32 Napi Nusakambangan Idap HIV
A
A
A
CILACAP - Penderita penyakit seks menular yang disebabkan virus HIV/AIDS tidak hanya diidap para pekerja seks komersial (PSK). Penyakit mematikan itu kini menjangkiti puluhan narapidana di Nusakambangan.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Cilacap mencatat ada 32 napi penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) se-Pulau Nusakambangan dan Cilacap yang terindikasi menderita HIV/AIDS. “Mereka tersebar di seluruh lapas di Pulau Nusakambangan dan Cilacap,” kata Ketua Harian KPA Kabupaten Cilacap Akhmad Edi Susanto saat Peringatan Hari AIDS Sedunia, di Lapas Narkotika, Pulau Nusakambangan, Cilacap, kemarin.
Untuk tingkat Kabupaten Cilacap, jumlah penderita HIV/AIDS yang sudah teridentifikasi hingga saat ini mencapai kisaran 600 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penderita HIV/AIDS merupakan ibu rumah tangga karena hampir mencapai 60% dengan metode penularan melalui hubungan seks.
“Bahkan, saat ini banyak terjadi perilaku seks menyimpang yakni anal seks, dan yang terkena kebanyakan usia produktif, 21-23 tahun. Oleh karena itu, kami akan terus memberikan penyuluhan terkait bahaya HIV/AIDS,” ujar Wakil Bupati Cilacap ini.
Hingga saat ini masih banyak warga yang belum mengetahui bahaya HIV/AIDS dan cara penularannya. “Kami berusaha untuk mengantisipasinya dari tingkat dasar karena selama ini masih banyak yang tidak tahu tentang HIV/AIDS meskipun informasi mengenai penyakit tersebut telah berulang kali disampaikan kepada masyarakat,” kata Akhmad Edi Susanto.
Terkait peringatan Hari AIDS Sedunia 2014, dia mengatakan pihaknya sengaja memilih Lapas Narkotika sebagai lokasi kegiatan karena secara kebetulan institusi yang memimpin rangkaian Hari AIDS Sedunia 2014 adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, kegiatan tersebut difokuskan di lapas yang terkait dengan pelaku penyalahgunaan narkoba.
Sementara itu, Koordinator Lapas Se-Nusakambangan dan Cilacap Marasidin Siregar mengungkapkan dari 32 napi yang terindikasi HIV/AIDS tersebut, 31 orang di antaranya di Pulau Nusakambangan dan satu orang di Lapas Cilacap.
“Kalau yang di Nusakambangan paling banyak di Lapas Batu karena mencapai 10 orang, di Lapas Narkotika sembilan orang, lainnya tersebar di Lapas Permisan, Lapas Kembang Kuning, dan Lapas Pasir Putih. Beberapa di antaranya napi asing,” ungkap Kepala Lapas Kelas I Batu itu.
Marasidin menyebutkan, sebagian besar napi yang terindikasi HIV/AIDS tersebut tersangkut narkoba. Kendati demikian, pihaknya tidak memisahkan napi-napi yang terindikasi HIV/AIDS tersebut dengan napi lainnya.
“Mereka tetap bergaul dengan napi lainnya. Kami merahasiakan identitas mereka, hanya dokter, kalapas, dan yang bersangkutan yang tahu sehingga napi lainnya tidak ada yang tahu. Itu memang harus kita jaga kerahasiaannya,” ucapnya.
Sementara itu, peringatan hari HIV/AIDS sedunia di Kabupaten Semarang dilakukan dengan menggelar kegiatan sosialisasi dan konseling VCT serentak di sejumlah area publik dan area hotspot (lokalisasi), yakni di Lapas Ambarawa, Pasar Bandarjo Ungaran, Pasar Kembangsari Tengaran, Terminal Suruh, lokalisasi Tegalpanas (GP), Gembol, Bandungan, dan Kopeng.
Kegiatan tersebut melibatkan PKBI, LSM dan pegiat penanggulangan HIV/- AIDS, Dinas Kesehatan, serta stakeholder lain di Kabupaten Semarang. “Di Pasar Bandarjo Ungaran ada 120 warga yang di-VCT hasilnya nonreaktif, di Pasar Kembangsari Tengaran ada 30 tes VCT nonreaktif, Terminal Suruh 87 nonreaktif, LP Ambarawa dari sekitar 300 warga binaan baru 100 orang yang VCT dan hasilnya nonreaktif. Untuk empat titik hotspot kami belum dapat laporan,” papar Divisi Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Semarang Taufik Kurniawan kemarin.
Di kawasan Bandungan animo pemandu karaoke (PK) untuk ikut tes VCT terpantau cukup tinggi. Hal ini berkat dukungan pengusaha hiburan dan aparatur desa setempat. Bupati Semarang Mundjirin mengungkapkan, di wilayahnya saat ini ada lebih dari 340 penderita HIV/AIDS. Pemerintah terus berupaya melakukan sosialisasi pencegahan dan penularan HIV/AIDS.
Salah satunya dengan membentuk MPA di masing-masing kecamatan hingga desa, menggelar kegiatan sosialisasi dan pemeriksaan VCT. Di Karanganyar, jumlah penderita HIV/AIDS menembus angka 238 orang sejak ditemukan mulai 2000 lalu. Sementara akhir Oktober kemarin jumlah penderita yang telah meninggal mencapai 68 orang.
Dari pemetaan, 66 desa yang masuk wilayah perkotaan rawan terhadap penularan HIV. “Di perkotaan sejauh ini memang masih mendominasi. Namun di desa belum tentu tidak ada,” ungkap Wakil Bupati (Wabup) Karanganyar Rohadi Widodo kemarin.
Pertumbuhan penderita diakui cukup signifikan. Bahkan, mereka yang terkena juga merambah ke ibu rumah tangga, ibu hamil dan bayi. Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo Tommy Prawoto menyebutkan jumlah penderita HIV/- AIDS yang tidak terdeteksi mencapai ratusan orang tersebar di wilayah Kota Solo dan sekitarnya.
“Jumlah pengidap penyakit itu hingga Oktober 2001 sudah mencapai 1.417 orang. Dari jumlah itu setidaknya ada 30-40% yang tidak terdeteksi,” kata dia.
Agus Joko/ Ary Wahyu Wibowo/ Arief Setiadi/ ant
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Cilacap mencatat ada 32 napi penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) se-Pulau Nusakambangan dan Cilacap yang terindikasi menderita HIV/AIDS. “Mereka tersebar di seluruh lapas di Pulau Nusakambangan dan Cilacap,” kata Ketua Harian KPA Kabupaten Cilacap Akhmad Edi Susanto saat Peringatan Hari AIDS Sedunia, di Lapas Narkotika, Pulau Nusakambangan, Cilacap, kemarin.
Untuk tingkat Kabupaten Cilacap, jumlah penderita HIV/AIDS yang sudah teridentifikasi hingga saat ini mencapai kisaran 600 orang. Dari jumlah tersebut, sebagian besar penderita HIV/AIDS merupakan ibu rumah tangga karena hampir mencapai 60% dengan metode penularan melalui hubungan seks.
“Bahkan, saat ini banyak terjadi perilaku seks menyimpang yakni anal seks, dan yang terkena kebanyakan usia produktif, 21-23 tahun. Oleh karena itu, kami akan terus memberikan penyuluhan terkait bahaya HIV/AIDS,” ujar Wakil Bupati Cilacap ini.
Hingga saat ini masih banyak warga yang belum mengetahui bahaya HIV/AIDS dan cara penularannya. “Kami berusaha untuk mengantisipasinya dari tingkat dasar karena selama ini masih banyak yang tidak tahu tentang HIV/AIDS meskipun informasi mengenai penyakit tersebut telah berulang kali disampaikan kepada masyarakat,” kata Akhmad Edi Susanto.
Terkait peringatan Hari AIDS Sedunia 2014, dia mengatakan pihaknya sengaja memilih Lapas Narkotika sebagai lokasi kegiatan karena secara kebetulan institusi yang memimpin rangkaian Hari AIDS Sedunia 2014 adalah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, kegiatan tersebut difokuskan di lapas yang terkait dengan pelaku penyalahgunaan narkoba.
Sementara itu, Koordinator Lapas Se-Nusakambangan dan Cilacap Marasidin Siregar mengungkapkan dari 32 napi yang terindikasi HIV/AIDS tersebut, 31 orang di antaranya di Pulau Nusakambangan dan satu orang di Lapas Cilacap.
“Kalau yang di Nusakambangan paling banyak di Lapas Batu karena mencapai 10 orang, di Lapas Narkotika sembilan orang, lainnya tersebar di Lapas Permisan, Lapas Kembang Kuning, dan Lapas Pasir Putih. Beberapa di antaranya napi asing,” ungkap Kepala Lapas Kelas I Batu itu.
Marasidin menyebutkan, sebagian besar napi yang terindikasi HIV/AIDS tersebut tersangkut narkoba. Kendati demikian, pihaknya tidak memisahkan napi-napi yang terindikasi HIV/AIDS tersebut dengan napi lainnya.
“Mereka tetap bergaul dengan napi lainnya. Kami merahasiakan identitas mereka, hanya dokter, kalapas, dan yang bersangkutan yang tahu sehingga napi lainnya tidak ada yang tahu. Itu memang harus kita jaga kerahasiaannya,” ucapnya.
Sementara itu, peringatan hari HIV/AIDS sedunia di Kabupaten Semarang dilakukan dengan menggelar kegiatan sosialisasi dan konseling VCT serentak di sejumlah area publik dan area hotspot (lokalisasi), yakni di Lapas Ambarawa, Pasar Bandarjo Ungaran, Pasar Kembangsari Tengaran, Terminal Suruh, lokalisasi Tegalpanas (GP), Gembol, Bandungan, dan Kopeng.
Kegiatan tersebut melibatkan PKBI, LSM dan pegiat penanggulangan HIV/- AIDS, Dinas Kesehatan, serta stakeholder lain di Kabupaten Semarang. “Di Pasar Bandarjo Ungaran ada 120 warga yang di-VCT hasilnya nonreaktif, di Pasar Kembangsari Tengaran ada 30 tes VCT nonreaktif, Terminal Suruh 87 nonreaktif, LP Ambarawa dari sekitar 300 warga binaan baru 100 orang yang VCT dan hasilnya nonreaktif. Untuk empat titik hotspot kami belum dapat laporan,” papar Divisi Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Semarang Taufik Kurniawan kemarin.
Di kawasan Bandungan animo pemandu karaoke (PK) untuk ikut tes VCT terpantau cukup tinggi. Hal ini berkat dukungan pengusaha hiburan dan aparatur desa setempat. Bupati Semarang Mundjirin mengungkapkan, di wilayahnya saat ini ada lebih dari 340 penderita HIV/AIDS. Pemerintah terus berupaya melakukan sosialisasi pencegahan dan penularan HIV/AIDS.
Salah satunya dengan membentuk MPA di masing-masing kecamatan hingga desa, menggelar kegiatan sosialisasi dan pemeriksaan VCT. Di Karanganyar, jumlah penderita HIV/AIDS menembus angka 238 orang sejak ditemukan mulai 2000 lalu. Sementara akhir Oktober kemarin jumlah penderita yang telah meninggal mencapai 68 orang.
Dari pemetaan, 66 desa yang masuk wilayah perkotaan rawan terhadap penularan HIV. “Di perkotaan sejauh ini memang masih mendominasi. Namun di desa belum tentu tidak ada,” ungkap Wakil Bupati (Wabup) Karanganyar Rohadi Widodo kemarin.
Pertumbuhan penderita diakui cukup signifikan. Bahkan, mereka yang terkena juga merambah ke ibu rumah tangga, ibu hamil dan bayi. Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo Tommy Prawoto menyebutkan jumlah penderita HIV/- AIDS yang tidak terdeteksi mencapai ratusan orang tersebar di wilayah Kota Solo dan sekitarnya.
“Jumlah pengidap penyakit itu hingga Oktober 2001 sudah mencapai 1.417 orang. Dari jumlah itu setidaknya ada 30-40% yang tidak terdeteksi,” kata dia.
Agus Joko/ Ary Wahyu Wibowo/ Arief Setiadi/ ant
(ftr)