2014, Banyak Program Tak Terealisasi
A
A
A
MEDAN - Serapan belanja tidak langsung Pemko Medan sepanjang 2014 diperkirakan hanya berkisar 80% atau Rp3,6 triliun dari pagu anggaran Rp4,6 triliun.
Sementara realisasi pendapatan asli daerah (PAD) diperkirakan hanya tercapai Rp1,3 triliun atau sekitar 79,9 dari target sebesar Rp1,6 triliun. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengatakan, minimnya penyerapan anggaran sepanjang 2014 disebabkan banyak program kerja yang tidak dapat direalisasikan.
Proses administrasi yang terlalu panjang tidak mampu diselesaikan dengan cepat menjadi faktor utama realisasi belanja langsung tidak berjalan optimal. “Proses tender baru berjalan bulan Juli dan realisasi pekerjaan fisik berjalan bulan Oktober, waktunya begitu sempit jadi banyak pekerjaan yang tidak dapat direalisasikan,” ujar Eldin, kemarin.
Menurut Eldin, capaian tahun 2014 akan menjadi pelajaran sehingga tahun ini tidak terulang. Eldin berharap proses tender pengadaan barang dan jasa, khususnya pekerjaan fisik, bisa dilakukan awal Januari. Sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 sudah disahkan DPRD akhir Agustus 2014.
“Februari pekerjaan fisik sudah harus berjalan dan Juni sudah masuk pembahasan Perubahan APBD, kemudian Juli ataupun Agustus anggarannya sudah dapat disahkan,” katanya. Memang meski realisasi PAD dan belanja langsung Pemko Medan sepanjang 2014 belum mencapai 100%, tapi capaian ini diklaim masih lebih baik dari tahun sebelumnya.
Pada 2013, PAD Kota Medan hanya terealisasi Rp1,2 triliun dari target sebesar Rp1,5 triliun. Sementara belanja tidak langsung terealisasi sebesar Rp3,2 triliun dari target Rp4,2 triliun. “Kalau dibandingkan dengan tahun 2013 realisasi PAD tahun 2014 sebesar 79,9% sementara tahun 2013 hanya sebesar 76,42%. Kemudian realisasi belanja tak langsung tahun 2014 sebesar 79,81% sementara tahun 2013 sebesar 76,09%,” ujar Sekretaris Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Medan, Sulpan.
Untuk realisasi program dari masing-masing SKPD berdasarkan data per November 2014, memang serapan anggaran baru berkisar 80%, tapi masih ada di beberapa instansi yang serapan anggarannya di bawah 80%. “Perkiraan saya seperti Dinas Bina Marga, Dinas Perkim, realisasi belanja langsung sudah 80%, karena memang pekerjaan fisik baru berjalan pada triwulan IV,” kata mantan Kabag Anggaran Biro Keuangan Pemprov Sumut itu.
Adapun Dinas Pendidikan yang memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi sekolah sebesar Rp40 miliar, prosesnya juga berlangsung pada akhir tahun. “Per 30 November realisasi serapan anggaran Dinas Pendidikan Medan 26,72%. Tapi apabila dana DAK sudah direalisasikan dan belanja selama Desember, maka realisasi belanja langsung dapat menembus 70%,” ujarnya.
Mengenai realisasi PAD, meskipun belum mencapai 100% namun hingga akhir Desember sisa lebih pembayaran di anggaran Pemko Medan masih ada sekitar Rp330 miliar. Dengan begitu, ia memastikan Pemko Medan bisa membayarkan semua proyek kepada pihak ketiga. Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemprov Sumut juga sudah dibayarkan, tapi masih ada terutang karena baru dibayar pada semester kedua sebesar Rp247 miliar.
“Hingga sekarang kami tidak ada terutang dengan pihak ketiga. Namun kalau ada pengajuan SPM (surat perintah membayar) lagi dari SKPD setelah ini, nanti bisa saja karena realisasi anggaran di SKPD masih 80 persen,” kata Sulpan.
Pengamat anggaran di Sumut, Elfenda Ananda menyebutkan, pengerjaan proyek yang lamban akan mengakibatkan tingginya silpa anggaran. Kondisi ini jelas akan berdampak bagi pemerintah dan masyarakat. Silpa yang disebabkan efisiensi anggaran memang wajar, tapi nilai wajarnya hanya 5% dari nilai APBD.
Artinya, kalau efisiensi anggaran mencapai di atas 5% berarti sudah terjadi perencanaan anggaran yang salah. Apalagi dari belanja tak langsung realisasinya masih 80%. “Memang perencanaan itu tidak bisa sesuai dengan harga riilnya 100%. Kalau sesuai dengan harga riilnya berarti itu juga tidak benar. Namun, yang bisa ditoleransi, kesenjangan harga yang dianggarkan dengan harga riil itu hanya 5%,” kata Elfenda.
Dia mengatakan, banyaknya silpa memiliki efek domino, terutama untuk perekonomian, sosial, dan politik. Untuk dampak perekonomian, jika anggaran lambat terealisasi, pembangunan juga lambat sehingga perekonomian tak berjalan baik. “Dampak sosial tentu masyarakat yang seharusnya bisa menikmati pembangunan pada awal tahun terpaksa baru bisa menikmatinya pada akhir tahun,” katanya.
Begitu juga pada dampak politik bagi pemerintah. “Ini akan menjadi citra buruk bagi pemerintah yang berkuasa. Masyarakat akan terus bertanya kapan realisasi pembangunan jalan dan lainnya. Kalau masyarakat terus bertanya tentu semakin lama akan mencuatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan,” kata Elfenda.
Lia Anggia Nasution
Sementara realisasi pendapatan asli daerah (PAD) diperkirakan hanya tercapai Rp1,3 triliun atau sekitar 79,9 dari target sebesar Rp1,6 triliun. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengatakan, minimnya penyerapan anggaran sepanjang 2014 disebabkan banyak program kerja yang tidak dapat direalisasikan.
Proses administrasi yang terlalu panjang tidak mampu diselesaikan dengan cepat menjadi faktor utama realisasi belanja langsung tidak berjalan optimal. “Proses tender baru berjalan bulan Juli dan realisasi pekerjaan fisik berjalan bulan Oktober, waktunya begitu sempit jadi banyak pekerjaan yang tidak dapat direalisasikan,” ujar Eldin, kemarin.
Menurut Eldin, capaian tahun 2014 akan menjadi pelajaran sehingga tahun ini tidak terulang. Eldin berharap proses tender pengadaan barang dan jasa, khususnya pekerjaan fisik, bisa dilakukan awal Januari. Sebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 sudah disahkan DPRD akhir Agustus 2014.
“Februari pekerjaan fisik sudah harus berjalan dan Juni sudah masuk pembahasan Perubahan APBD, kemudian Juli ataupun Agustus anggarannya sudah dapat disahkan,” katanya. Memang meski realisasi PAD dan belanja langsung Pemko Medan sepanjang 2014 belum mencapai 100%, tapi capaian ini diklaim masih lebih baik dari tahun sebelumnya.
Pada 2013, PAD Kota Medan hanya terealisasi Rp1,2 triliun dari target sebesar Rp1,5 triliun. Sementara belanja tidak langsung terealisasi sebesar Rp3,2 triliun dari target Rp4,2 triliun. “Kalau dibandingkan dengan tahun 2013 realisasi PAD tahun 2014 sebesar 79,9% sementara tahun 2013 hanya sebesar 76,42%. Kemudian realisasi belanja tak langsung tahun 2014 sebesar 79,81% sementara tahun 2013 sebesar 76,09%,” ujar Sekretaris Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Medan, Sulpan.
Untuk realisasi program dari masing-masing SKPD berdasarkan data per November 2014, memang serapan anggaran baru berkisar 80%, tapi masih ada di beberapa instansi yang serapan anggarannya di bawah 80%. “Perkiraan saya seperti Dinas Bina Marga, Dinas Perkim, realisasi belanja langsung sudah 80%, karena memang pekerjaan fisik baru berjalan pada triwulan IV,” kata mantan Kabag Anggaran Biro Keuangan Pemprov Sumut itu.
Adapun Dinas Pendidikan yang memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi sekolah sebesar Rp40 miliar, prosesnya juga berlangsung pada akhir tahun. “Per 30 November realisasi serapan anggaran Dinas Pendidikan Medan 26,72%. Tapi apabila dana DAK sudah direalisasikan dan belanja selama Desember, maka realisasi belanja langsung dapat menembus 70%,” ujarnya.
Mengenai realisasi PAD, meskipun belum mencapai 100% namun hingga akhir Desember sisa lebih pembayaran di anggaran Pemko Medan masih ada sekitar Rp330 miliar. Dengan begitu, ia memastikan Pemko Medan bisa membayarkan semua proyek kepada pihak ketiga. Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemprov Sumut juga sudah dibayarkan, tapi masih ada terutang karena baru dibayar pada semester kedua sebesar Rp247 miliar.
“Hingga sekarang kami tidak ada terutang dengan pihak ketiga. Namun kalau ada pengajuan SPM (surat perintah membayar) lagi dari SKPD setelah ini, nanti bisa saja karena realisasi anggaran di SKPD masih 80 persen,” kata Sulpan.
Pengamat anggaran di Sumut, Elfenda Ananda menyebutkan, pengerjaan proyek yang lamban akan mengakibatkan tingginya silpa anggaran. Kondisi ini jelas akan berdampak bagi pemerintah dan masyarakat. Silpa yang disebabkan efisiensi anggaran memang wajar, tapi nilai wajarnya hanya 5% dari nilai APBD.
Artinya, kalau efisiensi anggaran mencapai di atas 5% berarti sudah terjadi perencanaan anggaran yang salah. Apalagi dari belanja tak langsung realisasinya masih 80%. “Memang perencanaan itu tidak bisa sesuai dengan harga riilnya 100%. Kalau sesuai dengan harga riilnya berarti itu juga tidak benar. Namun, yang bisa ditoleransi, kesenjangan harga yang dianggarkan dengan harga riil itu hanya 5%,” kata Elfenda.
Dia mengatakan, banyaknya silpa memiliki efek domino, terutama untuk perekonomian, sosial, dan politik. Untuk dampak perekonomian, jika anggaran lambat terealisasi, pembangunan juga lambat sehingga perekonomian tak berjalan baik. “Dampak sosial tentu masyarakat yang seharusnya bisa menikmati pembangunan pada awal tahun terpaksa baru bisa menikmatinya pada akhir tahun,” katanya.
Begitu juga pada dampak politik bagi pemerintah. “Ini akan menjadi citra buruk bagi pemerintah yang berkuasa. Masyarakat akan terus bertanya kapan realisasi pembangunan jalan dan lainnya. Kalau masyarakat terus bertanya tentu semakin lama akan mencuatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan,” kata Elfenda.
Lia Anggia Nasution
(ftr)