Sultan Baabullah, Penguasa 72 Pulau di Indonesia (Bagian I)
A
A
A
SULTAN Baabullah adalah pejuang kemerdekaan Indonesia terbesar di abad ke-16 yang berhasil menaklukkan Portugis, dan memutus mata rantai kolonialisme barat di Indonesia selama 100 tahun.
Kepahlawan pejuang dari Indonesia Timur ini bahkan kerap disamakan dengan Salahuddin al Ayubi, pejuang Muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem dari kekuasaan pasukan Salib.
Seperti apa riwayat Sultan Baabullah yang tersohor itu? Capaian terbesar apa yang telah diraihnya hingga namanya layak disandingkan dengan Salahuddin al Ayubi? Cerita Pagi akan mengulasnya.
Sultan Baabullah dilahirkan dari rahim Boki Tanjung, permaisuri Sultan Khairun Janil yang berkuasa di Ternate, pada 10 Februari 1528. Ibunda Sultan Baabullah merupakan putri Sultan Alaudin I dari Bacan.
Sejak kecil, Pangeran Baab sudah dipersiapkan oleh Sultan Khairun Janil untuk menggantikan posisinya kelak, saat sudah dewasa. Bersama saudara-saudaranya, dia dikenalkan ajaran Islam oleh mubaligh.
Sejalan dengan itu, dia juga diajarkan seni berperang oleh para panglima perang dari Kesultanan Ternate. Dia juga suka diajak ayahnya setiap kali ada urusan kenegaraan, dan kesultanan.
Setelah dewasa, Sultan Baabullah telah menjadi seorang kesatria yang pintar, dan dalam pengetahuan agamanya, serta pandai mengatur siasat perang, dan menyelesaikan masalah-masalah kesultanan.
Hingga akhirnya, meletuslah perang antara Kesultanan Ternate dengan kolonialisme Portugis. Perang ini berlangsung lama, mulai 1559-1567. Dalam peperangan itu, Sultan Baabullah diutus menjadi panglima.
Dia bertugas menghancurkan pasukan kolonial Portugis di wilayah Maluku dan Sulawesi. Dalam peperangan itu, Sultan Baabullah berhasil meraih kemenangan, dan pasukan kolonial Portugis kalah telak.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonialisme barat di Indonesia, pasukan kolonial Portugis mendapat malu yang sangat besar. Namun begitu, perang masih terus terjadi di wilayah Kesultanan Ternate.
Kemenangan Sultan Baabullah melawan pasukan kolonial Portugis, diikuti dengan kemenangan-kemenangan lainnya. Wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate pun akhirnya semakin bertambah besar.
Setelah jatuhnya Ambon ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate, pasukan kolonial Portugis pun akhirnya bertekuk lutut, dan mengibarkan bendera putih tinggi-tinggi sebagai simbol menyerah.
Namun begitu, Kesultanan Ternate tidak lantas percaya dengan muslihat kolonial Portugis yang licik. Hingga akhirnya, Gubernur Portugis Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun Janil untuk jamuan makan, di Benteng Sao Paulo.
Pada jamuan itu, Sultan Khairun Janil hanya diperbolehkan datang sendiri. Kecurigaan Kesultanan Ternate pun semakin menjadi. Di sinilah kelicikan kolonial Portugis. Hal itu sudah diketahui oleh Sultan Khairun Janil.
Dengan gagah berani, meski diluputi rasa tidak percaya, Sultan Khairun Janil akhirnya memenuhi undangan jamuan makan kolonial Portugis seorang diri, tanpa membawa seorang pun pengawal ke benteng Portugis.
Atas perintah Gubernur Portugis Lopez de Mesquita, usai jamuan makan, sang sultan dibunuh. Jantungnya diambil untuk diserahkan kepada raja muda Portugis Goa India. Peristiwa itu terjadi pada 25 Februari 1570.
Tidak hanya itu, pasukan kolonial Portugis juga mencabik-cabik tubuh sang sultan, sebagai luapkan atas kekalahan mereka di medan perang. Tindakan brutal ini menimbulkan kemarahan rakyat Ternate, dan Maluku.
Dewan Kesultanan Ternate atas dukungan rakyat kemudian menobatkan Pangeran Baab sebagai Sultan Ternate menggantikan ayahnya dengan gelas Sultan Baabullah Datu Syah. Saat itu, usianya sudah 42 tahun.
Dalam pidato penobatannya, Sultan Baabullah bersumpah akan mengusir kolonial Portugis dari wilayah Indonesia Timur, dan berjuang mengembangkan wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.
Sultan Baabullah merupakan generasi ke-5 dalam Kesultanan Ternate. Generasi pertama adalah Sultan Bayanullah, kedua Sultan Maharani Noekila, ketiga Sultan Tabarija, dan keempat Sultan Khairun Janil.
Berlanjut ke edisi selanjutnya...
Kepahlawan pejuang dari Indonesia Timur ini bahkan kerap disamakan dengan Salahuddin al Ayubi, pejuang Muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem dari kekuasaan pasukan Salib.
Seperti apa riwayat Sultan Baabullah yang tersohor itu? Capaian terbesar apa yang telah diraihnya hingga namanya layak disandingkan dengan Salahuddin al Ayubi? Cerita Pagi akan mengulasnya.
Sultan Baabullah dilahirkan dari rahim Boki Tanjung, permaisuri Sultan Khairun Janil yang berkuasa di Ternate, pada 10 Februari 1528. Ibunda Sultan Baabullah merupakan putri Sultan Alaudin I dari Bacan.
Sejak kecil, Pangeran Baab sudah dipersiapkan oleh Sultan Khairun Janil untuk menggantikan posisinya kelak, saat sudah dewasa. Bersama saudara-saudaranya, dia dikenalkan ajaran Islam oleh mubaligh.
Sejalan dengan itu, dia juga diajarkan seni berperang oleh para panglima perang dari Kesultanan Ternate. Dia juga suka diajak ayahnya setiap kali ada urusan kenegaraan, dan kesultanan.
Setelah dewasa, Sultan Baabullah telah menjadi seorang kesatria yang pintar, dan dalam pengetahuan agamanya, serta pandai mengatur siasat perang, dan menyelesaikan masalah-masalah kesultanan.
Hingga akhirnya, meletuslah perang antara Kesultanan Ternate dengan kolonialisme Portugis. Perang ini berlangsung lama, mulai 1559-1567. Dalam peperangan itu, Sultan Baabullah diutus menjadi panglima.
Dia bertugas menghancurkan pasukan kolonial Portugis di wilayah Maluku dan Sulawesi. Dalam peperangan itu, Sultan Baabullah berhasil meraih kemenangan, dan pasukan kolonial Portugis kalah telak.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonialisme barat di Indonesia, pasukan kolonial Portugis mendapat malu yang sangat besar. Namun begitu, perang masih terus terjadi di wilayah Kesultanan Ternate.
Kemenangan Sultan Baabullah melawan pasukan kolonial Portugis, diikuti dengan kemenangan-kemenangan lainnya. Wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate pun akhirnya semakin bertambah besar.
Setelah jatuhnya Ambon ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate, pasukan kolonial Portugis pun akhirnya bertekuk lutut, dan mengibarkan bendera putih tinggi-tinggi sebagai simbol menyerah.
Namun begitu, Kesultanan Ternate tidak lantas percaya dengan muslihat kolonial Portugis yang licik. Hingga akhirnya, Gubernur Portugis Lopez de Mesquita mengundang Sultan Khairun Janil untuk jamuan makan, di Benteng Sao Paulo.
Pada jamuan itu, Sultan Khairun Janil hanya diperbolehkan datang sendiri. Kecurigaan Kesultanan Ternate pun semakin menjadi. Di sinilah kelicikan kolonial Portugis. Hal itu sudah diketahui oleh Sultan Khairun Janil.
Dengan gagah berani, meski diluputi rasa tidak percaya, Sultan Khairun Janil akhirnya memenuhi undangan jamuan makan kolonial Portugis seorang diri, tanpa membawa seorang pun pengawal ke benteng Portugis.
Atas perintah Gubernur Portugis Lopez de Mesquita, usai jamuan makan, sang sultan dibunuh. Jantungnya diambil untuk diserahkan kepada raja muda Portugis Goa India. Peristiwa itu terjadi pada 25 Februari 1570.
Tidak hanya itu, pasukan kolonial Portugis juga mencabik-cabik tubuh sang sultan, sebagai luapkan atas kekalahan mereka di medan perang. Tindakan brutal ini menimbulkan kemarahan rakyat Ternate, dan Maluku.
Dewan Kesultanan Ternate atas dukungan rakyat kemudian menobatkan Pangeran Baab sebagai Sultan Ternate menggantikan ayahnya dengan gelas Sultan Baabullah Datu Syah. Saat itu, usianya sudah 42 tahun.
Dalam pidato penobatannya, Sultan Baabullah bersumpah akan mengusir kolonial Portugis dari wilayah Indonesia Timur, dan berjuang mengembangkan wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.
Sultan Baabullah merupakan generasi ke-5 dalam Kesultanan Ternate. Generasi pertama adalah Sultan Bayanullah, kedua Sultan Maharani Noekila, ketiga Sultan Tabarija, dan keempat Sultan Khairun Janil.
Berlanjut ke edisi selanjutnya...
(san)