Korban Longsor Diminta Transmigrasi Lokal
A
A
A
SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar warga Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, yang rumahnya terkena bencana longsor untuk segara melakukan transmigrasi lokal.
“Artinya, mereka pindah ke tempat yang lebih aman, yang secara geologis bisa diukur,” kata Ganjar, kepada wartawan, di Semarang, Senin (15/12/2014).
Menurut dia, sudah saatnya penataan daerah yang rawan longsor itu dilakukan secara sistematis, kalau penanganannya secara parsial dipastikan tidak akan selesai. Sebab, ada banyak juga titik rawan lain yang juga berpotensi longsor.
Pemprov Jateng hendak bekerjasama dengan geolog Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta untuk memetakan daerah-daerah rawan. “Saya kira perlu adanya review tata ruang. Ini yang menjadi konsep jangka panjang,” ujar Ganjar.
Jangka pendeknya, imbuh Ganjar, mulai menyadarkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor. “Sebab, kalau mau tetap tinggal di situ, risikonya bencana setiap hari, begitu curah hujan tinggi, harus segera mengungsi," terangnya.
Menurut politikus PDIP ini, daerah yang terkena bencana longsor sebenarnya tidak layak untuk ditinggali, karena selain tanahnya gembur, juga punya tingkat kecuraman tinggi. Saat ini, pihaknya juga belum punya alat pendeteksi terjadinya longsor.
Ganjar menambahkan, pihaknya tertarik menggandeng pusat Geologi UGM, karena sudah melakukan uji coba di daerah Karanganyar. Sementara, daerah di Jateng yang rawan longsor itu banyak sekali, di antaranya Banjar Negara, Purworejo, Wonosobo, Banyumas, dan Karang Anyar. Melalui pemetaan itu, diharapkan ada tata ruang desa.
Ganjar mengaku, sebelum terjadi longsor di Banjar Negara, pihaknya sudah melakukan imbauan kepada warga. Namun, pihaknya mengaku tidak bisa meyakinkan warga untuk pindah.
“Sudah tahunan mereka tinggal di sana, pindah tidak mau, karena ada problem sosial ekonomi. Jadi perlu pergerakan yang lebih serius, daerah vegetasi perlu dihijaukan kembali,” jelasnya.
“Artinya, mereka pindah ke tempat yang lebih aman, yang secara geologis bisa diukur,” kata Ganjar, kepada wartawan, di Semarang, Senin (15/12/2014).
Menurut dia, sudah saatnya penataan daerah yang rawan longsor itu dilakukan secara sistematis, kalau penanganannya secara parsial dipastikan tidak akan selesai. Sebab, ada banyak juga titik rawan lain yang juga berpotensi longsor.
Pemprov Jateng hendak bekerjasama dengan geolog Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta untuk memetakan daerah-daerah rawan. “Saya kira perlu adanya review tata ruang. Ini yang menjadi konsep jangka panjang,” ujar Ganjar.
Jangka pendeknya, imbuh Ganjar, mulai menyadarkan masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor. “Sebab, kalau mau tetap tinggal di situ, risikonya bencana setiap hari, begitu curah hujan tinggi, harus segera mengungsi," terangnya.
Menurut politikus PDIP ini, daerah yang terkena bencana longsor sebenarnya tidak layak untuk ditinggali, karena selain tanahnya gembur, juga punya tingkat kecuraman tinggi. Saat ini, pihaknya juga belum punya alat pendeteksi terjadinya longsor.
Ganjar menambahkan, pihaknya tertarik menggandeng pusat Geologi UGM, karena sudah melakukan uji coba di daerah Karanganyar. Sementara, daerah di Jateng yang rawan longsor itu banyak sekali, di antaranya Banjar Negara, Purworejo, Wonosobo, Banyumas, dan Karang Anyar. Melalui pemetaan itu, diharapkan ada tata ruang desa.
Ganjar mengaku, sebelum terjadi longsor di Banjar Negara, pihaknya sudah melakukan imbauan kepada warga. Namun, pihaknya mengaku tidak bisa meyakinkan warga untuk pindah.
“Sudah tahunan mereka tinggal di sana, pindah tidak mau, karena ada problem sosial ekonomi. Jadi perlu pergerakan yang lebih serius, daerah vegetasi perlu dihijaukan kembali,” jelasnya.
(san)