Selamat Jalan Sang Guru Qolbu, Een Sukaesih
A
A
A
SUMEDANG - Dunia pendidikan Sumedang kehilangan salah satu tokoh terbaiknya. Ialah Een Sukaesih (51) pejuang pendidikan yang telah menghembuskan nafas terakhirnya pada hari Jumat (12/12/2014).
Sang Guru Qolbu, begitu dia dijuluki, meninggal dunia saat menjalani perawatan di RSUD Sumedang sekitar pukul 15.20 WIB.
Sebelumnya, perempuan yang berbakti pada dunia pendidikan dalam kondisi lumpuh selama 27 tahun terakhir ini, sempat dilarikan ke ke rumah sakit hari Senin 8 Desember. Saat itu Een mengeluhkan nyeri pada lambungnya, kondisinya langsung kritis.
Bahkan, pada hari Rabu 10 Desember Een sempat koma dan kemudian dimasukkan ke ICU RSUD Sumedang. Pada Jumat (12/12/2014) pagi kondisinya sempat membaik sehingga dokter yang menanganinya mengatakan masa kritisnya sudah lewat.
Namun, takdir berkata lain, sore harinya Een tutup usia dan berhenti berjuang memberikan pendidikan bagi anak-anak di lingkungan rumahnya. Isak tangis sedih langsung menyelimuti keluarga Een.
"Een meninggal dunia di RSUD Sumedang sekitar pukul 3 sore lebih 20 menit," ungkap ayah Een, Taya Sutarya, 72, di rumah duka Dusun Cibeureum Wetan RT/RW 01/06 Desa Cibeureum, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jumat (12/12/2014).
Terpisah, Direktur RSUD Sumedang Hilman Taufik mengatakan, pihaknya sempat akan memasang alat deteksi detak jantung berupa layar, namun tidak keburu.
"Kondisi Beliau sudah kritis saat pertama kali dimasukkan ke rumah sakit, bahkan sempat koma. Namun, sehari sebelum ajal menjemputnya, sempat terlihat perkembangan positif. Ketika dicek jantung, ada respon tapi tidak lama kemudian kondisinya ngedrop lagi. Tadinya di ICU saya akan memasang alat deteksi jantung berupa layar tapi ternyata tidak keburu," paparnya.
Rencananya, Een akan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Cihaur Desa Cibeureum Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang sekitar pukul 10.00 WIB.
Pada upacara pemakaman tersebut akan dihadiri oleh Bupati Sumedang Ade Irawan dan dikabarkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pun turut hadir.
Kepergian Een meninggalkan duka yang mendalam tidak hanya bagi keluarga serta kerabatnya, tetapi juga bagi murid-muridnya dan dunia pendidikan Sumedang secara umum.
Betapa tidak, Een yang sudah dua kali bertemu muka dengan mantan Presiden SBY tersebut memberikan inspirasi luar biasa bagi pegiat pendidikan.
Pada masa hidupnya, Een yang pernah mengenyam pendidikan di jurusan konseling Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tak henti memberikan pendidikan non formal meski dalam kondisi fisik tidak memungkinkan. Een mengajar anak-anak dari atas kasurnya sambil terbaring dengan memberikan instruksi.
Bagi salah seorang murid Irene Saskia, 15, Een merupakan sosok guru luar biasa yang tidak hanya membimbingnya dalam mata pelajaran tetapi juga kehidupan.
Sang guru qolbu memberinya banyak motivasi untuk mengejar mimpi setinggi langit, memperjuangkannya, hingga menggapai mimpi itu.
"Wa (Een) di mata saya merupakan sosok yang hebat. Beliau selalu menyemangati saya agar terus belajar dan menjadi orang bermanfaat bagi semua orang," katanya.
Begitu pula bagi salah seorang sanak keluarga Een, Krisna Supriatna, 42, Een merupakan sosok yang luar biasa menginspirasi.
Dengan kondisi fisiknya yang terbatas, Een mampu memberikan pengajaran bagi anak-anak, bahkan ia lebih memikirkan orang lain dibandingkan dengan memikirkan dirinya sendiri.
"Saya merasa malu, beliau sangat semangat memberikan pendidikan walaupun harus dengan terbaring selama puluhan tahun. Jauh sebelum beliau terkenal, saya ingat betul beliau mengajar di kamar pengap berukuran 2 x 3 meter dengan perlengkapan mengajar seadanya," tuturnya.
Dia mengenang, sekitar tahun 2003/04 Een mulai berusaha diekspos oleh para jurnalis tapi menolak. Alasannya, dia merasa malu apa yang dilakukan tidak seberapa. Namun, setelah diyakinkan bahwa yang dilakukannya itu luar biasa, baru Een bersedia.
"Ketika mengajar, ia tidak memikirkan berapa uang yang didapat, sangat jarang di tengah kondisi zaman seperti sekarang ini. Menurut pengakuannya, ia berlaku demikian karena hidup harus memberikan manfaat meskipun kondisi fisiknya tidak memungkinkan," katanya.
Masih banyak cita-cita Een yang belum terlaksana termasuk pembangunan rumah pintar yang saat ini sudah sekitar 90%.
Dengan kepergian Een, rumah pintar harus tetap berjalan tidak hanya pembangunannya tetapi juga programnya.
Een boleh saja meninggalkan dunia ini secara fisik. Tetapi semangat juangnya bagi dunia pendidikan tidak boleh sampai padam.
Harus ada generasi penerus yang melanjutkan cita-cita besarnya pada dunia pendidikan. Selamat jalan Een Sukaesih, selamat jalan Sang Guru Qolbu.
Sang Guru Qolbu, begitu dia dijuluki, meninggal dunia saat menjalani perawatan di RSUD Sumedang sekitar pukul 15.20 WIB.
Sebelumnya, perempuan yang berbakti pada dunia pendidikan dalam kondisi lumpuh selama 27 tahun terakhir ini, sempat dilarikan ke ke rumah sakit hari Senin 8 Desember. Saat itu Een mengeluhkan nyeri pada lambungnya, kondisinya langsung kritis.
Bahkan, pada hari Rabu 10 Desember Een sempat koma dan kemudian dimasukkan ke ICU RSUD Sumedang. Pada Jumat (12/12/2014) pagi kondisinya sempat membaik sehingga dokter yang menanganinya mengatakan masa kritisnya sudah lewat.
Namun, takdir berkata lain, sore harinya Een tutup usia dan berhenti berjuang memberikan pendidikan bagi anak-anak di lingkungan rumahnya. Isak tangis sedih langsung menyelimuti keluarga Een.
"Een meninggal dunia di RSUD Sumedang sekitar pukul 3 sore lebih 20 menit," ungkap ayah Een, Taya Sutarya, 72, di rumah duka Dusun Cibeureum Wetan RT/RW 01/06 Desa Cibeureum, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jumat (12/12/2014).
Terpisah, Direktur RSUD Sumedang Hilman Taufik mengatakan, pihaknya sempat akan memasang alat deteksi detak jantung berupa layar, namun tidak keburu.
"Kondisi Beliau sudah kritis saat pertama kali dimasukkan ke rumah sakit, bahkan sempat koma. Namun, sehari sebelum ajal menjemputnya, sempat terlihat perkembangan positif. Ketika dicek jantung, ada respon tapi tidak lama kemudian kondisinya ngedrop lagi. Tadinya di ICU saya akan memasang alat deteksi jantung berupa layar tapi ternyata tidak keburu," paparnya.
Rencananya, Een akan dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Cihaur Desa Cibeureum Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang sekitar pukul 10.00 WIB.
Pada upacara pemakaman tersebut akan dihadiri oleh Bupati Sumedang Ade Irawan dan dikabarkan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pun turut hadir.
Kepergian Een meninggalkan duka yang mendalam tidak hanya bagi keluarga serta kerabatnya, tetapi juga bagi murid-muridnya dan dunia pendidikan Sumedang secara umum.
Betapa tidak, Een yang sudah dua kali bertemu muka dengan mantan Presiden SBY tersebut memberikan inspirasi luar biasa bagi pegiat pendidikan.
Pada masa hidupnya, Een yang pernah mengenyam pendidikan di jurusan konseling Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tak henti memberikan pendidikan non formal meski dalam kondisi fisik tidak memungkinkan. Een mengajar anak-anak dari atas kasurnya sambil terbaring dengan memberikan instruksi.
Bagi salah seorang murid Irene Saskia, 15, Een merupakan sosok guru luar biasa yang tidak hanya membimbingnya dalam mata pelajaran tetapi juga kehidupan.
Sang guru qolbu memberinya banyak motivasi untuk mengejar mimpi setinggi langit, memperjuangkannya, hingga menggapai mimpi itu.
"Wa (Een) di mata saya merupakan sosok yang hebat. Beliau selalu menyemangati saya agar terus belajar dan menjadi orang bermanfaat bagi semua orang," katanya.
Begitu pula bagi salah seorang sanak keluarga Een, Krisna Supriatna, 42, Een merupakan sosok yang luar biasa menginspirasi.
Dengan kondisi fisiknya yang terbatas, Een mampu memberikan pengajaran bagi anak-anak, bahkan ia lebih memikirkan orang lain dibandingkan dengan memikirkan dirinya sendiri.
"Saya merasa malu, beliau sangat semangat memberikan pendidikan walaupun harus dengan terbaring selama puluhan tahun. Jauh sebelum beliau terkenal, saya ingat betul beliau mengajar di kamar pengap berukuran 2 x 3 meter dengan perlengkapan mengajar seadanya," tuturnya.
Dia mengenang, sekitar tahun 2003/04 Een mulai berusaha diekspos oleh para jurnalis tapi menolak. Alasannya, dia merasa malu apa yang dilakukan tidak seberapa. Namun, setelah diyakinkan bahwa yang dilakukannya itu luar biasa, baru Een bersedia.
"Ketika mengajar, ia tidak memikirkan berapa uang yang didapat, sangat jarang di tengah kondisi zaman seperti sekarang ini. Menurut pengakuannya, ia berlaku demikian karena hidup harus memberikan manfaat meskipun kondisi fisiknya tidak memungkinkan," katanya.
Masih banyak cita-cita Een yang belum terlaksana termasuk pembangunan rumah pintar yang saat ini sudah sekitar 90%.
Dengan kepergian Een, rumah pintar harus tetap berjalan tidak hanya pembangunannya tetapi juga programnya.
Een boleh saja meninggalkan dunia ini secara fisik. Tetapi semangat juangnya bagi dunia pendidikan tidak boleh sampai padam.
Harus ada generasi penerus yang melanjutkan cita-cita besarnya pada dunia pendidikan. Selamat jalan Een Sukaesih, selamat jalan Sang Guru Qolbu.
(sms)