Pelaku Seni Tantang Masyarakat Kritik Pertunjukan

Senin, 01 Desember 2014 - 11:45 WIB
Pelaku Seni Tantang...
Pelaku Seni Tantang Masyarakat Kritik Pertunjukan
A A A
YOGYAKARTA - Dalam menampilkan sebuah pertunjukan, seorang pelaku seni tidak hanya butuh disanjung tapi juga ingin dikritik.

Kritik dibutuhkan agar pementasan seni akan lebih baik lagi ke depannya. Sayangnya, kritikus seni di DIY sangat minim. Hal ini mengundang sejumlah kalangan prihatin. Tidak terkecuali para pelaku seni maupun budayawan yang konsisten menggelar pen tas seni pertunjukan di daerah istimewa ini. Kondisi demikian sangat disayangkan mengingat ada puluhan hingga ratusan seni pertunjukan yang berlangsung di DIY dalam setahun.

Lewat rangkaian perhelatan Jogja International Performing Arts Festival (JIPAF), pihak penyelenggara menggelar coaching clinic kritik seni pertunjukan bagi sejumlah akademisi dan jurnalis.

"Kami tidak ingin disanjung saja, tapi juga butuh kritikan. Yog yakarta sebagai pusat pengembangan seni, tapi kritik seninya tidak tumbuh. Saya sempat pula tanya rubrik seni budaya di media tapi kritik seninya tidak muncul. Adanya reportase, dan kebanyakan tidak tega untuk kritisi secara benar atau tidak benar (seni pertunjukan yang berlangsung). Sehingga mereka pilih tidak buat, padahal kami butuh dikritik," ucap Festival Director JIPAF 2014, Bambang Paningron kepada wartawan, kemarin.

Pihaknya berharap adanya coaching clinic kritik seni pertunjukan mampu melahirkan kritikus-kritikus seni budaya andal. Supaya bisa membangun pertunjukan seni budaya yang berkualitas dan mumpuni kedepannya. "Coaching clinic berlangsung sampai 1 Desember 2014. Dengan pemateri di antaranya FX Mulyadi, Ardus Sawega, Purwatmadi, Sal Murgi yanto, dan saya sendiri," ucap Koordinator Coaching Clinic Kritik Seni Pertunjukan Anastasia Melati.

Dalam hal tersebut, para peserta diberikan beragam materi kritik seni pertunjukan. Mereka juga berkesempatan menyaksikan pementasan seni budaya yang terdapat dalam rangkaian JIPA Festival. sekaligus prak tik langsung dengan menulis kannya ke dalam sebuah artikel. "Ini menjadi kesempatan bagus bagi para jurnalis, terutama yang berkecimpung lang sung di bidang seni budaya," ujar Antok Wesman, salah satu jurnalis senior di Yogyakarta.

Kali ini lewat tema Follow Your Step, JIPA Festival diharapkan bisa memberikan sajian yang dapat mengembalikan semangat untuk terus berkarya. Se kaligus menginspirasi masyarakat untuk lebih kreatif dan mengembangkan apresiasinya di bidang seni pertunjukan Yogyakarta. JIPAF yang diinisiasi sejak 2003 dan tampil sebagai sebuah event dua tahunan telah menghadirkan 80 grup seniman seni per tunjukan dari berbagai belahan dunia.

Termasuk para koreografer muda Indonesia. Dalam hal ini JIPAF telah membuktikan eksistensinya sebagai wadah bagi para seniman seni pertunjukan dari berbagai negara guna unjuk kemampuan, saling belajar, dan memperluas jejaring sosial (komunitas seni) di antara para peserta.

Dengan biaya penyelenggara an Rp2,4 miliar dan dibiayai pe nuh Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY, pada tahun ini JIPAF berlangsung selama lima hari, yaitu 26–30 November 2014 pukul 19.30–22.00 WIB, bertempat di P4TK SB Sleman DIY. JIPAF 2014 menghadirkan 22 grup tari, teater, dan musik dari mancanegara yang bakal berkolaborasi dengan seniman Indonesia.

Di antaranya, Yukiko Komatsu (Jepang), Danang Pamungkas (Indonesia), Go Eun Kwak (Korea), Maya Dance Company (Singapore), Eko Supriyanto (Indonesia), Tai Body Theatre (Taiwan), DINGYI Music Company (Singapura), Papermoon Puppet Theatre (Indonesia), Vera (Indonesia), Naomi Mirian (Jepang), Sekar Kinanti (Indonesia), Sophiline Arts Ensemble (Kamboja), Anter (Indonesia), Jae Sirikarn (Thailand), Ajeng Soeleman (Indonesia), Belen Rubira (Spanyol), Vonticello (Indonesia), Gnayaw Puppet (Meksiko), Peter Moran Music Perform (Irlandia), Arjuni (Indonesia), Mila Rosinta (Indonesia), dan Windarti (Indonesia).

Siti Estuningsih
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3886 seconds (0.1#10.140)