Abdul Hadi Didakwa Gelapkan Rp14 M
A
A
A
MEDAN - Abdul Hadi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan peralatan farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU) akhirnya didudukkan di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Medan, Senin (22/12).
Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen mendakwa Abdul Hadi telah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp14 miliar. Korupsi tersebut dilakukan Abdul Hadi ketika USU menerima anggaran dari APBN tahun 2010 senilai Rp25 miliar untuk pengadaan peralatan farmasi.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, dijelaskan setelah USU menerima anggaran Rp25 miliar untuk proyek tersebut, rektor USU saat itu langsung mengangkat Abdul Hadi sebagai PPK. Kemudian langsung dilakukan tender proyek yang diikuti 30 perusahaan. “Namun, hanya sembilan perusahaan yang mengajukan penawaran," kata Netty di hadapan majelis hakim yang diketuai Agus Setiawan di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (22/12).
JPU menjelaskan, ketika masih dalam proses tender, terdakwa Abdul Hadi pernah bertemu Muhammad Nazaruddin yang saat itu menjabat bendahara umum Partai Demokrat, di USU. Ketika itu perusahaan Nazaruddin, yakni PT Anugerah Nusantara, Permai Group, juga ikut tender dalam proyek itu. Pertemuan tersebut untuk menentukan siapa pemenang tender.
"Pertemuan ini bukan hanya berlangsung sekali saja, terdakwa Abdul Hadi juga pernah datang ke PT Anugerah Nusantara, Permai Group, di Jakarta Selatan. Mereka juga beberapa kali melakukan pertemuan di Medan, selain di USU," ungkap JPU dari Kejati Sumut ini.
Pertemuan itu, lanjut JPU, kemudian dilanjutkan Rossi Christina Manullang, dari PT Anugerah Nusantara, yang merupakan pegawai Nazaruddin. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya Rossi Christina Manullang menyatakan bersedia mendatangkan alat-alat farmasi tersebut dari luar negeri dan saat itu juga ditentukan harga perkiraan sementara (HPS) dan ditandatangani Abdul Hadi.
"Setelah barang-barang tersebut didatangkan, ternyata ada beberapa yang tidak sesuai spesifikasi, tetapi oleh terdakwa Abdul Hadi menyarankan agar diterima saja oleh pengelola laboratorium farmasi USU.
Saat itu, terdakwa Abdul Hadi mengatakan "terima saja, itu hanya formalitas saja untuk pencairan anggaran saja". Selain itu, juga ditemukan adanya perbedaan harga," kata JPU. Akibat perbuatan terdakwa pada proyek pengadaan alatalat farmasi ini, lanjut JPU, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp7.116.436.425 sesuai hasil audit BPK.
Bukan hanya itu, Abdul Hadi diduga juga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi lanjutan di Fakultas Farmasi USU tahun 2010. Ketika itu, proyek tersebut dikerjakan PT Sean Hulbert Jaya dengan nilai anggaran Rp14.770.184.000.
Pada proyek ini, ditemukan indikasi korupsi dengan kerugian negara Rp7.308.200.921. Jadi, total dugaan kerugian negara yang dilakukan terdakwa Abdul Hadi mencapai Rp14 miliar dari kedua proyek tersebut. Menanggapi dakwaan JPU tersebut, terdakwa Abdul Hadi pun menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi (keberatan).
Pria yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) ini meminta agar persidangan dilanjutkan saja ke materi pokok perkara. "Saya tidak mengajukan eksepsi majelis, dilanjutkan saja dengan pemeriksaan para saksi," tandasnya.
Panggabean Hasibuan
Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Netty Silaen mendakwa Abdul Hadi telah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp14 miliar. Korupsi tersebut dilakukan Abdul Hadi ketika USU menerima anggaran dari APBN tahun 2010 senilai Rp25 miliar untuk pengadaan peralatan farmasi.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU, dijelaskan setelah USU menerima anggaran Rp25 miliar untuk proyek tersebut, rektor USU saat itu langsung mengangkat Abdul Hadi sebagai PPK. Kemudian langsung dilakukan tender proyek yang diikuti 30 perusahaan. “Namun, hanya sembilan perusahaan yang mengajukan penawaran," kata Netty di hadapan majelis hakim yang diketuai Agus Setiawan di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (22/12).
JPU menjelaskan, ketika masih dalam proses tender, terdakwa Abdul Hadi pernah bertemu Muhammad Nazaruddin yang saat itu menjabat bendahara umum Partai Demokrat, di USU. Ketika itu perusahaan Nazaruddin, yakni PT Anugerah Nusantara, Permai Group, juga ikut tender dalam proyek itu. Pertemuan tersebut untuk menentukan siapa pemenang tender.
"Pertemuan ini bukan hanya berlangsung sekali saja, terdakwa Abdul Hadi juga pernah datang ke PT Anugerah Nusantara, Permai Group, di Jakarta Selatan. Mereka juga beberapa kali melakukan pertemuan di Medan, selain di USU," ungkap JPU dari Kejati Sumut ini.
Pertemuan itu, lanjut JPU, kemudian dilanjutkan Rossi Christina Manullang, dari PT Anugerah Nusantara, yang merupakan pegawai Nazaruddin. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya Rossi Christina Manullang menyatakan bersedia mendatangkan alat-alat farmasi tersebut dari luar negeri dan saat itu juga ditentukan harga perkiraan sementara (HPS) dan ditandatangani Abdul Hadi.
"Setelah barang-barang tersebut didatangkan, ternyata ada beberapa yang tidak sesuai spesifikasi, tetapi oleh terdakwa Abdul Hadi menyarankan agar diterima saja oleh pengelola laboratorium farmasi USU.
Saat itu, terdakwa Abdul Hadi mengatakan "terima saja, itu hanya formalitas saja untuk pencairan anggaran saja". Selain itu, juga ditemukan adanya perbedaan harga," kata JPU. Akibat perbuatan terdakwa pada proyek pengadaan alatalat farmasi ini, lanjut JPU, ditemukan adanya kerugian negara sebesar Rp7.116.436.425 sesuai hasil audit BPK.
Bukan hanya itu, Abdul Hadi diduga juga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan peralatan farmasi lanjutan di Fakultas Farmasi USU tahun 2010. Ketika itu, proyek tersebut dikerjakan PT Sean Hulbert Jaya dengan nilai anggaran Rp14.770.184.000.
Pada proyek ini, ditemukan indikasi korupsi dengan kerugian negara Rp7.308.200.921. Jadi, total dugaan kerugian negara yang dilakukan terdakwa Abdul Hadi mencapai Rp14 miliar dari kedua proyek tersebut. Menanggapi dakwaan JPU tersebut, terdakwa Abdul Hadi pun menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi (keberatan).
Pria yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) ini meminta agar persidangan dilanjutkan saja ke materi pokok perkara. "Saya tidak mengajukan eksepsi majelis, dilanjutkan saja dengan pemeriksaan para saksi," tandasnya.
Panggabean Hasibuan
(ftr)