Masuk Peta Rawan Longsor UGM Sejak 2006
A
A
A
Wilayah Kabupaten Banjarnegara ternyata telah masuk dalam peta daerah rawan longsor milik tim peneliti bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak 2006 lalu.
Berbagai upaya menyosialisasikan kewaspadaan bagi masyarakat telah dilakukan. Tetapi, faktor tingkat kesiapsiagaan masyarakat di lokasi rawan bencana sendiri menjadi kendala utama.
“Kami sebenarnya telah memetakan daerah-daerah mana saja di Indonesia yang rawan akan bencana longsor. Daerah Banjarnegara termasuk di dalamnya. Harus kami akui, tingkat kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana masih kurang. Padahal 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan terjadi tanah longsor,” ungkap Pakar Geologi UGM Wahyu Wilopo, kemarin.
Kepada KORAN SINDO YOGYA, Wahyu menuturkan, faktor kondisi masyarakat men jadi penyebab utama sulitnya meningkatkan kewaspadaan akan bencana. Sebagian besar masyatakat yang tinggal di kawasan rawan longsor, seperti di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, termasuk masyarakat ekonomi lemah, tingkat pendidikan rendah, dan kurang memiliki aksesibilitas.
“Pengalaman kami, masyarakat yang demikian tidak terlalu memikirkan bencana alam. Apalagi jika bencananya jarang terjadi, meski mereka tahu daerah mereka rawan longsor. Mereka bepikir, kerja mencari ma kan saja susah, untuk apa belajar mitigasi ben cana. Karena itu, perlu dirumuskan sebuah pendekatan yang mampu menembus masyarakat yang demikian ini,” katanya.
Terkait bencana longsor di Banjarnegara, diungkapkan Wahyu, curah hujan yang tinggi dalam dua hari terakhir sebelum bencana longsor terjadi men jadi penyebab utama. Curah hujan di daerah tersebut tercatat lebih dari 100 mm per detik.
Hal itu kemudian ditunjang topografi wilayah yang tergolong curam hingga sangat curam dengan lapisan tanah tebal dan berstruktur kompleks. “Daerahnya memang sudah rawan longsor. Ditambah kemiringan lahan dan curah hujan sangat tinggi, dipastikan longsor bisa terjadi,” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta Keluarga Alumni Gadjah Mada atau Kagama membantu mengedukasi warga yang tinggal di lahan rawan longsor di Kabupaten Banjarnegara agar mau direlokasi. “Kami harap (Kagama) dapat membantu mengedukasi atau minimal mengurangi risiko ketika terjadinya kasus (longsor) serupa,” kata Ganjar saat menggelar konferensi pers di Kampus UGM, kemarin.
Menurut Ganjar, sebelum terjadi bencana longsor di Dusun Jemblung, Pemprov Jateng telah mengimbau warga bersedia di relokasi ke lahan yang lebih aman. Pada kesempatan sama, Rektor UGM Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim investigasi ke lokasi rawan longsor di Kecamatan Karangkobar guna mengetahui kebutuhan mendasar masyarakat setempat.
“Kecamatan Karangkobar memang wilayah paling rawan longsor di Banjarnegara, sehingga masyarakat perlu secepatnya menghindar dari wilayah itu bila terjadi hujan deras,” kata Dwikorita yang juga pakar geologi UGM.
Ratih Keswara/ant
Berbagai upaya menyosialisasikan kewaspadaan bagi masyarakat telah dilakukan. Tetapi, faktor tingkat kesiapsiagaan masyarakat di lokasi rawan bencana sendiri menjadi kendala utama.
“Kami sebenarnya telah memetakan daerah-daerah mana saja di Indonesia yang rawan akan bencana longsor. Daerah Banjarnegara termasuk di dalamnya. Harus kami akui, tingkat kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat di daerah rawan bencana masih kurang. Padahal 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan terjadi tanah longsor,” ungkap Pakar Geologi UGM Wahyu Wilopo, kemarin.
Kepada KORAN SINDO YOGYA, Wahyu menuturkan, faktor kondisi masyarakat men jadi penyebab utama sulitnya meningkatkan kewaspadaan akan bencana. Sebagian besar masyatakat yang tinggal di kawasan rawan longsor, seperti di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, termasuk masyarakat ekonomi lemah, tingkat pendidikan rendah, dan kurang memiliki aksesibilitas.
“Pengalaman kami, masyarakat yang demikian tidak terlalu memikirkan bencana alam. Apalagi jika bencananya jarang terjadi, meski mereka tahu daerah mereka rawan longsor. Mereka bepikir, kerja mencari ma kan saja susah, untuk apa belajar mitigasi ben cana. Karena itu, perlu dirumuskan sebuah pendekatan yang mampu menembus masyarakat yang demikian ini,” katanya.
Terkait bencana longsor di Banjarnegara, diungkapkan Wahyu, curah hujan yang tinggi dalam dua hari terakhir sebelum bencana longsor terjadi men jadi penyebab utama. Curah hujan di daerah tersebut tercatat lebih dari 100 mm per detik.
Hal itu kemudian ditunjang topografi wilayah yang tergolong curam hingga sangat curam dengan lapisan tanah tebal dan berstruktur kompleks. “Daerahnya memang sudah rawan longsor. Ditambah kemiringan lahan dan curah hujan sangat tinggi, dipastikan longsor bisa terjadi,” katanya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta Keluarga Alumni Gadjah Mada atau Kagama membantu mengedukasi warga yang tinggal di lahan rawan longsor di Kabupaten Banjarnegara agar mau direlokasi. “Kami harap (Kagama) dapat membantu mengedukasi atau minimal mengurangi risiko ketika terjadinya kasus (longsor) serupa,” kata Ganjar saat menggelar konferensi pers di Kampus UGM, kemarin.
Menurut Ganjar, sebelum terjadi bencana longsor di Dusun Jemblung, Pemprov Jateng telah mengimbau warga bersedia di relokasi ke lahan yang lebih aman. Pada kesempatan sama, Rektor UGM Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim investigasi ke lokasi rawan longsor di Kecamatan Karangkobar guna mengetahui kebutuhan mendasar masyarakat setempat.
“Kecamatan Karangkobar memang wilayah paling rawan longsor di Banjarnegara, sehingga masyarakat perlu secepatnya menghindar dari wilayah itu bila terjadi hujan deras,” kata Dwikorita yang juga pakar geologi UGM.
Ratih Keswara/ant
(ftr)