Sempat Merasakan Piket Malam

Senin, 01 Desember 2014 - 11:09 WIB
Sempat Merasakan Piket Malam
Sempat Merasakan Piket Malam
A A A
BANDUNG - Di sudut Kota Bandung tampak rumah yang lumayan besar dengan taman luas menghias halamannya.

Rumah tersebut menjadi saksi sejarah bagi seluruh siswa SMOA Tasikmalaya angkatan 1963, karena di sana digelar reuni pertama kali setelah 51 tahun terpisah. Suasana hangat canda dan tawa mengisi ruang reuni ini. Tampak sesekali bahasa khas ketika anak-anak meluncur deras disambut gelak tawa. Tiada yang berubah. Canda, tawa, serta polah terlahir kembali bak sekolah dulu.

“Inget baheula pake teteron, di saku depannya ada uang Rp10.000, padahal batur mah bekel satalen (dua perak setengah) “ tutur Ampel. Keceriaan seperti enggan pergi walau sesekali ada mimik sedih ketika bercerita satu-satu temannya yang sudah mendahului mereka. Sesekali mereka juga bercerita masalah penyakit yang sempat diderita.

Walaupun ketika itu seluruh siswa berjumlah 45 orang, dan yang bisa 24 orang, tak menyurutkan semangat mereka untuk bercengkrama. Acaranya pun tidak semewah reunion lainnya. Bagi mereka yang terpenting rutin berkumpul. Melalui reuni itu, mereka pun bersepakat berkumpul dua kali setahun.

Informasi yang dihimpun KORAN SINDO,Sekolah Menengah Olahraga Atas (SMOA) merupakan sekolah yang digagas untuk berprestasi. Pada awal berdirinya, bangunan SMOA merupakan milik Sekolah Guru Atas (SGA). Kemudian pada tahun berikutnya pindah ke ruang Sekolah Menengah Pertama Mitra Batik dan akhirnya pada 1965 memiliki gedung sendiri bersama fakultas Sosial Politik Universitas Padjajaran.

Sejak saat itu SMOA menempati gedung di Jalan Pangaduan Kuda, Dadaha Tasikmalaya. Saat ini, kepala sekolah dipegang Edi Saputra dengan dua guru, yaitu Yunus dan Iyus dibantu dengan para guru lainnya seperti Garda, Aceng Muharam, dan lainnya.

Berbeda dengan SMA zaman sekarang, kala itu setiap sekolah menjalankan piket malam untuk berjaga. Ketika itu, para siswa SMOA adalah yang pertama kali yang memakai seragam putih abu, dengan jaket biru. Sedangkan SMA pada saat itu memakai seragam putih-putih.

“Ingat waktu itu seragam putih yang dipakai ada dua jenis, yang mahal bermerek teteron dan yang dingin tirilin mudah disetrika. Sedangkan yang biasa terbuat dari kain balacu,” tutur Maman.

Ridwan Alamsyah
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.6078 seconds (0.1#10.140)
pixels