Herry Terancam 20 Tahun Penjara

Kamis, 18 Desember 2014 - 12:46 WIB
Herry Terancam 20 Tahun...
Herry Terancam 20 Tahun Penjara
A A A
BANDUNG - Mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Herry Nurhayat sekaligus terpidana kasus suap hakim dalam perkara korupsi bansos 2010, terancam hukuman 20 tahun penjara.

Ancaman 20 tahun penjara itu terungkap dalam dakwaan yang di bacakan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi dana hibah atau bansos Pemkot Bandung Tahun Anggaran 2012 dengan terpidana Herry Nurhayat di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Jalan RE Martadinata, kemarin.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Endang Ma’mun. Sebelumnya, dalam kasus suap, Herry telah divonis hukuman lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Kasus ini melibatkan terpidana Toto Hutagalung, Setyabudi Tejocahyono, Ramlan Comel, dan Asep Tri ana.

Dalam dakwaannya, tim JPU Kejari Bandung yang dipimpin Rinaldi Umar mengatakan, Herry didakwa dengan dak waan primer Pasal 2 UU Nomor 30/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHPidana. Sedangkan dakwaan subsidair Pasal 3 UU Nomor 30/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat satu ke satu KUHPidana.

“Ancamannya maksimal 20 tahun penjara,” kata Rinaldi kepada wartawan seusai persidangan. Dia mengemukakan, dakwaan hampir sama dengan terdakwa Entik Musafik yang dituntut 10,5 tahun di persidangan sebelumnya. “Hampir sama dakwaannya, kerugian negaranya pun sama. Namun ada penambahan sedikit peran pejabat Pemkot Bandung dalam hal ini DPKAD,” ujar JPU.

Rinaldi mengungkapkan, da lam hal ini terdakwa Herry Nurhayat yang saat itu menjabat sebagai Kepala DPKAD Kota Bandung punya peran dalam penandatanganan hibah. Mulai dari penandatanganan Nota Per janjian Hibah Daerah (NPHD) hingga adanya Surat Perintah Membayar (SPM).

Kemudian, imbuh Rinaldi, dalam NPHD ada tandatangan fik tif. Selain itu NPHD juga tidak dibuat sebagaimana mestinya. Rinaldi menunjuk contoh dalam Daftar Penerima Anggaran (DPA) yang tercantum nama A, namun saat pencairan yang menerima nama X.

“Dalam dak - waan ini, Kepala DPKAD Herry, kami dakwakan bertanggung jawab atas kerugian negara Rp8 miliar. Makanya kami minta pertanggungjawabannya di pengadilan,” kata Rinaldi. Atas dakwaan itu baik Herry maupun penasihat hukumnya akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan pada persidangan selanjutnya Rabu (24/12) pekan depan.

Pada persidangan sebelumnya, JPU Rinaldi menuntut Entik Musafik, terdakwa penyelewengan dana hibah atau bansos Pemkot Bandung tahun anggaran 2012 dengan hukuman 10,5 tahun penjara. Lebih dari itu terdakwa juga dituntut den da Rp200 juta subsidair kurungan empat bulan dan harus membayar kerugian negara Rp7 miliar subsidair kurungan lima tahun.

JPU menyatakan terdakwa Entik terbukti bersalah melanggar Pasal 2 UU Nomor 30/1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Entik dinilai bersalah karena telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan total kerugian negara mencapai Rp8,1 miliar.

Rinaldi menceritakan kronologi penyelewengan dana itu saat Pemkot Bandung mengalokasikan anggaran untuk hibah dan bansos tahun 2012. Nilainya sebesar Rp435 miliar dengan realisasi Rp408 miliar untuk sebanyak 2.026 penerima. Saat itu Entik dan Destira mengumpulkan istri, orang tua, dan teman-temannya untuk membuat LSM Aliansi Wirausaha Muda.

LSM itu di sebutkan terdakwa sudah berdiri 2008 agar bisa mendapatkan dana hibah dari Pemkot Bandung. Setelah syarat dan ketentuan untuk mendapatkan dana hibah terpenuhi, terdakwa kemudian mengajukan permohonan kepada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) yang saat itu dipimpin Herry Nurhayat.

“LSM Aliansi Wirausaha Muda pun akhirnya menerima dana hibah sebesar Rp250 juta sesuai yang ada dalam dokumen DPKAD. Walaupun tanpa diteliti dan bertatap muka dengan peneriman,” tutur Rinaldi.

Bahkan, lanjut JPU, dari hasil evaluasi dan verifikasi sebenarnya LSM Aliansi Muda tidak masuk dalam rekomendasi penerima dana hibah. Apalagi dalam akta notaris pun tidak ditemukan mengenai pendirian LSM Aliansi Wirausaha Muda yang disebut berdiri pada 2008 tersebut. Tak hanya di situ, akal-akalan Entik untuk mendapatkan dana hibah pun dilakukan dengan mencatut sejumlah orang dan mengkoordinir penerimaan dana hibah bagi beberapa LSM fiktif lain.

“Ada 39 pemohon yang terdiri dari 38 LSM dan 1 koperasi yang diakomodir oleh terdakwa,” kata JPU. Dalam pemeriksaan diketahui bahwa orang yang datanya tercatat sebagai pemohon hibah ternyata tidak pernah mengajukan permohonan. Selain itu, LSM yang diajukan kebanyakan tidak terverifikasi dan tidak mendapat rekomendasi dari dinas terkait karena tak layak dan tidak terdaftar di Kesbanglinmas Kota Bandung.

Setelah dana hibah untuk LSM “abal-abal” itu cair, mereka yang menjadi ketua LSM menyerahkan uang pencairan dana kepada Entik dan Destria (ketua LSM yang telah meninggal) di bank yang berada di Taman sari, Wastukencana, dan Braga. Kerugian penyaluran hibah pada LSM tersebut mencapai Rp8,1 miliar.

Dari jumlah itu, para ketua LSM yang dicatut mendapatkan uang berkisar Rp1-7 juta. Sejumlah LSM yang diajukan Entik dengan mencatut identitas orang lain di antaranya, Forum Cinta Anak Jalanan yang mendapat Rp150 juta, Ikatan Pemuda Intelektual Rp150 juta, Laskar Pemuda Islam Rp75 juta.

Selain itu, Gerakan Pemuda Kreatif Rp180 juta, Kelompok Remaja Mandiri Rp170 juta, Transparansi Demokrasi Rp250 juta, Wirausaha Rp250 juta. Sedangkan Aliansi Muslim Anti Narkoba Rp200 juta, Forum Entrepreneur Kota Bandung Rp250 juta, Persatuan Wanita Kota Bandung yang tak aktif sejak 2007 dapat kucuran Rp400 juta.

Iwa Ahmad Sugriwa
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1559 seconds (0.1#10.140)