Perempuan Berpolitik
A
A
A
Perempuan yang terjun di dunia politik sangat minim. Contohnya keterwakilan perempuan di parlemen masih di bawah 30%.
Karena itu, keterwakilan kaum hawa menjadi legislator harus didukung semua pihak. Anggota DPR dari dapil DIY Esti Wijayati mengungkapkan, di DPR keterwakilan hanya 14%. Dari 560 anggota, hanya 79 perempuan. "Sebanyak 79,1% dari perempuan parlemen itu merupakan caleg nomor urut 1–2," ujarnya.
Mantan anggota DPRD DIY periode 2004–2009 dan 2009– 2014 ini berpendapat, nomor urut berpengaruh terhadap keterpilihan menjadi anggota legislatif. PDIP sejak awal mengusulkan sistem pemilu dikembalikan ke nomor urut. Sejumlah partai juga mendukung itu.
"Mayoritas partai mengusulkan sistem nomor urut," ucapnya. Wakil Ketua DPD PDIP DIY ini mengatakan tidak cukup undang-undang (UU) hanya menyebutkan 30% kuota bagi caleg perempuan. "Harus ada pasal bahwa 30% nomor urut 1 harus diisi caleg perempuan," kata Ketua Koalisi Perempuan Parlemen (KPP) DIY ini. Esti mengaku saat ini juga sedang memperjuangkan perubahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) mengenai keterwakilan perempuan dalam struktur pimpinan Dewan.
"Pimpinan Dewan sangat strategis, tidak bisa kalau tidak diatur tegas dalam UU," ujarnya. Dia bersyukur di DIY sejumlah lembaga legislatif menempatkan perempuan sebagai pimpinan, misalnya DPRD DI, Kulon progo, dan lainnya. Namun se cara kuantitatif, khususnya parlemen perempuan di DPRD DIY menurun dibanding periode sebelumnya.
"Periode 2009–2014 ada 12 perempuan, sekarang (2014–2019) hanya enam orang," pungkasnya.
Ridwan anshori
Karena itu, keterwakilan kaum hawa menjadi legislator harus didukung semua pihak. Anggota DPR dari dapil DIY Esti Wijayati mengungkapkan, di DPR keterwakilan hanya 14%. Dari 560 anggota, hanya 79 perempuan. "Sebanyak 79,1% dari perempuan parlemen itu merupakan caleg nomor urut 1–2," ujarnya.
Mantan anggota DPRD DIY periode 2004–2009 dan 2009– 2014 ini berpendapat, nomor urut berpengaruh terhadap keterpilihan menjadi anggota legislatif. PDIP sejak awal mengusulkan sistem pemilu dikembalikan ke nomor urut. Sejumlah partai juga mendukung itu.
"Mayoritas partai mengusulkan sistem nomor urut," ucapnya. Wakil Ketua DPD PDIP DIY ini mengatakan tidak cukup undang-undang (UU) hanya menyebutkan 30% kuota bagi caleg perempuan. "Harus ada pasal bahwa 30% nomor urut 1 harus diisi caleg perempuan," kata Ketua Koalisi Perempuan Parlemen (KPP) DIY ini. Esti mengaku saat ini juga sedang memperjuangkan perubahan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) mengenai keterwakilan perempuan dalam struktur pimpinan Dewan.
"Pimpinan Dewan sangat strategis, tidak bisa kalau tidak diatur tegas dalam UU," ujarnya. Dia bersyukur di DIY sejumlah lembaga legislatif menempatkan perempuan sebagai pimpinan, misalnya DPRD DI, Kulon progo, dan lainnya. Namun se cara kuantitatif, khususnya parlemen perempuan di DPRD DIY menurun dibanding periode sebelumnya.
"Periode 2009–2014 ada 12 perempuan, sekarang (2014–2019) hanya enam orang," pungkasnya.
Ridwan anshori
(ars)