Parkir di Parangtritis Rp20.000
A
A
A
BANTUL - Ribuan orang memadati Pantai Parangtritis sejak libur Natal dan Tahun Baru. Sebagian besar dari mereka mengeluhkan besaran tarif parkir yang dikenakan oleh pengelola tempat parkir yang terlalu mahal.
Ironisnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bantul terkesan merestui praktik parkir semacam ini. Ratih, salah satu pengunjung Pantai Parangtritis yang berasal dari Kabupaten Sleman mengaku sedikit keberatan dengan tarif yang harus ia bayarkan ketika berkunjung ke pantai ternama di DIY ini. Dia harus merogoh kocek senilai Rp20.000 untuk parkir mobil.
Tarif parkir Rp20.000 tersebut jauh berbeda dengan tarif parkir di pantai sebelah barat Sungai Opak. “Di Kuwaru ataupun Pantai Baru, parkir mobilnya paling mahal Rp6.000. Di sini (Parangtritis) kok sampai Rp20.000,” ujarnya, kemarin. Anisa, warga Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul juga mengeluhkan hal yang sama.
Untuk parkir sepeda motor selama tiga jam di Pantai Parangtritis dia harus membayar Rp5.000. Padahal setahu dirinya, tarif sepeda motor sesuai dengan peraturan daerah (Perda) Perparkiran di Kabupaten Bantul hanya Rp2.000. Mereka berdua berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul untuk melakukan pengawasan dan jika perlu menegur pengelola parkir yang memberatkan tersebut.
Terlebih layanan parkir yang diberikan tidak sesuai dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Karena tempat parkir yang ada tidak mampu menjamin keamanan kendaraan pengunjung. “Parkir Rp20.000 itu pun parkirnya di tempat yang panas dan kalau hujan pasti kehujanan,” kata Ratih.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bantul Suwito mengatakan, persoalan tarif parkir selalu saja mengemuka dalam setiap musim liburan. Dia juga mengaku kewalahan bahkan tidak bisa mengatasi lonjakan tarif parkir setiap musim liburan tersebut.
Meskipun setiap saat ia selalu melakukan pembinaan terhadap para pengelola parkir, namun nampaknya hal tersebut selalu sia-sia. “Kami terus melakukan pembinaan. Akan tetapi bagaimana lagi, tetap saja membandel,” ujarnya. Untuk bertindak tegas, Suwito mengaku tidak bisa demi alasan kemanusiaan.
Karena menurut Suwito, para pengelola parkir di kawasan Pantai Parangtritis tersebut sebenarnya warga setempat yang kesehariannya tidak memiliki pendapatan yang tetap, bahkan ada nelayan yang sengaja beralih menjadi tukang parkir ketika musim liburan karena pengaruh gelombang tinggi. Mereka (pengelola parkir) mendapatkan hasil cukup dari parkir hanya sesaat dan bisa dinikmati dalam sebulan.
Selain di hari libur, mereka harus hidup dengan cara pas-pasan tidak bisa mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Sehingga terkadang mereka harus berutang demi mencukupi kebutuhan mereka sehari- hari.
“Jadi, kalau saya lebih memaklumi saja. Wong liburan itu juga hanya mungkin setahun sekali, paling banyak tiga kali. Jadi sebenarnya tidak apa-apa kalau merogoh dompet lebih untuk membayar parkir,” tuturnya.
Erfanto Linangkung
Ironisnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bantul terkesan merestui praktik parkir semacam ini. Ratih, salah satu pengunjung Pantai Parangtritis yang berasal dari Kabupaten Sleman mengaku sedikit keberatan dengan tarif yang harus ia bayarkan ketika berkunjung ke pantai ternama di DIY ini. Dia harus merogoh kocek senilai Rp20.000 untuk parkir mobil.
Tarif parkir Rp20.000 tersebut jauh berbeda dengan tarif parkir di pantai sebelah barat Sungai Opak. “Di Kuwaru ataupun Pantai Baru, parkir mobilnya paling mahal Rp6.000. Di sini (Parangtritis) kok sampai Rp20.000,” ujarnya, kemarin. Anisa, warga Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul juga mengeluhkan hal yang sama.
Untuk parkir sepeda motor selama tiga jam di Pantai Parangtritis dia harus membayar Rp5.000. Padahal setahu dirinya, tarif sepeda motor sesuai dengan peraturan daerah (Perda) Perparkiran di Kabupaten Bantul hanya Rp2.000. Mereka berdua berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul untuk melakukan pengawasan dan jika perlu menegur pengelola parkir yang memberatkan tersebut.
Terlebih layanan parkir yang diberikan tidak sesuai dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Karena tempat parkir yang ada tidak mampu menjamin keamanan kendaraan pengunjung. “Parkir Rp20.000 itu pun parkirnya di tempat yang panas dan kalau hujan pasti kehujanan,” kata Ratih.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bantul Suwito mengatakan, persoalan tarif parkir selalu saja mengemuka dalam setiap musim liburan. Dia juga mengaku kewalahan bahkan tidak bisa mengatasi lonjakan tarif parkir setiap musim liburan tersebut.
Meskipun setiap saat ia selalu melakukan pembinaan terhadap para pengelola parkir, namun nampaknya hal tersebut selalu sia-sia. “Kami terus melakukan pembinaan. Akan tetapi bagaimana lagi, tetap saja membandel,” ujarnya. Untuk bertindak tegas, Suwito mengaku tidak bisa demi alasan kemanusiaan.
Karena menurut Suwito, para pengelola parkir di kawasan Pantai Parangtritis tersebut sebenarnya warga setempat yang kesehariannya tidak memiliki pendapatan yang tetap, bahkan ada nelayan yang sengaja beralih menjadi tukang parkir ketika musim liburan karena pengaruh gelombang tinggi. Mereka (pengelola parkir) mendapatkan hasil cukup dari parkir hanya sesaat dan bisa dinikmati dalam sebulan.
Selain di hari libur, mereka harus hidup dengan cara pas-pasan tidak bisa mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Sehingga terkadang mereka harus berutang demi mencukupi kebutuhan mereka sehari- hari.
“Jadi, kalau saya lebih memaklumi saja. Wong liburan itu juga hanya mungkin setahun sekali, paling banyak tiga kali. Jadi sebenarnya tidak apa-apa kalau merogoh dompet lebih untuk membayar parkir,” tuturnya.
Erfanto Linangkung
(ftr)