94 ABG di Kota Batu Pernah Melakukan Seks Bebas
A
A
A
KOTA BATU - Prilaku seks bebas yang selama ini terjadi di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, rupanya telah merambah ke kota kecil, seperti Kota Batu.
Kota berpenduduk 200 ribu jiwa ini, kini harus siap-siap menghadapi perubahan prilaku anak-anaknya yang mulai mengenal pergaulan bebas.
Psikologi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu Sayekti Pribadiningtyas menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan perubahan cara bergaul anak baru gede (ABG) di kota penghasil apel itu.
Antara lain, karena adanya proses urbanisasi gaya hidup masyarakat desa yang ke kota-kotaan. Mulai dari serapan informasi di dunia maya yang tanpa batas, gambar pornografi yang mudah diakses lewat HP dan internet, perkembangan pariwisata dan kurangnya perhatian orangtua, serta lingkungan pergaulan anak-anaknya.
"Unit psikologi dinkes dibuka sejak tahun 2013. Mulai tahun 2013 hingga awal Desember ini, sudah ada 94 remaja putri di Kota Batu yang mengadukan persoalannya ke kita. Mereka mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual bersama pacarnya," ungkap Nining, panggilan akrab Sayekti Pribadingtyas, Rabu (3/12/2014).
Menurut dia, usia ABG yang mengaku pernah berhubungan intim mulai pelajar SMP sampai SMA. "Kasus terbaru yang kami tangani, ada salah satu anak pernah berhubungan intim bersama 18 orang teman laki-lakinya. Sekarang anaknya hamil. Kira-kira usia kandungannya lima-enam bulan," sebut Nining.
Diterangkan, Dinkes Kota Batu memang belum melakukan penelitian tentang kondisi pergaulan remaja di kota itu. Tapi dia yakin, semakin majunya sebuah kota, pasti akan membawa dampak negatif pada sisi kehidupan masyarakatnya.
"Coba anda lihat sekarang gaya hidup remaja di Kota Batu. Orangtuanya banting tulang bertani, mencari rumput untuk sapi perahnya, dan ada yang berdagang ke pasar. Di rumah, anak-anaknya bergaya hidup glamor, sering pergi ke mall, makan-makanan cepat saji, sering keluar rumah sekedar ngopi ditepi jalan. Berpakaian modis, rok dan celana pendek," urai Nining.
Dilihat dari luar, kondisi psikologi penduduk Kota Batu seperti air dalam kolam. Terlihat tenang, dan tidak ada persoalan sosial. Padahal hal itu hanya kamuflase belaka. Orangtua yang kurang memperhatikan pergaulan anaknya, akhirnya terjebak.
"Pernah ada seorang ibu bersama anaknya konsultasi ke tempat kami. Ibunya mengatakan setiap akhir bulan anaknya selalu marah-marah. Saudaranya, teman-temannya jadi sasarannya. Setelah kami dekati, si anak itu mengaku sudah ketagihan berhubungan badan. Karena sejak Kelas 1 SMP, sudah melakukan pergaulan bebas," ungkap Nining.
Menurut Nining, yang dikhawatirkan, pergaulan bebas itu bisa menyebabkan infeksi menular seksual (IMS). Lalu berlanjut pada terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.
"Kalau yang hamil, kita telusuri siapa laki-lakinya. Justru yang tidak hamil ini yang membahayakan. Mereka bisa terkena HIV/AIDS," sebut Nining.
Fenomena lain yang perlu dicermati masyarakat kota ini adalah gigolo. Kata Nining, gigolo di Kota Batu bukan melayani tante-tante saja, tapi menjurus kepada homo seksual.
"Ada filosi barat menyatakan, setiap ada urbanisasi dari desa ke kota. Pasti mengorbankan satu generasi. Yaitu ditandai dengan pergaulan bebas," sebut Nining.
Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso menyatakan, pendidikan seksual bagi anak usia dini sangat penting. Karena saat ini siswa Kelas 6 SD sudah menstrubasi. Sehingga perlu gerakan menyelamatkan generasi muda dari seks bebas.
"Kami mendukung langkah dinkes bila ingin memberikan pendidikan seks usia dini. Tentunya, mata pelajarannya disesuaikan dengan usia anak-anak. Tujuannya supaya mereka paham tentang bahayanya seks bebas. Karena bisa menyebabkan terjangkit HIV/AIDS," pungkasnya.
Kota berpenduduk 200 ribu jiwa ini, kini harus siap-siap menghadapi perubahan prilaku anak-anaknya yang mulai mengenal pergaulan bebas.
Psikologi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu Sayekti Pribadiningtyas menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan perubahan cara bergaul anak baru gede (ABG) di kota penghasil apel itu.
Antara lain, karena adanya proses urbanisasi gaya hidup masyarakat desa yang ke kota-kotaan. Mulai dari serapan informasi di dunia maya yang tanpa batas, gambar pornografi yang mudah diakses lewat HP dan internet, perkembangan pariwisata dan kurangnya perhatian orangtua, serta lingkungan pergaulan anak-anaknya.
"Unit psikologi dinkes dibuka sejak tahun 2013. Mulai tahun 2013 hingga awal Desember ini, sudah ada 94 remaja putri di Kota Batu yang mengadukan persoalannya ke kita. Mereka mengaku sudah pernah melakukan hubungan seksual bersama pacarnya," ungkap Nining, panggilan akrab Sayekti Pribadingtyas, Rabu (3/12/2014).
Menurut dia, usia ABG yang mengaku pernah berhubungan intim mulai pelajar SMP sampai SMA. "Kasus terbaru yang kami tangani, ada salah satu anak pernah berhubungan intim bersama 18 orang teman laki-lakinya. Sekarang anaknya hamil. Kira-kira usia kandungannya lima-enam bulan," sebut Nining.
Diterangkan, Dinkes Kota Batu memang belum melakukan penelitian tentang kondisi pergaulan remaja di kota itu. Tapi dia yakin, semakin majunya sebuah kota, pasti akan membawa dampak negatif pada sisi kehidupan masyarakatnya.
"Coba anda lihat sekarang gaya hidup remaja di Kota Batu. Orangtuanya banting tulang bertani, mencari rumput untuk sapi perahnya, dan ada yang berdagang ke pasar. Di rumah, anak-anaknya bergaya hidup glamor, sering pergi ke mall, makan-makanan cepat saji, sering keluar rumah sekedar ngopi ditepi jalan. Berpakaian modis, rok dan celana pendek," urai Nining.
Dilihat dari luar, kondisi psikologi penduduk Kota Batu seperti air dalam kolam. Terlihat tenang, dan tidak ada persoalan sosial. Padahal hal itu hanya kamuflase belaka. Orangtua yang kurang memperhatikan pergaulan anaknya, akhirnya terjebak.
"Pernah ada seorang ibu bersama anaknya konsultasi ke tempat kami. Ibunya mengatakan setiap akhir bulan anaknya selalu marah-marah. Saudaranya, teman-temannya jadi sasarannya. Setelah kami dekati, si anak itu mengaku sudah ketagihan berhubungan badan. Karena sejak Kelas 1 SMP, sudah melakukan pergaulan bebas," ungkap Nining.
Menurut Nining, yang dikhawatirkan, pergaulan bebas itu bisa menyebabkan infeksi menular seksual (IMS). Lalu berlanjut pada terjangkitnya penyakit HIV/AIDS.
"Kalau yang hamil, kita telusuri siapa laki-lakinya. Justru yang tidak hamil ini yang membahayakan. Mereka bisa terkena HIV/AIDS," sebut Nining.
Fenomena lain yang perlu dicermati masyarakat kota ini adalah gigolo. Kata Nining, gigolo di Kota Batu bukan melayani tante-tante saja, tapi menjurus kepada homo seksual.
"Ada filosi barat menyatakan, setiap ada urbanisasi dari desa ke kota. Pasti mengorbankan satu generasi. Yaitu ditandai dengan pergaulan bebas," sebut Nining.
Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso menyatakan, pendidikan seksual bagi anak usia dini sangat penting. Karena saat ini siswa Kelas 6 SD sudah menstrubasi. Sehingga perlu gerakan menyelamatkan generasi muda dari seks bebas.
"Kami mendukung langkah dinkes bila ingin memberikan pendidikan seks usia dini. Tentunya, mata pelajarannya disesuaikan dengan usia anak-anak. Tujuannya supaya mereka paham tentang bahayanya seks bebas. Karena bisa menyebabkan terjangkit HIV/AIDS," pungkasnya.
(san)