Ini Rumah Saya, Kalau Rusak Mau Tinggal di Mana?
A
A
A
Gunung Prau dengan ketinggian 2.565 meter di atas permukaan laut (mdpl) sering menjadi lokasi pendakian para pencinta alam dan merupakan bagian penting bagi wilayah di sekelilingnya. Terutama dalam menjaga ketersediaan pasokan air. Trak pelak kelestarian hutan dan vegetasi lereng Gunung Prau menjadi begitu penting.
Sosok yang berperan penting dalam pelestarian hutan Gunung Prau di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal adalah Basri. Kakek berusia 60 tahun itu mendedikasikan hidupnya demi terjaganya hutan di Gunung Prau.
Pria yang akrab disapa Mbah Basri itu rela tinggal di sebuah gedung bekas sekolah dasar (SD) di Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo demi memelihara gunung yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Wonosobo. Baginya, Gunung Prau layaknya rumah sendiri. Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Mbah Basri:
Apa yang membuat Anda begitu peduli terhadap kelestarian Gunung Prau?
Gunung Prau itu sudah seperti rumah saya sendiri. Saya lahir di lereng gunung ini. Jadi, saya tidak bisa membayangkan jika Gunung Prau ini menjadi gundul atau rusak. Kalau seperti itu lalu saya tinggal di mana? Banyak bencana yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan di daerah lain, dan saya tidak mau itu terjadi di sini. Untuk itu, saya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan.
Melestarikan lingkungan dengan cara yang sederhana, yakni menanam pohon sekaligus menjaganya. Keberadaan Gunung Prau ini juga menjadi sumber air bagi wilayah bawah di Kabupaten Kendal. Nah, kalau rusak atau gundul, sumber air akan mampet, atau malah juga membahayakan bagi penduduk yang ada di wilayah bawah.
Bagaimana cara Anda dalam melestarikan alam di kawasan Gunung Prau?
Dengan menjaga dan tidak merusak alam. Selain itu, saya tanami lahan-lahan yang kosong dengan tanaman atau pohon supaya rimbun dan serapan air cukup. Selanjutnya, saya keliling melihat perkembangan tanaman tersebut setiap hari.
Dari mana bibit pohon yang ditanam itu?
Saya mengelola sendiri pembibitan tanaman. Tanaman atau pohon yang masih kecil saya rumat (pelihara) dengan baik, setelah ukurannya dirasa sudah cukup, saya pindahkan ke lahan yang membutuhkan tanaman. Selain itu, saya juga bekerja sama dengan para pencinta alam yang hendak muncak di Gunung Prau dengan cara meminta kepada mereka untuk menanam bibit tanaman atau pohon di sepanjang jalan menuju puncak.
Sejak kapan Anda melakukan upaya reboisasi?
Saya mulai fokus memelihara kelestarian Gunung Prau sekitar 20 tahun yang lalu, tapi tepatnya saya lupa. Saat itu saya merasa bahwa Gunung Prau harus diperhatikan keberadaannya. Maksudnya, bukan hanya dilihat keindahannya, tapi juga dirawat. Apalagi saya asli orang sini.
Berapa luas lahan yang sudah Anda tanami pohon?
Sampai saat ini sudah sekitar 5 hektare. Lahan yang sudah ditanami pohon itu saya rawat tiap hari. Mulai dari pukul 07.00 WIB, saya mengontrol dan merawat biasanya sampai pukul 17.00 WIB. Pohon yang ditanam dan tumbuh beragam.
Apa respons pemerintah dan warga terhadap tindakan Anda?
Saya tidak pernah berpikir macam-macam, yang saya pikirkan itu sumber air di Gunung Prau sangat vital bagi kehidupan warga di sekitar lereng gunung. Jika tidak dijaga dan dipelihara akan berdampak pada kebutuhan air bersih bagi warga. Saya tidak pernah memaksa orang untuk ikut seperti saya. Kalau memang ini baik, semestinya orang-orang bisa sadar untuk melestarikan lingkungan. Jadi, apa pun responsnya, saya tetap memelihara Gunung Prau.
Apa kendala yang Anda hadapi selama ini?
Prinsipnya, saya ikhlas melakukan ini. Tapi kalau memang harus dikatakan kendala, ya barangkali adanya beberapa oknum masyarakat yang masih belum sadar terhadap alam. Saya masih menemui adanya pembalakan liar yang mengakibatkan kerusakan hutan. Mereka belum sadar akan pentingnya kelestarian hutan bagi kehidupan. Saya tidak takut. Pelaku pembalakan yang ketahuan langsung saya beri peringatan atau paling saya bawa ke balai desa.
Apa harapan Anda agar hutan dan ekosistem di dalamnya tetap terjaga kelestariannya?
Saya ingin semua orang bisa sadar akan pentingnya menjaga alam. Bukan hanya di Gunung Prau, tapi juga di tempat-tempat lain. Bumi ini adalah tempat kita hidup, mestinya harus dijaga kalau memang kita benar mau hidup. Jangan malah dirusak. Hutan lestari itu bisa menjadi warisan bagi anak cucu dan generasi mendatang.
Sosok yang berperan penting dalam pelestarian hutan Gunung Prau di Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal adalah Basri. Kakek berusia 60 tahun itu mendedikasikan hidupnya demi terjaganya hutan di Gunung Prau.
Pria yang akrab disapa Mbah Basri itu rela tinggal di sebuah gedung bekas sekolah dasar (SD) di Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo demi memelihara gunung yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Kendal dengan Kabupaten Wonosobo. Baginya, Gunung Prau layaknya rumah sendiri. Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Mbah Basri:
Apa yang membuat Anda begitu peduli terhadap kelestarian Gunung Prau?
Gunung Prau itu sudah seperti rumah saya sendiri. Saya lahir di lereng gunung ini. Jadi, saya tidak bisa membayangkan jika Gunung Prau ini menjadi gundul atau rusak. Kalau seperti itu lalu saya tinggal di mana? Banyak bencana yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan di daerah lain, dan saya tidak mau itu terjadi di sini. Untuk itu, saya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan.
Melestarikan lingkungan dengan cara yang sederhana, yakni menanam pohon sekaligus menjaganya. Keberadaan Gunung Prau ini juga menjadi sumber air bagi wilayah bawah di Kabupaten Kendal. Nah, kalau rusak atau gundul, sumber air akan mampet, atau malah juga membahayakan bagi penduduk yang ada di wilayah bawah.
Bagaimana cara Anda dalam melestarikan alam di kawasan Gunung Prau?
Dengan menjaga dan tidak merusak alam. Selain itu, saya tanami lahan-lahan yang kosong dengan tanaman atau pohon supaya rimbun dan serapan air cukup. Selanjutnya, saya keliling melihat perkembangan tanaman tersebut setiap hari.
Dari mana bibit pohon yang ditanam itu?
Saya mengelola sendiri pembibitan tanaman. Tanaman atau pohon yang masih kecil saya rumat (pelihara) dengan baik, setelah ukurannya dirasa sudah cukup, saya pindahkan ke lahan yang membutuhkan tanaman. Selain itu, saya juga bekerja sama dengan para pencinta alam yang hendak muncak di Gunung Prau dengan cara meminta kepada mereka untuk menanam bibit tanaman atau pohon di sepanjang jalan menuju puncak.
Sejak kapan Anda melakukan upaya reboisasi?
Saya mulai fokus memelihara kelestarian Gunung Prau sekitar 20 tahun yang lalu, tapi tepatnya saya lupa. Saat itu saya merasa bahwa Gunung Prau harus diperhatikan keberadaannya. Maksudnya, bukan hanya dilihat keindahannya, tapi juga dirawat. Apalagi saya asli orang sini.
Berapa luas lahan yang sudah Anda tanami pohon?
Sampai saat ini sudah sekitar 5 hektare. Lahan yang sudah ditanami pohon itu saya rawat tiap hari. Mulai dari pukul 07.00 WIB, saya mengontrol dan merawat biasanya sampai pukul 17.00 WIB. Pohon yang ditanam dan tumbuh beragam.
Apa respons pemerintah dan warga terhadap tindakan Anda?
Saya tidak pernah berpikir macam-macam, yang saya pikirkan itu sumber air di Gunung Prau sangat vital bagi kehidupan warga di sekitar lereng gunung. Jika tidak dijaga dan dipelihara akan berdampak pada kebutuhan air bersih bagi warga. Saya tidak pernah memaksa orang untuk ikut seperti saya. Kalau memang ini baik, semestinya orang-orang bisa sadar untuk melestarikan lingkungan. Jadi, apa pun responsnya, saya tetap memelihara Gunung Prau.
Apa kendala yang Anda hadapi selama ini?
Prinsipnya, saya ikhlas melakukan ini. Tapi kalau memang harus dikatakan kendala, ya barangkali adanya beberapa oknum masyarakat yang masih belum sadar terhadap alam. Saya masih menemui adanya pembalakan liar yang mengakibatkan kerusakan hutan. Mereka belum sadar akan pentingnya kelestarian hutan bagi kehidupan. Saya tidak takut. Pelaku pembalakan yang ketahuan langsung saya beri peringatan atau paling saya bawa ke balai desa.
Apa harapan Anda agar hutan dan ekosistem di dalamnya tetap terjaga kelestariannya?
Saya ingin semua orang bisa sadar akan pentingnya menjaga alam. Bukan hanya di Gunung Prau, tapi juga di tempat-tempat lain. Bumi ini adalah tempat kita hidup, mestinya harus dijaga kalau memang kita benar mau hidup. Jangan malah dirusak. Hutan lestari itu bisa menjadi warisan bagi anak cucu dan generasi mendatang.
(ars)