Pemda DIY Mulai Berlakukan Busana Jawa
A
A
A
YOGYAKARTA - Pada 2015 ini, Pemda DIY mulai memberlakukan pakaian adat Jawa bagi pegawai negeri sipil (PNS).
Hal ini ditetapkan Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono (HN) X dengan menerbitkan Pergub 87 No 2014. Tujuannya untuk memperkuat status Keistimewaan DIY. Hanya, busana Jawa itu akan di kenakan oleh PNS dalam enam kali setahun.
Yaitu, 13 Februari yang bertepatan dengan berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, pengesahan UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY pada 31 Agus tus, peringatan gerebek Mau lud Nabi Muhammad SAW, gerebek Hari Raya Idul Fitri, gerebek Hari Raya Idul Adha, serta hari ulang tahun Pemda DIY yang sampai sekarang masih di kaji tim seputar kapan tanggalnya.
Kabag Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY Iswanto mengatakan, hari terdekat berbusana Jawa adalah saat gerebek Maulud Nabi Muhammad SAW. "Gerebek digelar besok (Sabtu, 3/1). Seluruh pegawai pemerintah wajib berbusana dan berbahasa Jawa setiap kali kirab gunungan digelar," katanya kemarin.
Iswanto menuturkan, pada gerebek Maulud tersebut, Keraton akan mengarak dan membagikan tujuh gunungan. Lima di antaranya diantarkan ke Masjid Gedhe Kauman, satu ke Puro Pakualaman, dan satunya untuk Pemda DIY di Kepatihan. Gunungan-gunungan itu berisi berbagai jenis makanan, sayuran, kacang-kacangan, buah, dan lain sebagainya.
Setelah di kirab dan didoakan, gunungan akan diperebutkan oleh khalayak ramai. Perebutan gunungan paling meriah biasanya terjadi di Masjid Gedhe Kauman. Wajar saja karena ada lima gunungan yang dibagi. Sedangkan gunungan untuk abdi dalem keprajan di Pemda DIY rencananya diserahkan kepada Sekda DIY di Bangsal Wiyotoprojo, Kepatihan.
Setelah itu warga boleh berebut gunungan di depan Masjid Sulthoni. Iswanto menuturkan, setiap upacara gerebek, pegawai pemerintah diwajibkan pakai baju adat Jawa. Pegawai pria mengenakan surjan motif lurik atau polos lengkap dengan blangkon, kain jarik yang diwiru, lonthong (sabuk bahan satin polos), epek, keris, dan selop.
Sedangkan pegawai wanita wajib ber kebaya tangkepan lurik atau polos, mengenakan jarik wiru, gelung tekuk, serta selop. "Untuk pegawai wanita muslim, boleh mengenakan kebaya dan jarik serta jilbab. Tanpa gelung tekuk," papar Iswanto.
Selain saat perayaan Maulid Nabi, penyelenggaraan kirab gunungan juga digelar saat Gerebek Syawal (Idul Fitri) dan Gerebek Besar (Idul Adha). Total dalam setahun tiga kali gerebek yang harus diikuti oleh pejabat pe merintahan DIY, mulai eselon I, II, III, IV, maupun pejabat fungsional tertentu golongan IV/a keatas.
Kepala Biro Organisasi Pemda DIY Djarot Budiharjo mengatakan, sebelum penerapan kebijakan baru itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY sempat memberikan pelatihan berbusana dan berbahasa Jawa bagi para PNS.
Sejumlah pegawai dari luar daerah pun ikut serta. Menurut dia, pelatihan tersebut sangat penting agar bisa di pahami PNS. Sejauh ini, banyak PNS yang sering salah kaprah menerapkan adat Keraton Surakarta dalam berbusana. "Harus pakem Yogyakarta. Banyak yang salah pakai motif atau model Solo," ucapnya.
Budayawan Yuwono Sri Suwito mengatakan bahan potongan dan cara pemakaian surjan dan kebaya harus sesuai paugeran Keraton. Misalnya untuk pria, surjan harus lurik atau polos.
"Tak boleh pakai surjan motif bunga warna-warni, karena motif itu hanya boleh dikenakan Raja, dalam hal ini Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menjabat sebagai Gubernur DIY," katanya.
Ridwan Anshori
Hal ini ditetapkan Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono (HN) X dengan menerbitkan Pergub 87 No 2014. Tujuannya untuk memperkuat status Keistimewaan DIY. Hanya, busana Jawa itu akan di kenakan oleh PNS dalam enam kali setahun.
Yaitu, 13 Februari yang bertepatan dengan berdirinya Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, pengesahan UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY pada 31 Agus tus, peringatan gerebek Mau lud Nabi Muhammad SAW, gerebek Hari Raya Idul Fitri, gerebek Hari Raya Idul Adha, serta hari ulang tahun Pemda DIY yang sampai sekarang masih di kaji tim seputar kapan tanggalnya.
Kabag Humas Biro Umum Humas dan Protokol Setda DIY Iswanto mengatakan, hari terdekat berbusana Jawa adalah saat gerebek Maulud Nabi Muhammad SAW. "Gerebek digelar besok (Sabtu, 3/1). Seluruh pegawai pemerintah wajib berbusana dan berbahasa Jawa setiap kali kirab gunungan digelar," katanya kemarin.
Iswanto menuturkan, pada gerebek Maulud tersebut, Keraton akan mengarak dan membagikan tujuh gunungan. Lima di antaranya diantarkan ke Masjid Gedhe Kauman, satu ke Puro Pakualaman, dan satunya untuk Pemda DIY di Kepatihan. Gunungan-gunungan itu berisi berbagai jenis makanan, sayuran, kacang-kacangan, buah, dan lain sebagainya.
Setelah di kirab dan didoakan, gunungan akan diperebutkan oleh khalayak ramai. Perebutan gunungan paling meriah biasanya terjadi di Masjid Gedhe Kauman. Wajar saja karena ada lima gunungan yang dibagi. Sedangkan gunungan untuk abdi dalem keprajan di Pemda DIY rencananya diserahkan kepada Sekda DIY di Bangsal Wiyotoprojo, Kepatihan.
Setelah itu warga boleh berebut gunungan di depan Masjid Sulthoni. Iswanto menuturkan, setiap upacara gerebek, pegawai pemerintah diwajibkan pakai baju adat Jawa. Pegawai pria mengenakan surjan motif lurik atau polos lengkap dengan blangkon, kain jarik yang diwiru, lonthong (sabuk bahan satin polos), epek, keris, dan selop.
Sedangkan pegawai wanita wajib ber kebaya tangkepan lurik atau polos, mengenakan jarik wiru, gelung tekuk, serta selop. "Untuk pegawai wanita muslim, boleh mengenakan kebaya dan jarik serta jilbab. Tanpa gelung tekuk," papar Iswanto.
Selain saat perayaan Maulid Nabi, penyelenggaraan kirab gunungan juga digelar saat Gerebek Syawal (Idul Fitri) dan Gerebek Besar (Idul Adha). Total dalam setahun tiga kali gerebek yang harus diikuti oleh pejabat pe merintahan DIY, mulai eselon I, II, III, IV, maupun pejabat fungsional tertentu golongan IV/a keatas.
Kepala Biro Organisasi Pemda DIY Djarot Budiharjo mengatakan, sebelum penerapan kebijakan baru itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY sempat memberikan pelatihan berbusana dan berbahasa Jawa bagi para PNS.
Sejumlah pegawai dari luar daerah pun ikut serta. Menurut dia, pelatihan tersebut sangat penting agar bisa di pahami PNS. Sejauh ini, banyak PNS yang sering salah kaprah menerapkan adat Keraton Surakarta dalam berbusana. "Harus pakem Yogyakarta. Banyak yang salah pakai motif atau model Solo," ucapnya.
Budayawan Yuwono Sri Suwito mengatakan bahan potongan dan cara pemakaian surjan dan kebaya harus sesuai paugeran Keraton. Misalnya untuk pria, surjan harus lurik atau polos.
"Tak boleh pakai surjan motif bunga warna-warni, karena motif itu hanya boleh dikenakan Raja, dalam hal ini Sri Sultan Hamengku Buwono X yang menjabat sebagai Gubernur DIY," katanya.
Ridwan Anshori
(ftr)