BBM Naik, Ratusan Nelayan Bantul Tak Menerima PSKS
A
A
A
BANTUL - Ratusan nelayan di Kabupaten Bantul tak mendapatkan bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebagai kompensasi kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Hidup mereka semakin memprihatinkan karena harga ikan di pasaran juga turun. Mugari, salah seorang nelayan di Pantai Samas mengatakan, saat ini banyak sekali nelayan yang tidak mendapatkan kompensasi kenaikan BBM. Padahal hidup mereka bisa dikatakan sulit dan banyak yang berada di bawah garis kemiskinan.
Dia tidak mengerti mengapa dirinya bersama rekan-rekannya yang lain tidak mendapatkan PSKS. “Dari 50 orang nelayan di sini hanya ada dua orang yang dapat. Saya tidak tahu alasannya kenapa,” tuturnya, kemarin. Mugari hanya bisa pasrah karena berdasarkan penuturan tokoh masyarakat di kawasan Pantai Samas tersebut, warga yang mendapatkan dana tersebut merupakan kebijakan dari pusat sehingga desa atau pemerintah setempat tidak bisa melakukan intervensi.
Para nelayan tidak bisa protes karena memang tidak tahu akan protes ke mana. Mugari mengungkapkan, sejak kenaikan harga BBM diberlakukan oleh pemerintah, ongkos produksi mereka mengalami kenaikan.
Dari pengalaman selama hampir dua bulan sejak ada kenaikan BBM, ternyata ongkos produksi untuk mencari ikan naik sekitar 30%. Padahal di sisi lain, harga ikan terus mengalami penurunan. “Kami makin sengsara sebetulnya, mbok kami dibantu. Kini banyak nelayan yang tidak melaut,” ujarnya.
Sejak kenaikan BBM yang lalu, kenyataan memang tidak berpihak kepada mereka. Mereka berharap agar harga jual bisa naik sehingga mampu menutup biaya produksi mereka yang naik. Namun harga jual ikan mereka justru mengalami penurunan. Ikan bawal misalnya, turun dari Rp45.000 per kilo menjadi Rp40.000 sementara ikan layur dari Rp20.000 menjadi Rp12.000.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten, Suyanto mengakui banyak nelayan yang tidak mendapatkan kompensasi dana BBM. Dia sendiri tidak bisa berbuat banyak karena hal tersebut merupakan keputusan dari pemerintah pusat.
Namun dia berharap, ada kompensasi lain yang bisa diterima oleh nelayan sebagai bentuk konsekuensi pihak yang menanggung kenaikan harga BBM.
Erfanto Linangkung
Hidup mereka semakin memprihatinkan karena harga ikan di pasaran juga turun. Mugari, salah seorang nelayan di Pantai Samas mengatakan, saat ini banyak sekali nelayan yang tidak mendapatkan kompensasi kenaikan BBM. Padahal hidup mereka bisa dikatakan sulit dan banyak yang berada di bawah garis kemiskinan.
Dia tidak mengerti mengapa dirinya bersama rekan-rekannya yang lain tidak mendapatkan PSKS. “Dari 50 orang nelayan di sini hanya ada dua orang yang dapat. Saya tidak tahu alasannya kenapa,” tuturnya, kemarin. Mugari hanya bisa pasrah karena berdasarkan penuturan tokoh masyarakat di kawasan Pantai Samas tersebut, warga yang mendapatkan dana tersebut merupakan kebijakan dari pusat sehingga desa atau pemerintah setempat tidak bisa melakukan intervensi.
Para nelayan tidak bisa protes karena memang tidak tahu akan protes ke mana. Mugari mengungkapkan, sejak kenaikan harga BBM diberlakukan oleh pemerintah, ongkos produksi mereka mengalami kenaikan.
Dari pengalaman selama hampir dua bulan sejak ada kenaikan BBM, ternyata ongkos produksi untuk mencari ikan naik sekitar 30%. Padahal di sisi lain, harga ikan terus mengalami penurunan. “Kami makin sengsara sebetulnya, mbok kami dibantu. Kini banyak nelayan yang tidak melaut,” ujarnya.
Sejak kenaikan BBM yang lalu, kenyataan memang tidak berpihak kepada mereka. Mereka berharap agar harga jual bisa naik sehingga mampu menutup biaya produksi mereka yang naik. Namun harga jual ikan mereka justru mengalami penurunan. Ikan bawal misalnya, turun dari Rp45.000 per kilo menjadi Rp40.000 sementara ikan layur dari Rp20.000 menjadi Rp12.000.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten, Suyanto mengakui banyak nelayan yang tidak mendapatkan kompensasi dana BBM. Dia sendiri tidak bisa berbuat banyak karena hal tersebut merupakan keputusan dari pemerintah pusat.
Namun dia berharap, ada kompensasi lain yang bisa diterima oleh nelayan sebagai bentuk konsekuensi pihak yang menanggung kenaikan harga BBM.
Erfanto Linangkung
(ftr)