Dana Riset Masih Minim
A
A
A
SEMARANG - Dana riset di Indonesia diakui memang masih sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara lain termasuk negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Jumlah anggaran untuk kebutuhan riset dari pemerintah memang perlu ditingkatkan agar kebutuhan penelitian yang berkembang dapat terjamin. “Dana riset yang ada masih kurang dari 1% GDP.
Jumlah tersebut masih cukup jauh dari keinginan untuk membangun riset secara baik. Kondisi seperti ini akan terus kita perbaiki dari waktu ke waktu,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti) M Nasir di sela-sela diskusi refleksi akhir tahun dengan topik “Hilirisasi Penelitian Perguruan Tinggi”di kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Selasa (30/12) malam.
Nasir menyebutkan, dana riset di Indonesia masih berada di bawah nilai 1% APBN. Alokasi dana riset yang berada di APBN, berada pada kisaran 0,08% atau sekitar Rp20 triliun per tahun. Jumlah itu dianggap belum ideal jika ingin pengembangan dunia riset di tanah air tumbuh dengan baik.
Meski demikian, ujar mantan rektor terpilih Undip ini, Kemenristek dan Dikti tetap akan mendorong terciptanya penelitianpenelitian berkualitas dari perguruan tinggi. Nasir juga berjanji akan terus menjembatani agar hasil penelitian dapat terpakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas.
“Dengan begitu, sebuah riset yang dihasilkan tidak hanya terhenti pada prototipe, namun mampu menjawab tantangan (kebutuhan) yang ada di masyarakat,” ucapnya. Pada kesempatan yang sama, Rektor Undip Prof Sudharto P Hadi mengatakan, riset merupakan salah satu pilar tridarma perguruan tinggi.
Riset juga memiliki posisi strategis, yakni menjadi dasar dari pilar pendidikan dan pilar pengabdian masyarakat. Melalui penelitian, materi pembelajaran akan terus terbaharukan. Selama ini hasil-hasil dari penelitian masih kurang dikembangkan dengan baik, terutama dalam bentuk inovasi hingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna, baik masyarakat umum maupun kalangan industri.
Sementara itu, Dekan Fakultas Sains dan Matematika (FSM) mengaku ironis dengan adanya hasil riset yang belum teraplikasikan dengan baik. Terlebih, dalam beberapa dasawarsa terakhir banyak industri tumbuh di Tanah Air.
Hanya, industri-industri yang tumbuh tersebut merupakan kepanjangan tangan dari sejumlah negara maju saja dan tidak memakai hasil riset temuan dari ilmuwan di Tanah Air. Kondisi ini menjadi tantangan bagi Kemenristek dan Dikti menjawab persoalan yang ada tersebut.
Susilo Himawan
Jumlah anggaran untuk kebutuhan riset dari pemerintah memang perlu ditingkatkan agar kebutuhan penelitian yang berkembang dapat terjamin. “Dana riset yang ada masih kurang dari 1% GDP.
Jumlah tersebut masih cukup jauh dari keinginan untuk membangun riset secara baik. Kondisi seperti ini akan terus kita perbaiki dari waktu ke waktu,” kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti) M Nasir di sela-sela diskusi refleksi akhir tahun dengan topik “Hilirisasi Penelitian Perguruan Tinggi”di kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Selasa (30/12) malam.
Nasir menyebutkan, dana riset di Indonesia masih berada di bawah nilai 1% APBN. Alokasi dana riset yang berada di APBN, berada pada kisaran 0,08% atau sekitar Rp20 triliun per tahun. Jumlah itu dianggap belum ideal jika ingin pengembangan dunia riset di tanah air tumbuh dengan baik.
Meski demikian, ujar mantan rektor terpilih Undip ini, Kemenristek dan Dikti tetap akan mendorong terciptanya penelitianpenelitian berkualitas dari perguruan tinggi. Nasir juga berjanji akan terus menjembatani agar hasil penelitian dapat terpakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas.
“Dengan begitu, sebuah riset yang dihasilkan tidak hanya terhenti pada prototipe, namun mampu menjawab tantangan (kebutuhan) yang ada di masyarakat,” ucapnya. Pada kesempatan yang sama, Rektor Undip Prof Sudharto P Hadi mengatakan, riset merupakan salah satu pilar tridarma perguruan tinggi.
Riset juga memiliki posisi strategis, yakni menjadi dasar dari pilar pendidikan dan pilar pengabdian masyarakat. Melalui penelitian, materi pembelajaran akan terus terbaharukan. Selama ini hasil-hasil dari penelitian masih kurang dikembangkan dengan baik, terutama dalam bentuk inovasi hingga dapat dimanfaatkan oleh pengguna, baik masyarakat umum maupun kalangan industri.
Sementara itu, Dekan Fakultas Sains dan Matematika (FSM) mengaku ironis dengan adanya hasil riset yang belum teraplikasikan dengan baik. Terlebih, dalam beberapa dasawarsa terakhir banyak industri tumbuh di Tanah Air.
Hanya, industri-industri yang tumbuh tersebut merupakan kepanjangan tangan dari sejumlah negara maju saja dan tidak memakai hasil riset temuan dari ilmuwan di Tanah Air. Kondisi ini menjadi tantangan bagi Kemenristek dan Dikti menjawab persoalan yang ada tersebut.
Susilo Himawan
(ftr)