Mengandalkan Produk Handmade dan Desain Terbatas

Sabtu, 03 Januari 2015 - 12:56 WIB
Mengandalkan Produk Handmade dan Desain Terbatas
Mengandalkan Produk Handmade dan Desain Terbatas
A A A
SEMARANG - Saat ini, bisnis online layaknya jamur di musim penghujan. Muncul dan tumbuh seiring mulai bergesernya budaya masyarakat dalam berbelanja.

Kemudahan dalam membeli sesuatu menjadi poin penting mengapa bisnis ini melesat pesat. Demikian pula di Kota Semarang . Online shop , terutama yang menawarkan produk fashion, muncul tidak terhitung jumlahnya. Lalu apa saja yang dilakukan pemilik online shop dalam membangun bisnisnya?

Afina Hasya, pemilik Mouni (R) a Boutiqe menuturkan, awalnya dia mendirikan online shop bernama Kupu-kupu Store (KKS) pada 2009. Melalui toko maya ini Afina menjual produk konveksi dan sedikit handmade . “Selain penjualan online , KKS juga melayani pula pembelian offline , yaitu di garasi samping rumah,” ucapnya.

Dalam menjalankan bisnisnya, Afina menggandeng sebuah konveksi dengan sistem beli putus dan kuota minimal tergolong banyak. Konsep kerja sama ini dinilai tidak efektif, karena mode fashion keluar hampir setiap hari yang membuat perputaran barang menjadi tidak optimal.

Hal inilah yang menjadi alasan Afina menghadirkan produk handmade dengan desain terbatas. Dia pun ingin mendirikan butik dengan produk lebih eksklusif dan unik. Sayang, kala itu harapannya tidak terlaksana karena membutuhkan modal sekaligus kesiapan manajemen.

Di tengah angan-angan mendirikan butik eksklusif, pada 2011 Afina meluncurkan produk sepatu buatan sendiri berlabel Shift (A) toe. Dua brand miliknya yaitu Sysfina dan Shift (A) toe mewakili kreativitasnya di ranah fashion dan sepatu.

“Saat mengenalkan konsep “belanja pintar” ke orang Semarang agak susah.” “Masyarakat lebih menyukai harga murah dibandingkan kualitas dan kreativitas yang diusung produk handmade ,” tutur wanita kelahiran Bandung, 3 Agustus 1981 ini.

Setelah merasa cukup kuat, Afina kemudian mendirikan Mouni (R) a Boutiqe sesuai angan-angannya. Dia lantas menyewa ruko di daerah Banyumanik agar konsumen bisa memilih produk secara langsung, mulai dari busana, aksesori, sepatu, tas, dan sebagainya. Mouni (R) a Boutique membidik anak kuliah hingga ibu-ibu muda yang ingin tampil stylish .

Dia menggandeng rekan seprofesi yang belum memiliki showroom untuk memajang produknya di tempat itu. Di butik ini ada sepuluh brand online shop lokal yang menyediakan produk handmade . Sistem yang diterapkan adalah konsinyasi antara kedua belah pihak. Produk yang digandeng melalui tahap seleksi sehingga konsumen hanya bisa mendapatkan di butik itu.

“Butik menjadi wadah untuk mengembangkan produk handmade lokal di wilayah Jateng & DIY,” kata ibunda dari Airanaa Fakhira Aditya ini. Dalam kurun waktu hampir satu tahun ini omzet penjualan kurang lebih Rp20 juta per bulan. Peningkatan omzet bisa menjadi dua kali lipat saat mengikuti bazar.

“Omzet tersebut masih tergolong kecil dengan budaya orang Semarang yang masih condong memilih busana murah meriah dibandingkan harus bayar lebih buat menghargai kualitas dan kreativitas. Aku percaya dan optimis bakal ada perubahan budaya belanja ini di Semarang seiring berjalannya waktu,” ujarnya.

Hendrati Hapsari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6650 seconds (0.1#10.140)