7 bulan terakhir terlibat peredaran gelap narkotika. “Yang terakhir, tersangka sudah menjual sabu sekira 200 gram,” tambahnya.
Terkait penetapan narapidana D sebagai tersangka, Nasib Simbolon menjelaskan itu berdasarkan pengembangan.
Beberapa jam setelah EA ditangkap, penyidik langsung menuju Lapas Klas II B Klaten. Hasilnya betul ada narapidana berinisial D, yang ada di situ. Turut ditemukan telepon seluler (ponsel) yang digunakan untuk memandu transaksi sabu itu.
“Jadi D itu juga tersangka. Nanti menjalani proses penyidikan juga, akan dilimpahkan ke kejaksaan. Kami sudah berkoordinasi dengan Divisi Pemasarakatan (Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah),” tegasnya.
Para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) dan atau Pasal 112 ayat (2) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman hukumannya, maksimal hukuman mati, pidana seumur hidup dan paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun.
Ini terkait tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan 1 bukan tanaman jenis sabu yang beratnya lebih dari 5 gram.
Tersangka EA mengaku sudah 12 kali mengedarkan sabu itu secara ilegal. Dia yang sehari – hari mengaku bekerja sebagai sopir membagi paket – paket sabu mulai dari 1 gram, 5 gram hingga 10 gram.
“Kalau 10 gram harganya Rp10 juta, 5 gram Rp5 juta dan 1 gram ya Rp1 juta. Saya diperintah oleh narapidana itu,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, A Yuspahrudin membenarkan adanya insiden itu.
Pihaknya membuka pintu seluas – luasnya bagi penyidik Polri untuk mengembangkan kasus itu jika memang benar melibatkan oknum narapidana.
“Kalau memang masalah ponsel (temuan) memang ada. Kami tentu terus evaluasi terkait pengamanan di dalam (Lapas),” jelasnya saat dihubungi via telepon seluler.
Untuk sanksi internal, kata Yuspahrudin, bisa beragam tergantung tingkat kesalahannya. “Tapi untuk ponsel saja itu sudah melanggar disiplin. Hak – hak tertentu, seperti remisi, bisa tidak diberikan kepada dia di tahun pelanggaran ini,” tandasnya.
Hal ini terungkap saat petugas Direktorat Reserse Narkoba (Dit Resnarkoba) menangkap
D (28) napi asli Solo penghuni Lapas Klas II B Klaten dan temannya EA (28) yang tinggal mengontrak di Dukuh Tanon Lor Tahudan nomor 4679 RT03/RW02, Kelurahan Gedongan, Kecamatan Colomadu, Karanganyar.
Dari tangan kedua tersangka ini disita barang bukti 500 gram alias ½ kg sabu – sabu.
Barang buktinya; ½ kg sabu dengan taksiran harga Rp875 juta, 1 paket kecil sabu seberat Rp3,5 gram, sebuah timbangan elektrik, 3 sendok plastik, 1 tas kresek, 1 lakban, 1 isolasi warna bening dan sebuah telepon seluler (ponsel).
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah Kombes Pol A Liliek Darmanto, mengatakan pengungkapan sindikat itu dimulai dari penangkapan EA pada Rabu (7/1/2015) di rumah kontrakannya.
“Tersangka sempat mengambil sabu di traffic light Jalan Parangtritis Yogyakarta, selanjutnya mendapat perintah dari seorang napi untuk membagi sabu dalam paket kecil,” ungkapnya saat memberikan keterangan pers di Markas Dit Resnarkoba Polda Jawa Tengah, Jumat (9/1/2015).
Oknum narapidana itu (D) juga yang memerintah tersangka EA untuk meletakkan sabu. Lokasi alamatnya sudah ditentukan oleh D.
Untuk bisnis ini tersangka mendapat keuntungan Rp1 juta per ons atau per 100 gram. “Sabu ini diedarkan di sekitaran wilayah Solo,” timpalnya.
Direktur Res Narkoba Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Nasib Simbolon, mengungkapkan, berdasarkan penyidikan sementara tersangka sudah 7 bulan terakhir terlibat peredaran gelap narkotika. “Yang terakhir, tersangka sudah menjual sabu sekira 200 gram,” tambahnya.
Terkait penetapan narapidana D sebagai tersangka, Nasib Simbolon menjelaskan itu berdasarkan pengembangan.
Beberapa jam setelah EA ditangkap, penyidik langsung menuju Lapas Klas II B Klaten. Hasilnya betul ada narapidana berinisial D, yang ada di situ. Turut ditemukan telepon seluler (ponsel) yang digunakan untuk memandu transaksi sabu itu.
“Jadi D itu juga tersangka. Nanti menjalani proses penyidikan juga, akan dilimpahkan ke kejaksaan. Kami sudah berkoordinasi dengan Divisi Pemasarakatan (Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah),” tegasnya.
Para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) dan atau Pasal 112 ayat (2) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman hukumannya, maksimal hukuman mati, pidana seumur hidup dan paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun.
Ini terkait tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan 1 bukan tanaman jenis sabu yang beratnya lebih dari 5 gram.
Tersangka EA mengaku sudah 12 kali mengedarkan sabu itu secara ilegal. Dia yang sehari – hari mengaku bekerja sebagai sopir membagi paket – paket sabu mulai dari 1 gram, 5 gram hingga 10 gram.
“Kalau 10 gram harganya Rp10 juta, 5 gram Rp5 juta dan 1 gram ya Rp1 juta. Saya diperintah oleh narapidana itu,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah, A Yuspahrudin membenarkan adanya insiden itu.
Pihaknya membuka pintu seluas – luasnya bagi penyidik Polri untuk mengembangkan kasus itu jika memang benar melibatkan oknum narapidana.
“Kalau memang masalah ponsel (temuan) memang ada. Kami tentu terus evaluasi terkait pengamanan di dalam (Lapas),” jelasnya saat dihubungi via telepon seluler.
Untuk sanksi internal, kata Yuspahrudin, bisa beragam tergantung tingkat kesalahannya. “Tapi untuk ponsel saja itu sudah melanggar disiplin. Hak – hak tertentu, seperti remisi, bisa tidak diberikan kepada dia di tahun pelanggaran ini,” tandasnya.
(sms)