Korupsi itu Bukan Budaya Indonesia
A
A
A
Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Dadang Darmawan menilai kondisi korupsi Indonesia tetap berada pada tingkat mengkhawatirkan, terutama di tingkat birokrasi. Perubahan justru terjadi pada pelaku korupsi itu.
“Yang berubah hanya pada orang yang ditangkap. Itu yang paling meningkat dari tahuntahun sebelumnya. Sementara itu, tidak ada perubahan signifikan dari potensi korupsi di Indonesia terutama di birokrasi pemerintahan ,” katanya.
Ironisnya , penangkapan-penangkapan yang dilakukan institusi hukum terhadap pelaku korupsi b e l u m memberikan efek jera. Hal itu terbukti pada tingkat birokrasi, baik di daerah maupun pusat, potensi untuk korup masih tetap besar. “Orang belum jera sekalipun banyak contoh yang sudah dihukum. “Lemahnya penegakan hukum, rendahnya moralitas dan mentalitas pejabat publik serta rusaknya kultur birokrasi akhirnya merusak sendi-sendi perekonomian suatu bangsa.” Kata Dadang.
Faktor yang melatarbelakangi dan menjadi pendorong korupsi tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya faktor hukum, ideologis, solidaritas kelompok, pencarian identitas, dan situasi lingkungan dan aktor yang mendorong munculnya korupsi. Kendati daya rusak korupsi biasanya memang tidak akan terasa langsung, menurutnya lebih mengerikan dibanding terorisme.
“Bukan hanya itu, korupsi membawa efek domino kerusakan yang luar biasa. Korupsi tidak saja mengakibatkan rusaknya perekonomian masyarakat dan negara, juga dapat mengakibatkan kerusakan moral, budaya, politik, birokrasi, sistem, dan tatanan hukum serta merusak suprastruktur masyarakat dan infrastruktur negara,” paparnya.
Mengenai langkah solutif terhadap kejahatan korupsi, selain mempertegas perangkat hukum, hal penting yang harus dilakukan adalah melakukan reformasi mental birokrat, terutama di lembaga-lembaga penegak hukum,” ujarnya.
Fakhrur rozi
“Yang berubah hanya pada orang yang ditangkap. Itu yang paling meningkat dari tahuntahun sebelumnya. Sementara itu, tidak ada perubahan signifikan dari potensi korupsi di Indonesia terutama di birokrasi pemerintahan ,” katanya.
Ironisnya , penangkapan-penangkapan yang dilakukan institusi hukum terhadap pelaku korupsi b e l u m memberikan efek jera. Hal itu terbukti pada tingkat birokrasi, baik di daerah maupun pusat, potensi untuk korup masih tetap besar. “Orang belum jera sekalipun banyak contoh yang sudah dihukum. “Lemahnya penegakan hukum, rendahnya moralitas dan mentalitas pejabat publik serta rusaknya kultur birokrasi akhirnya merusak sendi-sendi perekonomian suatu bangsa.” Kata Dadang.
Faktor yang melatarbelakangi dan menjadi pendorong korupsi tersebut dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya faktor hukum, ideologis, solidaritas kelompok, pencarian identitas, dan situasi lingkungan dan aktor yang mendorong munculnya korupsi. Kendati daya rusak korupsi biasanya memang tidak akan terasa langsung, menurutnya lebih mengerikan dibanding terorisme.
“Bukan hanya itu, korupsi membawa efek domino kerusakan yang luar biasa. Korupsi tidak saja mengakibatkan rusaknya perekonomian masyarakat dan negara, juga dapat mengakibatkan kerusakan moral, budaya, politik, birokrasi, sistem, dan tatanan hukum serta merusak suprastruktur masyarakat dan infrastruktur negara,” paparnya.
Mengenai langkah solutif terhadap kejahatan korupsi, selain mempertegas perangkat hukum, hal penting yang harus dilakukan adalah melakukan reformasi mental birokrat, terutama di lembaga-lembaga penegak hukum,” ujarnya.
Fakhrur rozi
(ars)