Bayar Listrik Rp400 Miliar Itu Pemborosan

Bayar Listrik Rp400 Miliar Itu Pemborosan
A
A
A
JAKARTA - DPRD DKI Jakarta menilai Pemprov DKI melakukan pemborosan dengan mengeluarkan biaya Rp400 miliar setiap tahun hanya untuk pembayaran listrik lampu penerangan jalan umum (PJU).
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin mengungkapkan, selama ini Pemprov DKI Jakarta selalu menganggarkan biaya untuk membayar listrik ke PLN dengan nilai cukup tinggi.
Data yang didapatkan, setahun APBD DKI mengeluarkan anggaran Rp400 miliar untuk membayar listrik.
Biaya ini dianggap cukup mahal dan tergolong boros, karena semua PJU yang terpasang di tengah jalan-jalan Kota Jakarta belum menggunakan lampu hemat energi.
"Biaya setinggi itu belum mampu menerangi seluruh sisi kota. Masih banyak perkampungan atau jalan di kelurahan tidak terang. Kondisi seperti ini sangat rawan terhadap ancaman sosial, seperti kejahatan, asusila dan lain sebagainya," ungkap Selamat Nurdin di DPRD DKI Jakarta, Rabu 10 Desember kemarin.
Dia berpendapat tingginya biaya listrik ini juga dipicu belum adanya kemauan pemerintah daerah untuk mengikuti kemajuan teknologi dengan memakai lampu hemat energi.
Alasan lain penyebab tingginya pengeluaran untuk listrik ini, karena sistem pembayaran listrik ke PLN tidak menggunakan sistem ampermeter kilowatt per jam (Kwh). Melainkan dipukul rata jumlah beban yang dikeluarkan.
Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta Maman Firmansyah menilai, besarnya biaya listrik yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Energi (DPE), karena seluruh jalan di Jakarta menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Padahal ada beberapa jalan di kota ini tidak menjadi wewenang pemerintah daerah, tapi untuk PJU diserahkan ke DKI Jakarta.
"Hal-hal seperti ini banyak abai di tengah masyarakat. Pemerintah banyak melakukan kesalahan dalam menata kota," ujar Maman.
Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin mengungkapkan, selama ini Pemprov DKI Jakarta selalu menganggarkan biaya untuk membayar listrik ke PLN dengan nilai cukup tinggi.
Data yang didapatkan, setahun APBD DKI mengeluarkan anggaran Rp400 miliar untuk membayar listrik.
Biaya ini dianggap cukup mahal dan tergolong boros, karena semua PJU yang terpasang di tengah jalan-jalan Kota Jakarta belum menggunakan lampu hemat energi.
"Biaya setinggi itu belum mampu menerangi seluruh sisi kota. Masih banyak perkampungan atau jalan di kelurahan tidak terang. Kondisi seperti ini sangat rawan terhadap ancaman sosial, seperti kejahatan, asusila dan lain sebagainya," ungkap Selamat Nurdin di DPRD DKI Jakarta, Rabu 10 Desember kemarin.
Dia berpendapat tingginya biaya listrik ini juga dipicu belum adanya kemauan pemerintah daerah untuk mengikuti kemajuan teknologi dengan memakai lampu hemat energi.
Alasan lain penyebab tingginya pengeluaran untuk listrik ini, karena sistem pembayaran listrik ke PLN tidak menggunakan sistem ampermeter kilowatt per jam (Kwh). Melainkan dipukul rata jumlah beban yang dikeluarkan.
Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta Maman Firmansyah menilai, besarnya biaya listrik yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Energi (DPE), karena seluruh jalan di Jakarta menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Padahal ada beberapa jalan di kota ini tidak menjadi wewenang pemerintah daerah, tapi untuk PJU diserahkan ke DKI Jakarta.
"Hal-hal seperti ini banyak abai di tengah masyarakat. Pemerintah banyak melakukan kesalahan dalam menata kota," ujar Maman.
(whb)