Hukuman Cambuk di Ponpes Urwatul Wutsqo Sudah Berlangsung Lama
A
A
A
JOMBANG - Hukuman cambuk di Pondok Pesantren Urwatul Wutsqo ternyata sudah berlangsung lama. Proses hukuman cambuk dilakukan di halaman pondok pesantren dengan disaksikan oleh para santri yang lain.
Meski demikian, Pengasuh Ponpes Urwatul Wutsqo KH M Qoyim membantah pondoknya disebut sebagai pondok yang mengajarkan Islam garis keras.
Menurutnya, hukuman cambuk dilakukan sesuai dengan syariat Islam karena santri-santrinya tersebut melanggar tata tertib pondok.
Jika pelanggarannya bersifat biasa, menurut M Qoyim, hukumannya juga tidak terlalu berat, mungkin hanya disuruh berpuasa atau diikat selama dua hari.
Namun, jika pelanggarannya tergolong berat seperti minum minuman keras atau berzina, santrinya akan disuruh memilih dikeluarkan dari pondok atau bertobat.
Jika yang dipilih bertobat, sesuai syariat Islam, hukuman bagi pezina atau peminum minuman keras adalah dicambuk.
Hukuman cambuk ini, menurutnya, adalah sebagai bentuk kasih sayang para pengurus dan pengasuh terhadap santrinya yang melanggar ajaran agama dan tata tertib pesantren.
Berkali-kali KH M Qoyim menegaskan hukuman cambuk dilakukan atas dasar sukarela dan keinginan santri itu sendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan setiap santri yang menjalani hukuman cambuk selalu mengucapkan terima kasih atas hukuman yang telah diberikan.
Berdasarkan data pondok pesantren Urwatul Wutsqo, total sudah ada belasan santri yang pernah menjalani hukuman cambuk dan semua mengucapkan terima kasih setelah dihukum karena pengurus dan pengasuh pondok hanya menjalankan tata tertib dan apa yang dipilih santri itu sendiri.
"Bahkan tak hanya santri, orang umum pun pernah ada yang meminta dihukum cambuk atas dosa yang mereka perbuat sendiri," kata Qoyim, Senin (8/12/2014).
Meski menyatakan akan tetap melayani hukuman cambuk bagi siapa pun yang menginginkannya, M Qoyim berjanji berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait apa yang dianggap meresahkan oleh masyarakat ini.
Meski demikian, Pengasuh Ponpes Urwatul Wutsqo KH M Qoyim membantah pondoknya disebut sebagai pondok yang mengajarkan Islam garis keras.
Menurutnya, hukuman cambuk dilakukan sesuai dengan syariat Islam karena santri-santrinya tersebut melanggar tata tertib pondok.
Jika pelanggarannya bersifat biasa, menurut M Qoyim, hukumannya juga tidak terlalu berat, mungkin hanya disuruh berpuasa atau diikat selama dua hari.
Namun, jika pelanggarannya tergolong berat seperti minum minuman keras atau berzina, santrinya akan disuruh memilih dikeluarkan dari pondok atau bertobat.
Jika yang dipilih bertobat, sesuai syariat Islam, hukuman bagi pezina atau peminum minuman keras adalah dicambuk.
Hukuman cambuk ini, menurutnya, adalah sebagai bentuk kasih sayang para pengurus dan pengasuh terhadap santrinya yang melanggar ajaran agama dan tata tertib pesantren.
Berkali-kali KH M Qoyim menegaskan hukuman cambuk dilakukan atas dasar sukarela dan keinginan santri itu sendiri. Hal tersebut dibuktikan dengan setiap santri yang menjalani hukuman cambuk selalu mengucapkan terima kasih atas hukuman yang telah diberikan.
Berdasarkan data pondok pesantren Urwatul Wutsqo, total sudah ada belasan santri yang pernah menjalani hukuman cambuk dan semua mengucapkan terima kasih setelah dihukum karena pengurus dan pengasuh pondok hanya menjalankan tata tertib dan apa yang dipilih santri itu sendiri.
"Bahkan tak hanya santri, orang umum pun pernah ada yang meminta dihukum cambuk atas dosa yang mereka perbuat sendiri," kata Qoyim, Senin (8/12/2014).
Meski menyatakan akan tetap melayani hukuman cambuk bagi siapa pun yang menginginkannya, M Qoyim berjanji berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait apa yang dianggap meresahkan oleh masyarakat ini.
(zik)