Dapur - Masakan Juga Mengajarkan Kebaikan
A
A
A
DI usianya yang masih muda, 21 tahun, M Tauhid Perkasa telah menyandang gelar Chef. Dia telah menjadi chef di sejumlah hotel berbintang di Palembang.
Mulai dari hotel berbintang empat hingga hotel biasa telah dirasakannya, untuk mempelajari dunia memasak profesional.
Hingga kini pria kelahiran Palembang 3 Februari 1993 ini telah memiliki nama di dunia memasak ini. Nama dan pengalaman itu tentu tak serat merta Ia dapatkan. Beragam tahapan dan proses harus dilalui. Kepada KORAN SINDO PALEMBANG, M Tauhid mengaku untuk mendalami dunia yang digelutinya saat ini, dia terpaksa menunda pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Berikut wawancara lengkapnya kepada Reporter KORAN SINDO PALEMBANG, Febria Astuti baru – baru ini.
Bagaimana awalnya menjadi chef?
Basic-nya saya bersekolah di SMK Negeri 6 Palembang jurusan tata boga. Saat ada training (pelatihan) dari sekolah, Saya ditempatkan di salah satu hotel berbintang empat yang ada di Palembang. Usai trainingternyata langsung ditawarkan untuk bekerja di sana.
Tawaran itu langsung diterima?
Sejak saat itu Saya menjalani peran baru saya sebagai seorang cook helper.Setelah beberapa waktu bekerja di hotel tersebut, saya mendapat tawaran dari hotel lain. Akhirnya tawaran tersebut saya terima. Tak lama bekerja di hotel kedua, Saya kembali mendapat tawaran untuk bekerja di hotel yang baru lagi. Hotel Amaris ini adalah hotel keempat tempat saya bekerja.
Dari catatan selalu pindah tempat bekerja?
Saya memang tertarik dengan hal-hal baru. Bagi saya itu merupakan tantangan. Selain itu, dengan berpindah hotel saya akan menjumpai segmen yang berbeda-beda. Saat memutuskan pindah dari satu hotel ke hotel yang lain, saya justru masuk ke hotel yang gradenya lebih bawah dari hotel sebelumnya. Dari awalnya bekerja di hotel berbintang empat hingga akhirnya saya bekerja di hotel –hotel lain down grade. Namun, inilah tantangan bagi saya. Banyak hal yang akhirnya saya pelajari.
Dari situ, apa yang Anda pelajari, bukannya hotel berbintang lebih baik?
Antara hotel yang satu dengan hotel yang lain memiliki kapasitas dan segmen yang berbeda. Hotel berbintang empat tentunya akan memasak menu dan variasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan hotel yang gradenya di bawah itu. Saya juga menganggap hal ini sebagai studi banding. Sebagai orang yang mengeluti dunia memasak, saya juga ingin tahu bagaimana dunia memasak pada level hotel down grade, sehingga bisa melengkapi pengalaman dan pelajaran saya.
Apakah ini juga terkait dengan posisi atau jabatan?
Hal tersebut tergantung dengan masing-masing pribadi dan juga rezekinya. Tapi, saat kita berpindah dari hotelhigh gradeke hotel yang ada di bawahnya, tentunya akan ada kenaikan jabatan. Hal semacam itu juga terjadi pada saya. Dari awalnya saya training dan menempati posisi cook helper,lalu saya berpindah ke hotel lain menjadi cook, lalu saat ini saya bisa dipercaya menjadi leadership di Hotel Amaris Palembang.
Kalau dicermati, banyak hotel yang tertarik dengan Anda. Apa kelebihan yang Anda miliki?
Perpindahan saya dari satu hotel ke hotel yang lain tentunya melalui proses. Awalnya ada teman atau kenalan dari hotel terkait yang menginformasikan bahwa ada posisi yang bisa saya tempati. Lalu sebagaimana mestinya, memasukan lamaran kerja dan melalui tahap-tahap perekrutan. Saat melalui proses semacam itu saya mencoba melakukan yang terbaik. Hingga akhirnya mereka tertarik dan merekrut saya.
Memang suka masak?
Dari kecil sering melihat ibu memasak. Sesekali saya mencoba memasak dan bereksperimen sendiri di dapur. Mungkin, ibu melihat ada bakat dalam diri saya, akhirnya beliau mengarahkan ke sekolah kejuruan. Apalagi, sebelumnya kakak saya juga bersekolah dan kuliah di bidang yang sama. Waktu itu sebetulnya saya justru menjalani sekolah di jurusan tata boga ini dengan seadanya saja. Bahkan, sedikit terpaksa. Tapi setelah dijalani, lama-lama saya menemukan passion di sini. Terlebih, setelah saya melihat dunia masak professional sekelas hotel.
Di sana (hotel) sebagian besar chef adalah laki-laki. Dengan kondisi saat ini, pastinya saya sangat senang dan bersyukur. Mungkin tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti saya. Tapi saya tidak boleh berpuas diri. Tentunya saya ini belum apa-apa dan masih perlu banyak belajar. Bagi saya memasak itu seni. Bagaimana kita ditantang untuk mengolah bahan-bahan dan rempah-rempah hingga menjadi masakan dan makanan yang enak dan lezat.
Empat tahun menggeluti dunia memasak professional, apa suka dukanya?
Ada banyak suka dukanya. Tapi mungkin lebih cenderung kepada pengalaman. Diantaranya saat awal-awal bekerja saya sering menerima complainterkait masakan yang saya sajikan. Seperti terlalu asin atau bahkan hambar. Hal lain, ketika saya dan tim harus mengahadapi tamu dalam jumlah besar. Paling terbaru saat perhelatan ASEAN University Games (UAG). Dalam kondisi seperti ini memang dituntut tim yang solid, sehingga tanggungjawab yang diberikan bisa dilaksanakan dengan baik.
Ke depan apa keinginan?
Saat ini saya berfokus dengan masakan main course (menu utama) baik masakan Indonesia, western ataupun Tiongkok. Kedepan saya ingin belajar lebih banyak menu-menu dari negaranegara Timur Tengah. Selain kaya rempah, saya juga tertantang untuk memasaknya karena hampir sama dengan masakan Indonesia. Seperti misalnya kari. Selain itu, saya juga ingin mendalami bidang pastry.
Bagaimana dengan pendidikan?
Lulus SMK sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan di sebuah akademi pariwisata di Bandung. Tapi karena saat itu sudah mendapatkan kesempatan untuk bekerja, akhirnya memutuskan untuk menunda kuliah. Sebab, saya pikir bekerja sambil terjun langsung ke lapangan lebih totalitas. Kalau di kuliah mungkin saya akan mendapatkan banyak materi. Tapi, di lapangan jauh lebih ril. Saya bisa menghadapi dapur yang sesungguhnya serta tamu-tamu dengan latar belakang yang beragam. Tapi untuk kedepan, saya tetap ingin melanjutkan kuliah.
Saat ini ada banyak stasiun televisi yang menggelar program ajang pencarian bakat di bidang memasak, tertarik untuk ikut?
Ada juga keinginan saya untuk ikut berkompetisi semacam itu. Tapi memang waktunya belum ada. Sebab, saat ini saya sedang fokus ke pekerjaaan terlebih dahulu.
Anda keinginan untuk punya usaha sendiri?
Tentunya sudah memiliki planning untuk itu. Tapi saya masih cari tempat dan link untuk kerjasama. Selain itu, saya juga harus melakukan survey segmen terkait pasar yang akan dimasuki. Apakah pasar remaja dan kawula muda atau keluarga. Saya lihat perkembangannya kuliner sangat postif. Sejumlah restoran, kafé ataupun kedai telah berani menawarkan makanan yang beragam dan segmented. Seperti steak dan pasta, makanan luar negeri seperti dari jepang, korea, western dan lain-lain. Begitupula dengan aneka snack ataupun dessert.
Apakah ada nilai-nilai yang bisa dimaknai dari balik dapur?
Tentunya ada banyak. Dapur itu sangat dekat dengan suhu panas, api dan hal-hal detail lainnya. Ada kalanya, saat sedang ramai begitu banyak tamu yang ingin dilayani dan dengan permintaan yang beragam. Maka tak jarang waitress dan petugas yang lain meminta kita untuk cepat. Kondisi semacam ini tentunya sangat menekan. Nah, inilah saatnya tantangan bagi saya untuk bisa mengontrol emosi. Kesabaran dan disiplin adalah kuncinya. Begitupula dengan ketelitian dan kehati-hatian. Nilai-nilai semacam ini tentunya dapat melatih kita untuk mejadi lebih baik.
Apakah memasak itu mudah untuk dipelajari ?
Kalau kita sudah mengenal bahan, pernah melihat cara memasak, tahu cara memotong dan lain-lain, maka saya yakin siapa pun akan bisa memasak. Memasak itu sangat mudah untuk dipelajari. Selama memang ada niat dan ketertarikan. Namun, memang untuk masakanmasakan tertentu dibutuhkan keterampilan secara khusus yang juga harus dipelajari secara khusus.
Terakhir, apa tidak ada keinginan mengeksplor masakan lokal?
Sebagai masyarakat Indonesia sudah seharusnya kita lebih banyak mengenal dan mencintai masakan Indonesia. Sebab, Indonesia memiiki kekayaaan kuliner yang beragam yang tak kalah dengan makanan luar negeri. Namun hal ini bukan berarti kita tak boleh mencoba masakan luar negeri, namun cukup sesekali dan seperlunya saja.
Mulai dari hotel berbintang empat hingga hotel biasa telah dirasakannya, untuk mempelajari dunia memasak profesional.
Hingga kini pria kelahiran Palembang 3 Februari 1993 ini telah memiliki nama di dunia memasak ini. Nama dan pengalaman itu tentu tak serat merta Ia dapatkan. Beragam tahapan dan proses harus dilalui. Kepada KORAN SINDO PALEMBANG, M Tauhid mengaku untuk mendalami dunia yang digelutinya saat ini, dia terpaksa menunda pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Berikut wawancara lengkapnya kepada Reporter KORAN SINDO PALEMBANG, Febria Astuti baru – baru ini.
Bagaimana awalnya menjadi chef?
Basic-nya saya bersekolah di SMK Negeri 6 Palembang jurusan tata boga. Saat ada training (pelatihan) dari sekolah, Saya ditempatkan di salah satu hotel berbintang empat yang ada di Palembang. Usai trainingternyata langsung ditawarkan untuk bekerja di sana.
Tawaran itu langsung diterima?
Sejak saat itu Saya menjalani peran baru saya sebagai seorang cook helper.Setelah beberapa waktu bekerja di hotel tersebut, saya mendapat tawaran dari hotel lain. Akhirnya tawaran tersebut saya terima. Tak lama bekerja di hotel kedua, Saya kembali mendapat tawaran untuk bekerja di hotel yang baru lagi. Hotel Amaris ini adalah hotel keempat tempat saya bekerja.
Dari catatan selalu pindah tempat bekerja?
Saya memang tertarik dengan hal-hal baru. Bagi saya itu merupakan tantangan. Selain itu, dengan berpindah hotel saya akan menjumpai segmen yang berbeda-beda. Saat memutuskan pindah dari satu hotel ke hotel yang lain, saya justru masuk ke hotel yang gradenya lebih bawah dari hotel sebelumnya. Dari awalnya bekerja di hotel berbintang empat hingga akhirnya saya bekerja di hotel –hotel lain down grade. Namun, inilah tantangan bagi saya. Banyak hal yang akhirnya saya pelajari.
Dari situ, apa yang Anda pelajari, bukannya hotel berbintang lebih baik?
Antara hotel yang satu dengan hotel yang lain memiliki kapasitas dan segmen yang berbeda. Hotel berbintang empat tentunya akan memasak menu dan variasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan hotel yang gradenya di bawah itu. Saya juga menganggap hal ini sebagai studi banding. Sebagai orang yang mengeluti dunia memasak, saya juga ingin tahu bagaimana dunia memasak pada level hotel down grade, sehingga bisa melengkapi pengalaman dan pelajaran saya.
Apakah ini juga terkait dengan posisi atau jabatan?
Hal tersebut tergantung dengan masing-masing pribadi dan juga rezekinya. Tapi, saat kita berpindah dari hotelhigh gradeke hotel yang ada di bawahnya, tentunya akan ada kenaikan jabatan. Hal semacam itu juga terjadi pada saya. Dari awalnya saya training dan menempati posisi cook helper,lalu saya berpindah ke hotel lain menjadi cook, lalu saat ini saya bisa dipercaya menjadi leadership di Hotel Amaris Palembang.
Kalau dicermati, banyak hotel yang tertarik dengan Anda. Apa kelebihan yang Anda miliki?
Perpindahan saya dari satu hotel ke hotel yang lain tentunya melalui proses. Awalnya ada teman atau kenalan dari hotel terkait yang menginformasikan bahwa ada posisi yang bisa saya tempati. Lalu sebagaimana mestinya, memasukan lamaran kerja dan melalui tahap-tahap perekrutan. Saat melalui proses semacam itu saya mencoba melakukan yang terbaik. Hingga akhirnya mereka tertarik dan merekrut saya.
Memang suka masak?
Dari kecil sering melihat ibu memasak. Sesekali saya mencoba memasak dan bereksperimen sendiri di dapur. Mungkin, ibu melihat ada bakat dalam diri saya, akhirnya beliau mengarahkan ke sekolah kejuruan. Apalagi, sebelumnya kakak saya juga bersekolah dan kuliah di bidang yang sama. Waktu itu sebetulnya saya justru menjalani sekolah di jurusan tata boga ini dengan seadanya saja. Bahkan, sedikit terpaksa. Tapi setelah dijalani, lama-lama saya menemukan passion di sini. Terlebih, setelah saya melihat dunia masak professional sekelas hotel.
Di sana (hotel) sebagian besar chef adalah laki-laki. Dengan kondisi saat ini, pastinya saya sangat senang dan bersyukur. Mungkin tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan seperti saya. Tapi saya tidak boleh berpuas diri. Tentunya saya ini belum apa-apa dan masih perlu banyak belajar. Bagi saya memasak itu seni. Bagaimana kita ditantang untuk mengolah bahan-bahan dan rempah-rempah hingga menjadi masakan dan makanan yang enak dan lezat.
Empat tahun menggeluti dunia memasak professional, apa suka dukanya?
Ada banyak suka dukanya. Tapi mungkin lebih cenderung kepada pengalaman. Diantaranya saat awal-awal bekerja saya sering menerima complainterkait masakan yang saya sajikan. Seperti terlalu asin atau bahkan hambar. Hal lain, ketika saya dan tim harus mengahadapi tamu dalam jumlah besar. Paling terbaru saat perhelatan ASEAN University Games (UAG). Dalam kondisi seperti ini memang dituntut tim yang solid, sehingga tanggungjawab yang diberikan bisa dilaksanakan dengan baik.
Ke depan apa keinginan?
Saat ini saya berfokus dengan masakan main course (menu utama) baik masakan Indonesia, western ataupun Tiongkok. Kedepan saya ingin belajar lebih banyak menu-menu dari negaranegara Timur Tengah. Selain kaya rempah, saya juga tertantang untuk memasaknya karena hampir sama dengan masakan Indonesia. Seperti misalnya kari. Selain itu, saya juga ingin mendalami bidang pastry.
Bagaimana dengan pendidikan?
Lulus SMK sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan di sebuah akademi pariwisata di Bandung. Tapi karena saat itu sudah mendapatkan kesempatan untuk bekerja, akhirnya memutuskan untuk menunda kuliah. Sebab, saya pikir bekerja sambil terjun langsung ke lapangan lebih totalitas. Kalau di kuliah mungkin saya akan mendapatkan banyak materi. Tapi, di lapangan jauh lebih ril. Saya bisa menghadapi dapur yang sesungguhnya serta tamu-tamu dengan latar belakang yang beragam. Tapi untuk kedepan, saya tetap ingin melanjutkan kuliah.
Saat ini ada banyak stasiun televisi yang menggelar program ajang pencarian bakat di bidang memasak, tertarik untuk ikut?
Ada juga keinginan saya untuk ikut berkompetisi semacam itu. Tapi memang waktunya belum ada. Sebab, saat ini saya sedang fokus ke pekerjaaan terlebih dahulu.
Anda keinginan untuk punya usaha sendiri?
Tentunya sudah memiliki planning untuk itu. Tapi saya masih cari tempat dan link untuk kerjasama. Selain itu, saya juga harus melakukan survey segmen terkait pasar yang akan dimasuki. Apakah pasar remaja dan kawula muda atau keluarga. Saya lihat perkembangannya kuliner sangat postif. Sejumlah restoran, kafé ataupun kedai telah berani menawarkan makanan yang beragam dan segmented. Seperti steak dan pasta, makanan luar negeri seperti dari jepang, korea, western dan lain-lain. Begitupula dengan aneka snack ataupun dessert.
Apakah ada nilai-nilai yang bisa dimaknai dari balik dapur?
Tentunya ada banyak. Dapur itu sangat dekat dengan suhu panas, api dan hal-hal detail lainnya. Ada kalanya, saat sedang ramai begitu banyak tamu yang ingin dilayani dan dengan permintaan yang beragam. Maka tak jarang waitress dan petugas yang lain meminta kita untuk cepat. Kondisi semacam ini tentunya sangat menekan. Nah, inilah saatnya tantangan bagi saya untuk bisa mengontrol emosi. Kesabaran dan disiplin adalah kuncinya. Begitupula dengan ketelitian dan kehati-hatian. Nilai-nilai semacam ini tentunya dapat melatih kita untuk mejadi lebih baik.
Apakah memasak itu mudah untuk dipelajari ?
Kalau kita sudah mengenal bahan, pernah melihat cara memasak, tahu cara memotong dan lain-lain, maka saya yakin siapa pun akan bisa memasak. Memasak itu sangat mudah untuk dipelajari. Selama memang ada niat dan ketertarikan. Namun, memang untuk masakanmasakan tertentu dibutuhkan keterampilan secara khusus yang juga harus dipelajari secara khusus.
Terakhir, apa tidak ada keinginan mengeksplor masakan lokal?
Sebagai masyarakat Indonesia sudah seharusnya kita lebih banyak mengenal dan mencintai masakan Indonesia. Sebab, Indonesia memiiki kekayaaan kuliner yang beragam yang tak kalah dengan makanan luar negeri. Namun hal ini bukan berarti kita tak boleh mencoba masakan luar negeri, namun cukup sesekali dan seperlunya saja.
(ars)