Menghina di FB, Imam Disidang Secara Adat
A
A
A
BATAM - Berkomentar tentang SARA di jejaring sosial Facebook (FB), Imam Mukti, tenaga kerja Indonesia (TKI) di Johor Bahru, Malaysia, nyaris dipolisikan masyarakat Melayu Batam ke Mapolresta Barelang.
Kejadian berawal pada Minggu 23 November 2014 silam saat Imam mengikuti diskusi di salah satu grup di FB. Adapun yang dibahas adalah masalah kontroversi kenaikan harga bahar bakar minyak (BBM).
Ibarat diskusi tatap muka, masing-masing netizen mengeluarkan pendapat mereka terkait masalah kenaikan harga BBM.
Salah seorang netizen, Said Abdullah Dahlawi yang ikut dalam diskusi mengatakan kenaikan BBM merupakan hal yang lumrah dan tak perlu dipersoalkan.
Menurutnya, perdebatan dalam diskusi merupakan sesuatu yang biasa dalam mengeluarkan pendapat.
Terlebih Indonesia merupakan negera demokrasi dan memberikan kebebasan terhadap setiap masyarakat dalam mengeluarkan pendapat.
"Perdebatan itu biasa sebagai cara kita mengeluarkan pendapat. Kalau dalam Melayu ada pepatah, bagaimana nasi hendak masak kalau kayu tidak bersilang," kata Said kepada wartawan di Mapolresta Barelang.
Namun komentar itu ditanggapi beda oleh Imam. Lelaki asal Temanggung, Jawa Timur ini yang memakai akun Kuat Iman malah menulis komentar yang mengundang kemarahan masyarakat Melayu di Batam.
"Said Abdullah Dahlawi, ingat ini forum umum bukan ras ya. Siapa juga yang nggak tahu. Kalau Melayu itu cuma pemalas. Bisanya mengkritik," tulis Imam dalam pesan di forum diskusi tersebut.
Komentar Iman itu membuat sejumlah masyarakat Melayu merasa dilecehkan. Merekapun mencari tahu keberadaan Imam, hingga berhasil menjebaknya di Mega Mall Batam Centre dan dibawa ke Mapolresta Barelang.
Masih kata dia, pihaknya bukan bermaksud untuk primordial, tetapi komentar yang disampaikan Imam dalam forum diskusi itu sudah melecehkan dan melakukan penghinaan terhadap masyarakat Melayu.
"Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Mungkin ini juga yang dirasakan masyarakat Jogja kemarin. Waktu Flo menghina masyarakat Yogjakarta lewat media sosial," ujar Said.
Melalui berbagai pertimbangan, rencana melaporkan Imam ke Mapolresta Barelang diurungkan.
Sejumlah komunitas Melayu yang ada saat itu, seperti Persatuan Pemuda Tempatan (Perpat), Persatuan Pemuda Karimun (Pekka) dan Komunitas Anak Melayu (KAM) sepakat menyelesaikan melalui proses adat.
Okta Robin, perwakilan dari Perpat mengatakan dengan berbagai pertimbangan, masyarakat Melayu tidak jadi menempuh proses hukum.
"Syarat dia (Imam) harus meminta maaf kepada masyarakat Melayu melalui Lembaga Adat Melayu (LAM) Batam," kata Okta.
Imam yang dimintai tanggapannya mengaku menyesali perbuatannya itu, imbasnya membuat amarah masyarakat Melayu. Dia bersedia minta maaf atas kesalahannya kepada seluruh masyarakat Melayu.
"Saya menyesali perbuatan itu. Waktu itu saya kesal sama orang Melayu. Gaji saya tak dibayar dua bulan bekerja di Malaysia. Saya meminta maaf apa yang sudah saya lakukan," kata Imam.
Ketua LAM Batam, Said Indra Abdullah mengatakan Batam adalah rumah bersama. "Orang Melayu tak arogan, bisa menerima siapa saja yang datang ke Batam. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung," ujar Indra.
Dia menambahkan LAM ini adalah payung masyarakat Melayu. "Tak heran kalau masyarakat Melayu marah atas kejadian ini, karena selama ini diam, jadi mengamuk dan marah," katanya.
Indra berharap kejadian seperti ini memang pernah terjadi. "Tapi Ini baru pertama kali yang di ekspos, dengan kejadian ini berharap warga Batam khususnya melayu dapat menahan diri dan membawa kasus ini ke lembaga adat atau orang yang ditua kan. Tak perlu emosi," timpalnya.
Kejadian berawal pada Minggu 23 November 2014 silam saat Imam mengikuti diskusi di salah satu grup di FB. Adapun yang dibahas adalah masalah kontroversi kenaikan harga bahar bakar minyak (BBM).
Ibarat diskusi tatap muka, masing-masing netizen mengeluarkan pendapat mereka terkait masalah kenaikan harga BBM.
Salah seorang netizen, Said Abdullah Dahlawi yang ikut dalam diskusi mengatakan kenaikan BBM merupakan hal yang lumrah dan tak perlu dipersoalkan.
Menurutnya, perdebatan dalam diskusi merupakan sesuatu yang biasa dalam mengeluarkan pendapat.
Terlebih Indonesia merupakan negera demokrasi dan memberikan kebebasan terhadap setiap masyarakat dalam mengeluarkan pendapat.
"Perdebatan itu biasa sebagai cara kita mengeluarkan pendapat. Kalau dalam Melayu ada pepatah, bagaimana nasi hendak masak kalau kayu tidak bersilang," kata Said kepada wartawan di Mapolresta Barelang.
Namun komentar itu ditanggapi beda oleh Imam. Lelaki asal Temanggung, Jawa Timur ini yang memakai akun Kuat Iman malah menulis komentar yang mengundang kemarahan masyarakat Melayu di Batam.
"Said Abdullah Dahlawi, ingat ini forum umum bukan ras ya. Siapa juga yang nggak tahu. Kalau Melayu itu cuma pemalas. Bisanya mengkritik," tulis Imam dalam pesan di forum diskusi tersebut.
Komentar Iman itu membuat sejumlah masyarakat Melayu merasa dilecehkan. Merekapun mencari tahu keberadaan Imam, hingga berhasil menjebaknya di Mega Mall Batam Centre dan dibawa ke Mapolresta Barelang.
Masih kata dia, pihaknya bukan bermaksud untuk primordial, tetapi komentar yang disampaikan Imam dalam forum diskusi itu sudah melecehkan dan melakukan penghinaan terhadap masyarakat Melayu.
"Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Mungkin ini juga yang dirasakan masyarakat Jogja kemarin. Waktu Flo menghina masyarakat Yogjakarta lewat media sosial," ujar Said.
Melalui berbagai pertimbangan, rencana melaporkan Imam ke Mapolresta Barelang diurungkan.
Sejumlah komunitas Melayu yang ada saat itu, seperti Persatuan Pemuda Tempatan (Perpat), Persatuan Pemuda Karimun (Pekka) dan Komunitas Anak Melayu (KAM) sepakat menyelesaikan melalui proses adat.
Okta Robin, perwakilan dari Perpat mengatakan dengan berbagai pertimbangan, masyarakat Melayu tidak jadi menempuh proses hukum.
"Syarat dia (Imam) harus meminta maaf kepada masyarakat Melayu melalui Lembaga Adat Melayu (LAM) Batam," kata Okta.
Imam yang dimintai tanggapannya mengaku menyesali perbuatannya itu, imbasnya membuat amarah masyarakat Melayu. Dia bersedia minta maaf atas kesalahannya kepada seluruh masyarakat Melayu.
"Saya menyesali perbuatan itu. Waktu itu saya kesal sama orang Melayu. Gaji saya tak dibayar dua bulan bekerja di Malaysia. Saya meminta maaf apa yang sudah saya lakukan," kata Imam.
Ketua LAM Batam, Said Indra Abdullah mengatakan Batam adalah rumah bersama. "Orang Melayu tak arogan, bisa menerima siapa saja yang datang ke Batam. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung," ujar Indra.
Dia menambahkan LAM ini adalah payung masyarakat Melayu. "Tak heran kalau masyarakat Melayu marah atas kejadian ini, karena selama ini diam, jadi mengamuk dan marah," katanya.
Indra berharap kejadian seperti ini memang pernah terjadi. "Tapi Ini baru pertama kali yang di ekspos, dengan kejadian ini berharap warga Batam khususnya melayu dapat menahan diri dan membawa kasus ini ke lembaga adat atau orang yang ditua kan. Tak perlu emosi," timpalnya.
(sms)