Ubah Cumplung Jadi Boneka Monyet, Jajal Market Online
A
A
A
BANTUL - Deretan kepala monyet nampak menggantung di sebuah rumah yang letaknya sekitar 100 meter dari kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul.
Kepala -kepala monyet yang digantung berjajar rapi tersebut tidak ada yang tahu jika ternyata dijual. Karena memang oleh pemilik rumah, kepala-kepala monyet tersebut hanya digantung begitu saja seperti sebuah hiasan rumah. Memang, sekilas kepalakepala monyet yang digantung di depan rumah Temu Wijiarsih, 35, warga Dusun Bakulan RT 01, Desa Patalan ini hanya sekadar pajangan.
Karena hanya digantung di sepanjang teras depan rumahnya. Meskipun si pemilik rumah, Temu mengaku, sebenarnya kepala-kepala monyet tersebut dijual, siapa yang menginginkan bisa membeli dengan harga Rp15.000 sampai Rp20.000. “Ini memang saya jual, tetapi hanya siapa yang mau saja,” tutur pria yang juga berprofesi sebagai tukang cukur rambut dan penjual kacamata ini.
Temu menuturkan, selain mengandalkan hidupnya dari hasil jerih payahnya menjadi tukang cukur, dia bersama rekannya, Rozi (Kojek) memang membuat kerajinan berupa kepala monyet dari kelapa tidak jadi atau di daerah Bantul sering disebut dengan cumplung.
Namun demikian, tidak setiap hari dia dan rekannya tersebut membuat kepala monyet dari cumplung. Hanya jika ada pesanan, mereka berdua baru membuatnya. Temu menuturkan, ide membuat kepala atau boneka kepala monyet dari cumplung tersebut sebenarnya berawal dari banyaknya cumplungcumplung yang berserakan di dekat rumah dan kampungnya.
Berawal dari rasa eman-eman terhadap cumplung-cumplung yang banyak berserakan tersebut, dia lantas memutar otak bagaimana agar cumplung tersebut bisa bermanfaat, syukur-syukur bisa menghasilkan uang. “Suatu saat saya buka internet, lantas melihat boneka kepala monyet tersebut. Lalu timbul ide membuat boneka kepala monyet tersebut dari cumplung,” ujarnya.
Ketika ketemu dengan rekannya Kojek yang berprofesi sebagai tukang kayu, dia lantas mengutarakan idenya tersebut. Tanpa panjang lebar, keduanya lantas mencoba membuatnya. Melalui berbagai percobaan, karena mencoba teknik yang pas untuk membuat goresan cumplung kelapa mirip dengan aslinya, akhirnya mereka berdua bisa menghasilkan boneka yang benar-benar mirip monyet.
Berbagai ekspresi monyet berhasil mereka tuangkan dalam membuat boneka ini. Beberapa kreasi dipercantik dengan menambah cat-cat pada lerung tertentu. Namun ternyata, yang paling diminati oleh pembeli adalah boneka kepala monyet yang bergaya natural atau tanpa embelembel warna. “Prosesnya sebenarnya tidak lama, per biji hanya 20 menit,” tuturnya.
Sementara itu, Kojek mengaku, untuk pemasaran memang hanya seadanya saja. Namun beberapa waktu lalu ia bersama rekannya pernah menawarkan kerajinan mereka di situs jual beli barang di internet.
Hasilnya memang ada yang sudah menanyakan kerajinan mereka tersebut. Namun sampai saat ini, belum ada yang membelinya dari toko online tersebut. “Kebanyakan dari daerah sini. Ini kan peminat khusus, jadi wajar kalau tidak banyak yang meminati,” ungkapnya.
Namun demikian, dia mengaku pernah mendapatkan pesanan cukup banyak sampai 50 biji dari anggota purna Paskibraka Kabupaten Bantul. Dia tidak mengetahui mengapa mereka membelinya dengan cukup banyak.
Dia mengaku beruntung mendapat pesanan cukup banyak, karena keuntungan yang didapat menjadi semakin banyak. Kojek mengaku modal untuk membuat kerajinan ini sebenarnya tidak begitu banyak.
Karena modal yang dia keluarkan hanya Rp1.000 untuk membeli setiap cumplung dari tetangganya. Dengan modal minim tersebut, dia mampu menjualnya berkali lipat.
Erfanto Linangkung
Kepala -kepala monyet yang digantung berjajar rapi tersebut tidak ada yang tahu jika ternyata dijual. Karena memang oleh pemilik rumah, kepala-kepala monyet tersebut hanya digantung begitu saja seperti sebuah hiasan rumah. Memang, sekilas kepalakepala monyet yang digantung di depan rumah Temu Wijiarsih, 35, warga Dusun Bakulan RT 01, Desa Patalan ini hanya sekadar pajangan.
Karena hanya digantung di sepanjang teras depan rumahnya. Meskipun si pemilik rumah, Temu mengaku, sebenarnya kepala-kepala monyet tersebut dijual, siapa yang menginginkan bisa membeli dengan harga Rp15.000 sampai Rp20.000. “Ini memang saya jual, tetapi hanya siapa yang mau saja,” tutur pria yang juga berprofesi sebagai tukang cukur rambut dan penjual kacamata ini.
Temu menuturkan, selain mengandalkan hidupnya dari hasil jerih payahnya menjadi tukang cukur, dia bersama rekannya, Rozi (Kojek) memang membuat kerajinan berupa kepala monyet dari kelapa tidak jadi atau di daerah Bantul sering disebut dengan cumplung.
Namun demikian, tidak setiap hari dia dan rekannya tersebut membuat kepala monyet dari cumplung. Hanya jika ada pesanan, mereka berdua baru membuatnya. Temu menuturkan, ide membuat kepala atau boneka kepala monyet dari cumplung tersebut sebenarnya berawal dari banyaknya cumplungcumplung yang berserakan di dekat rumah dan kampungnya.
Berawal dari rasa eman-eman terhadap cumplung-cumplung yang banyak berserakan tersebut, dia lantas memutar otak bagaimana agar cumplung tersebut bisa bermanfaat, syukur-syukur bisa menghasilkan uang. “Suatu saat saya buka internet, lantas melihat boneka kepala monyet tersebut. Lalu timbul ide membuat boneka kepala monyet tersebut dari cumplung,” ujarnya.
Ketika ketemu dengan rekannya Kojek yang berprofesi sebagai tukang kayu, dia lantas mengutarakan idenya tersebut. Tanpa panjang lebar, keduanya lantas mencoba membuatnya. Melalui berbagai percobaan, karena mencoba teknik yang pas untuk membuat goresan cumplung kelapa mirip dengan aslinya, akhirnya mereka berdua bisa menghasilkan boneka yang benar-benar mirip monyet.
Berbagai ekspresi monyet berhasil mereka tuangkan dalam membuat boneka ini. Beberapa kreasi dipercantik dengan menambah cat-cat pada lerung tertentu. Namun ternyata, yang paling diminati oleh pembeli adalah boneka kepala monyet yang bergaya natural atau tanpa embelembel warna. “Prosesnya sebenarnya tidak lama, per biji hanya 20 menit,” tuturnya.
Sementara itu, Kojek mengaku, untuk pemasaran memang hanya seadanya saja. Namun beberapa waktu lalu ia bersama rekannya pernah menawarkan kerajinan mereka di situs jual beli barang di internet.
Hasilnya memang ada yang sudah menanyakan kerajinan mereka tersebut. Namun sampai saat ini, belum ada yang membelinya dari toko online tersebut. “Kebanyakan dari daerah sini. Ini kan peminat khusus, jadi wajar kalau tidak banyak yang meminati,” ungkapnya.
Namun demikian, dia mengaku pernah mendapatkan pesanan cukup banyak sampai 50 biji dari anggota purna Paskibraka Kabupaten Bantul. Dia tidak mengetahui mengapa mereka membelinya dengan cukup banyak.
Dia mengaku beruntung mendapat pesanan cukup banyak, karena keuntungan yang didapat menjadi semakin banyak. Kojek mengaku modal untuk membuat kerajinan ini sebenarnya tidak begitu banyak.
Karena modal yang dia keluarkan hanya Rp1.000 untuk membeli setiap cumplung dari tetangganya. Dengan modal minim tersebut, dia mampu menjualnya berkali lipat.
Erfanto Linangkung
(ftr)