Solidaritas Penyandang Disabilitas di Bengkel Kursi Roda

Rabu, 03 Desember 2014 - 15:47 WIB
Solidaritas Penyandang Disabilitas di Bengkel Kursi Roda
Solidaritas Penyandang Disabilitas di Bengkel Kursi Roda
A A A
BANTUL - Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember ini mungkin hanya menjadi catatan bagi para penyandang disabilitas. Tak banyak perubahan yang mereka rasakan. Dianaktirikan berbagai pihak menjadi makanan mereka sehari-hari. Pandangan sebelah mata orang lain sudah menjadi sebuah tradisi bagi mereka.

Perjuangan tiada henti terus mereka gelorakan agar disejajarkan dengan orang normal lainnya. Namun, nampaknya kepedulian terhadap mereka masih sedikit. Akhirnya, hanya sesama merekalah yang mengerti semua penderitaan tersebut dan hanya dengan sesama mereka solidaritas dibangun.

Salah satu contoh bukti kepedulian tanpa batas penyandang disabilitas tersebut adalah adanya bengkel kursi roda yang mereka buka. Di bengkel yang berlokasi di Dusun Ngaglik, Desa Patalan, Kecamatan Jetis, ada tiga orang penyandang cacat setiap hari mengerjakan perbaikan kursi roda dari rekan mereka. Seorang penyandang disabilitas lainnya bertugas antar jemput kursi roda dari klien yang juga rekan sejawat mereka.

Digawangi Dalhari (35), warga Dusun Kepek, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, dan penyandang kelumpuhan kaki lainnya seperti Heribertus (34), warga Monggang, Kecamatan Pundong; Doan Kurniawan (40), sarjana S1 Sastra Jawa dari Kecamatan Bambanglipuro; dan Aris (40), warga Segoroyoso, setiap Rabu mereka memperbaiki kursi roda yang datang ke tempat mereka.

Empat orang tersebut semuanya juga menggunakan kursi roda karena berbagai kasus yang menyebabkan mereka lumpuh. Dalhari lumpuh karena menyandang sakit polio, sementara Heribertus lumpuh karena lumpuh tulang belakang akibat terkena reruntuhan saat gempa bumi 2006. Doan Kurniawan tak bisa berjalan karena tumor dan Aris lumpuh karena kecelakaan.

"Saya sendiri bisa memperbaiki kursi roda dengan belajar otodidak, terus bekerja di LSM Karina memperbaiki kursi roda juga di sana," ujar Dalhari ketika ditemui di bengkel kursi roda tersebut.

Setahun bekerja di Karina, ia lantas memutuskan berhenti dan mengajak teman-temannya di Forum Peduli Difabel Bantul (FPDB) untuk mendirikan bengkel serupa. Dengan mendapat restu dari tempatnya bekerja semula bahkan sekalian difasilitasi, Dalhari dan kawan-kawan akhirnya memberanikan diri membuka bengkel kursi roda.

Menyewa sebuah rumah yang letaknya agak terpencil, empat orang ini melayani konsumen pemilik kursi roda. Mereka siap memperbaiki kursi roda yang rusak. Untuk servis, mereka membebankan biaya cukup terjangkau, mulai Rp15.000 untuk servis ringan dan servis berat Rp50.000.

"Untuk setahun ini masih ada subsidi dari Karina, pemilik kursi roda hanya membayar separuhnya," ujarnya.

Dalam seminggu, mereka bisa menyelesaikan enam kursi roda dengan berbagai tingkat kerusakan. Kerusakan paling susah untuk diperbaiki ada pada laker (as) porok (roda kecil bagian depan), karena setiap kursi roda memiliki tipe laker porok berbeda-beda. Dan, rata-rata memang kerusakannya ada di laker. Selain itu, mereka sering juga diminta memperbaiki jok kursi roda karena sudah usang.

Siti Muslihah Fakri (28), satu-satunya nondifabel dan perempuan di bengkel tersebut menambahkan, penyandang disabilitas tentu lebih senang memperbaiki kursi roda mereka di bengkel tersebut karena tukang servisnya juga dari teman mereka sendiri. Karena dikerjakan sesama kaum difabel, tentu hasilnya akan berbeda dengan diservis oleh orang normal.

"Biasanya kalau diservis di bengkel sepeda katanya hasilnya tidak sreg. Setelannya masih kurang, jadi banyak yang memilih ke sini," ujar wanita yang sehari-hari mendampingi Dalhari dan kawan-kawan serta bertugas membeli berbagai spare part kursi roda.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 4.1106 seconds (0.1#10.140)