Misteri Kehebatan Pusaka Peninggalan Kerajaan Mataram
A
A
A
Salah satu pusaka Keraton Yogyakarta peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang terkenal adalah Tombak Kanjeng Kiai Pleret.
Senjata ini merupakan milik Raja Mataram Pertama yang bergelar Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya.
Tombak sepanjang 3.5 meter ini dipakai oleh Danang Sutawijaya dalam perang tanding melawan Bupati Jipang Panolan Arya Penangsang.
Dengan senjata inilah Danang Sutawijaya dapat melukai Arya Penangsang yang konon sakti mandraguna dan memiliki ilmu kebal. Sehingga akhirnya Arya Penangsang tewas.
Konon mata tombak ini diyakini berasal dari alat kelamin yang dicabut dari seorang wali sakti linuwih Syeh Maulana Maghribi, saat dituntut untuk menikahi Rasa Wulan, adik kandung Sunan Kalijaga.
Syeh Maulana Maghribi yang sedang melakoni tapa kalong di pohon berada di sebuah danau kecil bernama Sendang Beji, tidak kuasa menahan syahwat ketika melihat Rasa Wulan yang tidak mengetahui keberadaan sang syeh dengan bebas mandi tanpa busana di sendang tersebut.
Akibat syahwatnya, air mani sang syeh jatuh ke air Sendang Beji dan menghamili Rasa Wulan.
Saat ini Tombak Kanjeng Kiai Pleret masih tersimpan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta). Pusaka ini dijamasi setiap setahun sekali saat bulan Syura.
Selain Tombak Kiai Pleret ada juga Tombak Kanjeng Kiai Baru Klinting yang juga menjadi andalan Pusaka Kerajaan Mataram Islam.
Kehebatan Tombak Baru Klinting teruji saat dipakai abdi dalem Sultan Agung yang bernama Ki Nayadarma sang Lurah Kapedak berperang tanding melawan Adipati Pati Pragola II yang memberontak terhadap kekuasaan Mataram.
Tubuh sang Adipati yang dikenal tak mempan senjata tersebut akhirnya dapat dirobek oleh Tombak Baru Klinting yang dipakai Ki Nayaderma.
Saat ini Tombak Kanjeng Kiai Baru Klinting juga masih tersimpan di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Aslinya senjata berujud tombak ini sebelumnya adalah pusaka milik Ki Ageng Mangir Wanabaya yang memberontak kepada Panembahan Senopati.
Menurut legenda tombak ini merupakan titisan dari Naga Baru Klinting yang dihukum ayahnya (Ki Ageng Mangir Wanabaya) karena gagal melingkari Gunung Merapi.
Karena saat Baru Klinting melingkari Gunung Merapi dengan tubuhnya ternyata masih kurang sedikit, sehingga dia pun menjulurkan lidahnya agar bisa menyentuh ujung ekornya.
Saat itulah Ki Ageng Mangir memotong lidah Baru Klinting, dan potongan lidah itu berubah menjadi sebuah mata tombak yang diberi nama Tombak Kiai Baru Klinting.
Karena keampuhan senjata ini, Panembahan Senopati terpaksa mengutus Putrinya Nyi Ageng Pembayun menyamar sebagai ledek atau penari untuk mengelabuhi Ki Ageng Mangir. Sehingga Ki Ageng Mangir tertarik dan menjadikan pembayun istrinya.
Setelah mengetahui kelemahan Ki Ageng Mangir sang menantunya itu kemudian dipanggil untuk sungkem menghadap ke Mataram.
Di saat itulah menurut cerita Panembahan Senopati dapat membunuh Ki Ageng Mangir setelah Mangir melepaskan Tombak Baru Klinting yang dibawanya.
Selain Kiai Pleret dan Baru Klinting terdapat juga keris-keris pusaka keraton peninggalan Mataram yang dimiliki Keraton Yogyakarta.
Diantaranya Kangjeng Kiai Ageng Kopek. Keris ini hanya boleh dikenakan oleh sultan sendiri, lambang perannya sebagai pemimpin rohani dan duniawi.
Menurut tradisi keris ini dibuat pada masa Kerajaan Demak dan pernah dimiliki Sunan Kalijaga. Selain itu ada keris Kangjeng Kiai Joko Piturun yang hanya boleh dikenakan oleh putra mahkota Keraton Yogyakarta.
Wallahualam bissawab.
Sumber : wikipedia dan diolah dari berbagai sumber.
Senjata ini merupakan milik Raja Mataram Pertama yang bergelar Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya.
Tombak sepanjang 3.5 meter ini dipakai oleh Danang Sutawijaya dalam perang tanding melawan Bupati Jipang Panolan Arya Penangsang.
Dengan senjata inilah Danang Sutawijaya dapat melukai Arya Penangsang yang konon sakti mandraguna dan memiliki ilmu kebal. Sehingga akhirnya Arya Penangsang tewas.
Konon mata tombak ini diyakini berasal dari alat kelamin yang dicabut dari seorang wali sakti linuwih Syeh Maulana Maghribi, saat dituntut untuk menikahi Rasa Wulan, adik kandung Sunan Kalijaga.
Syeh Maulana Maghribi yang sedang melakoni tapa kalong di pohon berada di sebuah danau kecil bernama Sendang Beji, tidak kuasa menahan syahwat ketika melihat Rasa Wulan yang tidak mengetahui keberadaan sang syeh dengan bebas mandi tanpa busana di sendang tersebut.
Akibat syahwatnya, air mani sang syeh jatuh ke air Sendang Beji dan menghamili Rasa Wulan.
Saat ini Tombak Kanjeng Kiai Pleret masih tersimpan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogyakarta). Pusaka ini dijamasi setiap setahun sekali saat bulan Syura.
Selain Tombak Kiai Pleret ada juga Tombak Kanjeng Kiai Baru Klinting yang juga menjadi andalan Pusaka Kerajaan Mataram Islam.
Kehebatan Tombak Baru Klinting teruji saat dipakai abdi dalem Sultan Agung yang bernama Ki Nayadarma sang Lurah Kapedak berperang tanding melawan Adipati Pati Pragola II yang memberontak terhadap kekuasaan Mataram.
Tubuh sang Adipati yang dikenal tak mempan senjata tersebut akhirnya dapat dirobek oleh Tombak Baru Klinting yang dipakai Ki Nayaderma.
Saat ini Tombak Kanjeng Kiai Baru Klinting juga masih tersimpan di dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Aslinya senjata berujud tombak ini sebelumnya adalah pusaka milik Ki Ageng Mangir Wanabaya yang memberontak kepada Panembahan Senopati.
Menurut legenda tombak ini merupakan titisan dari Naga Baru Klinting yang dihukum ayahnya (Ki Ageng Mangir Wanabaya) karena gagal melingkari Gunung Merapi.
Karena saat Baru Klinting melingkari Gunung Merapi dengan tubuhnya ternyata masih kurang sedikit, sehingga dia pun menjulurkan lidahnya agar bisa menyentuh ujung ekornya.
Saat itulah Ki Ageng Mangir memotong lidah Baru Klinting, dan potongan lidah itu berubah menjadi sebuah mata tombak yang diberi nama Tombak Kiai Baru Klinting.
Karena keampuhan senjata ini, Panembahan Senopati terpaksa mengutus Putrinya Nyi Ageng Pembayun menyamar sebagai ledek atau penari untuk mengelabuhi Ki Ageng Mangir. Sehingga Ki Ageng Mangir tertarik dan menjadikan pembayun istrinya.
Setelah mengetahui kelemahan Ki Ageng Mangir sang menantunya itu kemudian dipanggil untuk sungkem menghadap ke Mataram.
Di saat itulah menurut cerita Panembahan Senopati dapat membunuh Ki Ageng Mangir setelah Mangir melepaskan Tombak Baru Klinting yang dibawanya.
Selain Kiai Pleret dan Baru Klinting terdapat juga keris-keris pusaka keraton peninggalan Mataram yang dimiliki Keraton Yogyakarta.
Diantaranya Kangjeng Kiai Ageng Kopek. Keris ini hanya boleh dikenakan oleh sultan sendiri, lambang perannya sebagai pemimpin rohani dan duniawi.
Menurut tradisi keris ini dibuat pada masa Kerajaan Demak dan pernah dimiliki Sunan Kalijaga. Selain itu ada keris Kangjeng Kiai Joko Piturun yang hanya boleh dikenakan oleh putra mahkota Keraton Yogyakarta.
Wallahualam bissawab.
Sumber : wikipedia dan diolah dari berbagai sumber.
(sms)