Bandung Perlu 17 Danau Retensi
A
A
A
BANDUNG - Kota Bandung setidaknya membutuhkan 17 danau retensi agar pencegahan banjir di kawasan ini lebih efektif. Danau tersebut, berfungsi mereduksi banjir yang kerap melanda Kota Bandung, terutama saat musim hujan tiba.
“Jadi secara teori, di Kota Bandung ini minimal harus ada sekitar 17 danau retensi untuk mengatasi dampak banjir. Sementara kami baru punya dua. Sehingga targetnya ada 15 lokasi lagi,” ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil usai meresmikian danau retensi di Taman Lansia, Jalan Cilaki, kemarin.
Emil menuturkan, saat ini Kota Bandung baru memiliki dua danau retensi. Keberadaan dua danau retensi ini disebut-sebut dapat mengurangi debit air sebesar 7%, saat intensitas hujan di Bandung cukup tinggi. “Ini akan menjadi pengendali banjir wilayah. Jadi banyaknya danau-danau kecil, fungsinya untuk parkir air mengurangi tumpahan luapan air dari sungaisungai kecil ke jalan,” ucap Emil.
Selain memiliki fungsi ekologis, keberadaan danau retensi juga memiliki fungsi sosiologis. Dengan adanya danau retensi ini dapat menjadi ruang interaksi sebagai ruang terbuka publik. “Kalau dulu istilahnya waduk (bendungan), itu kan hanya buat parkir air aja. Nah di Bandung kami rubah konsepnya. Di danau retensi masyarakat bisa duduk-duduk. Di kolamnya sengaja dibuat berundak untuk menyesuaikan dengan level air. Kalau level airnya masih sedang orang masih bisa duduk di situ,” ujarnya.
Emil menjelaskan, pihaknya sengaja menebar puluhan ikan di dua kolam retensi. Tujuannya mengatasi jentik nyamuk yang berpotensi bekermbang biak di kolam. “Kami memang sengaja menebar ikan, untuk memakan jentik nyamuk yang mungkin berkembang biak,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Binamarga dan Pengairan Kota Bandung Iskandar Zulkarnaen mengatakan, keberadaan da nau retensi ini akan berfungsi menjadi kolam penampungan air yang berasal dari hulu. Tingginya debit air yang berasal dari hulu menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di kawasan Diponegoro dan Supratman.
“Aliran air dari Monumen Perjuangan ke Gasibu memang besar. Makanya kenapa air banyak melimpah ke Diponegoro dan Supratman, karena salurannya airnya di situ kecil. Padahal alirannya dari hulu besar sekali,” katanya. Selain untuk mereduksi banjir, keberadaan kolam retensi juga berfungsi sebagai bagian upaya untuk konservasi air.
Aliran air sungai dari Cikapayang ditahan lebih lama, diresapkan agar mengisi air tanah. “Kami menerapkan konsep ecogreen, jadi bagaimana menahan air lebih lama dan meresepkan sebanyak banyaknya. Ini bagian dari recharge mengisi air tanah. Diharapkan bisa men ciptakan iklim mikro jadi lebih sejuk,” ucapnya.
Zul mengungkapkan, biaya untuk pembangunan dua kolam retensi ini sekitar Rp2,3 miliar yang bersumber dari APBD. Dia berharap setelah pembangunan kolam retensi di Taman Lansia selesai, pembangun an kolam retensi di zona dua dan zona tiga yang lokasinya masih berada di kawasan Taman Jalan Cilaki ini dapat segera dibangun pada 2015.
Dian Rosadi
“Jadi secara teori, di Kota Bandung ini minimal harus ada sekitar 17 danau retensi untuk mengatasi dampak banjir. Sementara kami baru punya dua. Sehingga targetnya ada 15 lokasi lagi,” ujar Wali Kota Bandung Ridwan Kamil usai meresmikian danau retensi di Taman Lansia, Jalan Cilaki, kemarin.
Emil menuturkan, saat ini Kota Bandung baru memiliki dua danau retensi. Keberadaan dua danau retensi ini disebut-sebut dapat mengurangi debit air sebesar 7%, saat intensitas hujan di Bandung cukup tinggi. “Ini akan menjadi pengendali banjir wilayah. Jadi banyaknya danau-danau kecil, fungsinya untuk parkir air mengurangi tumpahan luapan air dari sungaisungai kecil ke jalan,” ucap Emil.
Selain memiliki fungsi ekologis, keberadaan danau retensi juga memiliki fungsi sosiologis. Dengan adanya danau retensi ini dapat menjadi ruang interaksi sebagai ruang terbuka publik. “Kalau dulu istilahnya waduk (bendungan), itu kan hanya buat parkir air aja. Nah di Bandung kami rubah konsepnya. Di danau retensi masyarakat bisa duduk-duduk. Di kolamnya sengaja dibuat berundak untuk menyesuaikan dengan level air. Kalau level airnya masih sedang orang masih bisa duduk di situ,” ujarnya.
Emil menjelaskan, pihaknya sengaja menebar puluhan ikan di dua kolam retensi. Tujuannya mengatasi jentik nyamuk yang berpotensi bekermbang biak di kolam. “Kami memang sengaja menebar ikan, untuk memakan jentik nyamuk yang mungkin berkembang biak,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Binamarga dan Pengairan Kota Bandung Iskandar Zulkarnaen mengatakan, keberadaan da nau retensi ini akan berfungsi menjadi kolam penampungan air yang berasal dari hulu. Tingginya debit air yang berasal dari hulu menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di kawasan Diponegoro dan Supratman.
“Aliran air dari Monumen Perjuangan ke Gasibu memang besar. Makanya kenapa air banyak melimpah ke Diponegoro dan Supratman, karena salurannya airnya di situ kecil. Padahal alirannya dari hulu besar sekali,” katanya. Selain untuk mereduksi banjir, keberadaan kolam retensi juga berfungsi sebagai bagian upaya untuk konservasi air.
Aliran air sungai dari Cikapayang ditahan lebih lama, diresapkan agar mengisi air tanah. “Kami menerapkan konsep ecogreen, jadi bagaimana menahan air lebih lama dan meresepkan sebanyak banyaknya. Ini bagian dari recharge mengisi air tanah. Diharapkan bisa men ciptakan iklim mikro jadi lebih sejuk,” ucapnya.
Zul mengungkapkan, biaya untuk pembangunan dua kolam retensi ini sekitar Rp2,3 miliar yang bersumber dari APBD. Dia berharap setelah pembangunan kolam retensi di Taman Lansia selesai, pembangun an kolam retensi di zona dua dan zona tiga yang lokasinya masih berada di kawasan Taman Jalan Cilaki ini dapat segera dibangun pada 2015.
Dian Rosadi
(ftr)