Wolbachia Si Pelumpuh Dengue

Senin, 22 Desember 2014 - 10:14 WIB
Wolbachia Si Pelumpuh Dengue
Wolbachia Si Pelumpuh Dengue
A A A
YOGYAKARTA - Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi penyakit menular berbahaya di Indonesia. Baru- baru ini, Tim Peneliti Eliminate Dengeu Project (EDP) UGM berhasil mengembangkan bakteri Wolbachia untuk mengurangi penularan virus Demam DBD di Indonesia.

Pertengahan Januari 2014, Tim EDP memutuskan melepas jentik nyamuk yang sudah disuntik bakteri Wolbachia. Meski sempat ada penolakan dari warga Dusun Karangtengah, Nogotirto, Gam ping, Sleman, Tim EDP tetap melanjutkan penelitian ini.

Daerah pelepasan dipindah. Warga Dusun Karangtengah yang menolak ak hirnya tidak jadi dijadikan lokasi penelitian ini. Tim EDP memindahkan pe lepasan telur nyamuk ber- Wolbachia ke Dusun Ponowaren dan sebagian wilayah Karang Tengah di Desa Nogotirto, empat dusun di Desa Kalitirto, dan empat dusun di Desa Trihanggo Sleman.

Selang beberapa bulan, Tim EDP mendapat kabar bahagia. Populasi nya muk aedes aegypti ber-Wolbachia mendominasi lingkungan di wilayah ini. Artinya, nyamuk penyebab DBD ini sudah tidak akan menularkan penyakit DBD ke warga. Sukses ini kemudian dilanjutkan ke wilayah lain.

Pada 8 Desember 2014, Dusun Jomblangan RT 9, Desa Banguntapan, Bantul didaulat menjadi wilayah pelepasan nyamuk ber-Wolbachia. Wakil Gubernur DIY, Sri Paduka Paku Alam IX, didaulat melepaskan telur nyamuk di rumah salah satu warga.

Bakteri Wolbachia adalah bakteri alami yang banyak ditemukan pada 60% spesies serangga yang umum di Indonesia seperti lalat buah, ngengat, kupu-kupu dan capung , bahkan di dalam tubuh Aedes albopictus yang masih berkerabat dengan nyamuk aedes aegypti.

Peneliti utama Tim EGP, Riris Andono, mengatakan, Wolbachia ini terbukti mampu menepis virus Dengue yang biasanya menjadi penyebab penyakit demam berdarah. Riris mengungkapkan, Wolbachia merupakan bakteri alami dan ditemukan di 60 % jenis serangga .

Dengan adanya bakteri ini, duplikasi virus dengue akan diblok. Sebab, Wolbachia memiliki kemampuan menahan replikasi dari virus dengue tersebut. Metode penyebaran Wolbachia melalui telur nyamuk aedes aegypti yang diletakkan dalam ember berisi air dan makanan nyamuk dan kemudian dititipkan di pekarangan rumah penduduk selama kurang lebih 14 hari.

Dalam kurun waktu 14 hari, telur diharapkan menetas menjadi nyamuk ber- Wolbachia. “Dengan Wolbachia, virus dengue tidak mampu berkembang di dalam tubuhnya, yang pada gilirannya mampu mengurangi penularan virus dengue pada manusia," katanya.

Riris mengatakan, metode penetasan telur dilakukan untuk mengantisipasi pelepasan nyamuk aedes aegypti ber- Wolbachia pada skala luas, metode ini lebih praktis dan memung kin kan bag i nyamuk aedes aegypti ber- Wolbachia berkembang baik di wilayah penyebaran.

Rencananya , penyebaran akan dilakukan selama kurang lebih 20 kali sampai Wolbachia berkembang dan bertahan di wilayah penyebaran. "Dengan metode ini diharapkan dapat mencegah wabah dengue secara alami, aman dan berkelanjutan," ujarnya. Telur-telur yang sebelumnya sudah disuntik bakteri Wolbachia diharapkan bisa menetas jadi nyamuk.

Nyamuk ber-Wolbachia tersebut akan kawin dengan nyamuk aedes aegy pti. Secara otomatis bakteri Wolbachia akan masuk ke tubuh nyamuk aedes aegypti tersebut. Bakteri tersebut akan terus menyebar dan menular ke nyamuk yang lain.

Dengan demikian akan semakin banyak nyamuk aedes aegypti yang 'terserang' bakteri Wolbachia. Dengan dominasi nyamuk ber- Wolbachia, populasi virus dengue perlahan akan berkurang. "Sampai kapan nyamuk ini men dominasi, kami belum bisa men datanya," ujarnya.

Dengan menyebar semakin banyak nyamuk ber- Wolbachia, maka gerakan memberantas demam berdarah secara alami bisa semakin masif. Pelepasan tersebut sebenarnya sudah pernah dilakukan di Kabupaten Sleman dan hasilnya menggembirakan. Meski masih ada penduduk yang diserang DBD, hal tersebut bukan merupakan kegagalan.

Sebab, setelah diteliti ternyata pasien tersebut kena DBD dari luar daerah pelepasan nyamuk ber- Wolbachia. "Nyamuk ini biasa, tak ada perbedaan dengan nyamuk aedes aegypti. Hanya saja virus dengunya sudah berhasil ditekan. Jika menggigit manusia tidak akan mengakibatkan DBD," tuturnya.

T im Peneliti EDP Yogyakarta, Bekti Andari, mengatakan, bakteri Wolbachia juga memperpendek umur nyamuk aedes aegypti sehingga kemampuan nyamuk untuk menularkan virus semakin pendek. “Teknologi ini berbeda dengan pendekatan pemberantasan nyamuk yang selama ini ada, karena teknologi ini fokusnya untuk melawan virus dengue secara langsung,” ujarnya.

Mengenai efek samping , Bekti menegaskan jika bakteri Wolbachia telah terbukti aman tak hanya bagi manusia, tapi juga hewan dan tumbuhan. Penularan Wolbachia terbukti hanya berlaku pada serangga saja . Meskipun nyamuk bisa menggigit manusia, sangat kecil kemungkinan nyamuk bisa menularkan Wolbachia ke manusia lewat gigitannya.

"Hal ini dikarenakan diameter Wolbachia melebihi dari probosis, atau bag ian dari mulut nyamuk untuk menghisap darah dan menembus kulit manusia . Jadi tidak mungkin menular, apalagi Wolbachia tidak bisa hidup di sel mamalia,” ucapnya.

Hasil penelitian sendiri sampai saat ini menurut Bekti sangat menggembirakan. Diketahui, sebagian besar nyamuk yang mengandung Wolbachia tersebut kawin dengan nyamuk biasa. Jika digambarkan dengan angka, rata-rata ada delapan dari sepuluh nyamuk di lokasi penelitian telah ber-Wolbachia. Jadi, bisa dipastikan Wolbachia diturunkan dari induk betina ke generasi selanjutnya.

"Tapi pengamatan tidak berhenti sampai di sini. Rencananya penelitian ini masih akan ka mi lanjutkan hing ga akhir 2015," ucapnya. Terkait respons masyarakat, Bekti menuturkan, mendapat dukungan penuh dari masyarakat lokasi pelepasan maupun masyarakat yang ada di sekitarnya.

Meski sempat menghad api penolakan pada pelepasan pertama di Kabupaten Sleman, dia dan tim menyadari jika mereka memang kurang melakukan sosialisasi. "Pengalaman penolakan dulu tentu jadi pelajaran bagi kami. Karenanya , pada pelepasan di Bantul, kami lakukan sosialisasi sesering mungkin, sekaligus menggandeng pihak pemerintah daerah. Kami bersyukur semua berjalan lancar bahkan masyarakat mendukung penuh," ungkapnya .

Pencegahan DBD dengan metode Wolbachia ini ternyata tidak hanya dilakukan di Indonesia. Australia termasuk salah satu negara yang cukup baik menerapkannya. Untuk negara sesama ASE AN sendiri ada Vietnam.

Brasil dan Kolombia juga masuk dalam daftar negara lain yang telah menerapkan metode penanganan DBD dengan bakteri Wolbachia .

Erfanto Linangkung/ Ratih Keswara
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5227 seconds (0.1#10.140)