Tiga Jembatan Bahayakan Wisatawan
A
A
A
YOGYAKARTA - Pada musim liburan akhir tahun ini, arus lalu lintas di pintu masuk dan keluar Kota Yogyakarta sangat tinggi.
Pengguna jalan maupun wisatawan pun diminta waspada saat melintasi tiga jembatan di pintu masuk dan keluar Kota Gudeg. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) DIY mencatat ketiga jembatan tersebut termasuk kategori berusia tua. Di sisi lain, ketiganya menjadi jalur utama sehingga intensitas kendaraan yang melintasi ketiga jem batan tergolong tinggi.
Kepala Dishubkominfo DIY Budi Antono mengungkapkan, ketiga jembatan yang patut diwaspadai adalah Jembatan Pelem Gurih di Gamping (Sleman), flyover Janti di Depok (Sle man), dan Jembatan Srandakan (Bantul). "Rekayasa arus lalu lintas sudah dilakukan di tiga jembatan itu," ucap Anton, sapaan akrab Budi Antono, kemarin.
Anton mengungkapkan, di Jembatan Pelem Gurih rekayasa yang dilakukan adalah menggeser lampu merah. Awalnya lampu merah dipasang setelah jembatan, tapi kemudian dipindah menjadi sebelum jembatan. "Dulu saat lampu merah, antrean kendaraan yang berhenti bisa sampai tepat di atas jembatan. Ini membahayakan karena bebannya berat bahkan jembatan ikut goyang," katanya.
Dengan memindah lampu merah sebelum jembatan, maka antrean panjang kendaraan yang berhenti tidak di atas jembatan. "Ini lebih aman," katanya. Menurut Anton, kondisi Jem batan Pelem Gurih sudah terasa saat pengalihan jalur Comal di Pemalang, Jateng, pada pertengahan tahun lalu. Namun perbaikan konstruksi belum bisa dilakukan sehingga rekayasa lalu lintas menjadi solusi yang bisa dilakukan.
Jembatan Pelem Gurih merupakan salah satu pintu masuk ke Kota Yogyakarta dari arah barat. Sedangkan pintu keluar Kota Yogyakarta yang harus diwaspadai adalah flyover Janti. Anton menambahkan, untuk flyover Janti, langkah yang dilakukan adalah menerapkan sistem flashing di lampu merah Babarsari. Lampu merahnya hanya menyala kuning untuk seluruh kendaraan yang turun dari flyover Janti. Sehingga tidak ada penghentian kendaraan di sana.
Dia me nambahkan jika lampu merah difungsikan, maka berisiko membentuk antrean kendaraan berat sampai bagian atas flyover. "Kendaraan bertonase berat kalau berhenti di atas jembatan, maka beban yang disangga terlalu berat. Ini membahayakan," kata Anton. Kendaraan yang keluar dari Kota Yog yakarta saat melintasi flyover Janti langsung jalan ke timur, meski ada lampu merah di pertigaan Babarsari. "Jalan terus, karena itu nyala lampu (traffic light) kuning," kata Anton.
Sedangkan untuk Jembatan Srandakan, Dishubkominfo DIY tidak mengizinkan kendaraan bertonase berat melintasinya. Alasannya konstruksi jembatan sudah tua sehingga berisiko tinggi jika dilintasi. Apalagi sampai beriring-iringan.
Sementara itu, puncak kunjungan wisatawan di Yogyakarta terjadi kemarin. Sepanjang Jalan Malioboro dipadati ribuan pengunjung. Hal itu terlihat dari sejumlah pusat perbelanjaan yang diserbu wisatawan. Tak heran, halaman DPRD DIY terpaksa difungsikan sebagai lahan parkir. Area di halaman Kantor Dinas Pariwisata DIY juga digunakan untuk menampung kendaraan milik wisatawan. "Mobil diarahkan parkir di halaman Dewan atau Dinas Pariwisata ," kata juru parkir Wiwid.
Dia menilai jumlah wisatawan jauh lebih banyak dibanding hari sebelumnya . "Ini mungkin puncaknya," ujarnya. Beruntung kemarin merupakan hari cuti bersama, sehingga perkantoran libur. Halaman DPRD DIY dan Dinas Pariwisata yang berada di ruas Malioboro bisa difungsikan sebagai lahan parkir.
PKL Liar Nol Kilometer
Pemandangan kurang mengenakan terpampang di kawan Titik Nol Kilometer. Di sini banyak pedagang kaki lima alias PKL yang menjajakan dagangannya. Padahal di lokasi tersebut sudah dipasang pengumuman larangan berjualan. Sayangnya, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta terkesan melunak terhadap kegiatan PKL di Titik Nol Kilometer.
Kepala Dintib Kota Yogyakarta Nur widi Hartana masih enggan mengambil tindakan tegas. Dia beralasan penertiban tetap akan dilakukan hanya disesuaikan dengan kondisi. "Nanti tetap akan kami tertibkan, hanya waktunya nanti situasional," ucap Nurwidi, kemarin. Menurut Nurwidi, pihaknya terkesan melunak untuk menertibkan PKL liar Titik Nol Kilometer karena tak ingin mengganggu kenyamanan wisatawan yang menghabiskan masa li buran di Yogyakarta.
Tindakan tegas dengan penertiban besar- besaran akan menimbulkan perlawanan dan membuat wisatawan tidak nyaman. Karena itu, Dintib memilih mengedepankan tindakan persuasif. Salah satunya dengan mengimbau kepada PKL untuk menjaga agar keamanan dan kenyamanan wisatawan tidak terganggu keberadaan mereka. "Prinsipnya di Titik Nol Kilometer tetap tidak diperbolehkan ber jualan," katanya.
Untuk memastikan situasi tetap aman, Dintib terus melakukan patroli rutin. Dalam sehari pihaknya melakukan patroli minimal empat kali di kawasan Malioboro dan Titik Nol Kilometer. Jumlah ini dianggap cukup ideal untuk saat ini karena sesuai dengan ketersediaan petugas.
Menambah frekuensi patroli jelas sangat tidak memungkinkan karena jumlah personel Dintib sangat terbatas. Apalagi personelnya juga harus membantu pengamanan di titik-titik lain. Seperti untuk pengamanan Sekaten juga pos pengamanan selama Natal dan Tahun Baru. Apriana, 28, wisatawan asal Jawa Tengah mengatakan, mengisi waktu liburan dengan berwisata di Yogyakarta, khususnya kawasan Malioboro.
Menurut dia, sejauh ini keberadaan PKL belum mengganggu walaupun situasi di kawasan itu terlihat lebih semrawut . “Memang agak kurang rapi, tapi belum terlalu mengganggu,” ucapnya.
Ridwan Anshori/Sodik
Pengguna jalan maupun wisatawan pun diminta waspada saat melintasi tiga jembatan di pintu masuk dan keluar Kota Gudeg. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) DIY mencatat ketiga jembatan tersebut termasuk kategori berusia tua. Di sisi lain, ketiganya menjadi jalur utama sehingga intensitas kendaraan yang melintasi ketiga jem batan tergolong tinggi.
Kepala Dishubkominfo DIY Budi Antono mengungkapkan, ketiga jembatan yang patut diwaspadai adalah Jembatan Pelem Gurih di Gamping (Sleman), flyover Janti di Depok (Sle man), dan Jembatan Srandakan (Bantul). "Rekayasa arus lalu lintas sudah dilakukan di tiga jembatan itu," ucap Anton, sapaan akrab Budi Antono, kemarin.
Anton mengungkapkan, di Jembatan Pelem Gurih rekayasa yang dilakukan adalah menggeser lampu merah. Awalnya lampu merah dipasang setelah jembatan, tapi kemudian dipindah menjadi sebelum jembatan. "Dulu saat lampu merah, antrean kendaraan yang berhenti bisa sampai tepat di atas jembatan. Ini membahayakan karena bebannya berat bahkan jembatan ikut goyang," katanya.
Dengan memindah lampu merah sebelum jembatan, maka antrean panjang kendaraan yang berhenti tidak di atas jembatan. "Ini lebih aman," katanya. Menurut Anton, kondisi Jem batan Pelem Gurih sudah terasa saat pengalihan jalur Comal di Pemalang, Jateng, pada pertengahan tahun lalu. Namun perbaikan konstruksi belum bisa dilakukan sehingga rekayasa lalu lintas menjadi solusi yang bisa dilakukan.
Jembatan Pelem Gurih merupakan salah satu pintu masuk ke Kota Yogyakarta dari arah barat. Sedangkan pintu keluar Kota Yogyakarta yang harus diwaspadai adalah flyover Janti. Anton menambahkan, untuk flyover Janti, langkah yang dilakukan adalah menerapkan sistem flashing di lampu merah Babarsari. Lampu merahnya hanya menyala kuning untuk seluruh kendaraan yang turun dari flyover Janti. Sehingga tidak ada penghentian kendaraan di sana.
Dia me nambahkan jika lampu merah difungsikan, maka berisiko membentuk antrean kendaraan berat sampai bagian atas flyover. "Kendaraan bertonase berat kalau berhenti di atas jembatan, maka beban yang disangga terlalu berat. Ini membahayakan," kata Anton. Kendaraan yang keluar dari Kota Yog yakarta saat melintasi flyover Janti langsung jalan ke timur, meski ada lampu merah di pertigaan Babarsari. "Jalan terus, karena itu nyala lampu (traffic light) kuning," kata Anton.
Sedangkan untuk Jembatan Srandakan, Dishubkominfo DIY tidak mengizinkan kendaraan bertonase berat melintasinya. Alasannya konstruksi jembatan sudah tua sehingga berisiko tinggi jika dilintasi. Apalagi sampai beriring-iringan.
Sementara itu, puncak kunjungan wisatawan di Yogyakarta terjadi kemarin. Sepanjang Jalan Malioboro dipadati ribuan pengunjung. Hal itu terlihat dari sejumlah pusat perbelanjaan yang diserbu wisatawan. Tak heran, halaman DPRD DIY terpaksa difungsikan sebagai lahan parkir. Area di halaman Kantor Dinas Pariwisata DIY juga digunakan untuk menampung kendaraan milik wisatawan. "Mobil diarahkan parkir di halaman Dewan atau Dinas Pariwisata ," kata juru parkir Wiwid.
Dia menilai jumlah wisatawan jauh lebih banyak dibanding hari sebelumnya . "Ini mungkin puncaknya," ujarnya. Beruntung kemarin merupakan hari cuti bersama, sehingga perkantoran libur. Halaman DPRD DIY dan Dinas Pariwisata yang berada di ruas Malioboro bisa difungsikan sebagai lahan parkir.
PKL Liar Nol Kilometer
Pemandangan kurang mengenakan terpampang di kawan Titik Nol Kilometer. Di sini banyak pedagang kaki lima alias PKL yang menjajakan dagangannya. Padahal di lokasi tersebut sudah dipasang pengumuman larangan berjualan. Sayangnya, Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta terkesan melunak terhadap kegiatan PKL di Titik Nol Kilometer.
Kepala Dintib Kota Yogyakarta Nur widi Hartana masih enggan mengambil tindakan tegas. Dia beralasan penertiban tetap akan dilakukan hanya disesuaikan dengan kondisi. "Nanti tetap akan kami tertibkan, hanya waktunya nanti situasional," ucap Nurwidi, kemarin. Menurut Nurwidi, pihaknya terkesan melunak untuk menertibkan PKL liar Titik Nol Kilometer karena tak ingin mengganggu kenyamanan wisatawan yang menghabiskan masa li buran di Yogyakarta.
Tindakan tegas dengan penertiban besar- besaran akan menimbulkan perlawanan dan membuat wisatawan tidak nyaman. Karena itu, Dintib memilih mengedepankan tindakan persuasif. Salah satunya dengan mengimbau kepada PKL untuk menjaga agar keamanan dan kenyamanan wisatawan tidak terganggu keberadaan mereka. "Prinsipnya di Titik Nol Kilometer tetap tidak diperbolehkan ber jualan," katanya.
Untuk memastikan situasi tetap aman, Dintib terus melakukan patroli rutin. Dalam sehari pihaknya melakukan patroli minimal empat kali di kawasan Malioboro dan Titik Nol Kilometer. Jumlah ini dianggap cukup ideal untuk saat ini karena sesuai dengan ketersediaan petugas.
Menambah frekuensi patroli jelas sangat tidak memungkinkan karena jumlah personel Dintib sangat terbatas. Apalagi personelnya juga harus membantu pengamanan di titik-titik lain. Seperti untuk pengamanan Sekaten juga pos pengamanan selama Natal dan Tahun Baru. Apriana, 28, wisatawan asal Jawa Tengah mengatakan, mengisi waktu liburan dengan berwisata di Yogyakarta, khususnya kawasan Malioboro.
Menurut dia, sejauh ini keberadaan PKL belum mengganggu walaupun situasi di kawasan itu terlihat lebih semrawut . “Memang agak kurang rapi, tapi belum terlalu mengganggu,” ucapnya.
Ridwan Anshori/Sodik
(ftr)