Orangtua Korban Kekerasan di Panti Asuhan CK Belum Melapor
A
A
A
PALEMBANG - Kasus kekerasan anak dibawah umur yang terjadi di Panti Asuhan Cahaya Kemuning (CK) hingga saat ini proses hukumnya masih tertahan karena orangtuanya belum melapor ke Polisi.
Dikarenakan tidak semua korban (orangtua anak) berani melangkah ke ranah hukum dengan alasan rendahnya tingkat pendidikan dan faktor ekonomi.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang Adi Sangadi menyatakan, pihaknya tidak bisa memaksa orangtua korban untuk membuat laporan apabila para korban takut melapor.
“Ketiga anak panti DM (10), DN (10) dan KP (12), sementara waktu kami titipkan ke panti asuhan di daerah KM 5. Sementara waktu saya menunggu kedatangan kedua orangtuanya dari Baturaja. Saya pun tidak bisa memaksakan untuk membuat laporan karena orangtua mereka yang harus melaporkan kasus tersebut,”kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang Adi Sangadi.
Adi menjelaskan, ketiga anak-anak tersebut dititipkan kepada panti asuhan disebabkan faktor ekonomi. Selain itu, ada juga karena orangtua anak cerai dan kedua orangtuanya tidak ingin mengurus anak-anak mereka.
“Ada orangtuanya cerai dan mereka menikah lagi, anaknya dititipkan kepanti asuhan tersebut. Ada yang tidak punya uang lagi karena faktor ekonomi. Mereka-mereka ini, sangat sulit sekali kalau berurusan dengan hukum,” ungkapnya.
Kendati demikian KPAID berjanji akan memberikan konsultasi di bidang hukum kepada orangtua korban. Adi juga menegaskan, apabila masih tetap orangtua korban tidak bersedia terpaksa proses hukum tersebut dibatalkan atas kemauan orangtua korban.
“Secara fisik kekerasan yang dialami ketiga korban tidak terlihat dengan kasat mata. Sebab beberapa hari kejadiannya mereka bertiga baru kabur dari panti. Jadi bekas dan sebagainya telah hilang. Namun kekerasan secara fisikis masih dialami ketiga anak-anak itu. Kami juga tidak bisa membuat laporan apabila orangtua korban tidak ingin memperpanjang persoalan ini,” paparnya.
KPAID pun tidak putus asa dengan tetap menjalankan programnya melakukan sidak di setiap panti asuhan di Palembang.
Hal tersebut dilakukan agar kasus serupa tidak akan terjadi lagi. “Kami tetap akan melakukan sidak dan memberikan pengarahan kepada pengelola panti asuhan,”pungkasnya.
Saat dikonfirmasi Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palembang Iptu Imelda Rachmat menjelaskan, ketiga bocah panti asuhan tersebut memang telah diterima oleh pihaknya di Mapolresta Palembang, Jumat, kemarin. Namun, pihaknya langsung menyerahkannya ke KPAID untuk ditindak lanjuti terlebih dahulu.
“Kami serahkan ke KPAID hingga sekarang belum ada laporan tentang kasus tersebut ke kami,”ujar Imelda, melalui telepon pribadinya, Sabtu, (29/11/2014).
Imelda menyatakan, penyidik bisa memproses apabila pihak wali yakni orangtua memberikan keterangan laporan secara resmi. Atau orangtua mau melapor secara sadar dan dikuasakan kepada KPAID sebagai pihak ketiga.
“Hingga sekarang kami tunggu dari orangtua korban untuk melaporkan kasus tersebut. Tetapi belum ada laporannya ke polisi,” pungkasnya.
Dikarenakan tidak semua korban (orangtua anak) berani melangkah ke ranah hukum dengan alasan rendahnya tingkat pendidikan dan faktor ekonomi.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang Adi Sangadi menyatakan, pihaknya tidak bisa memaksa orangtua korban untuk membuat laporan apabila para korban takut melapor.
“Ketiga anak panti DM (10), DN (10) dan KP (12), sementara waktu kami titipkan ke panti asuhan di daerah KM 5. Sementara waktu saya menunggu kedatangan kedua orangtuanya dari Baturaja. Saya pun tidak bisa memaksakan untuk membuat laporan karena orangtua mereka yang harus melaporkan kasus tersebut,”kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang Adi Sangadi.
Adi menjelaskan, ketiga anak-anak tersebut dititipkan kepada panti asuhan disebabkan faktor ekonomi. Selain itu, ada juga karena orangtua anak cerai dan kedua orangtuanya tidak ingin mengurus anak-anak mereka.
“Ada orangtuanya cerai dan mereka menikah lagi, anaknya dititipkan kepanti asuhan tersebut. Ada yang tidak punya uang lagi karena faktor ekonomi. Mereka-mereka ini, sangat sulit sekali kalau berurusan dengan hukum,” ungkapnya.
Kendati demikian KPAID berjanji akan memberikan konsultasi di bidang hukum kepada orangtua korban. Adi juga menegaskan, apabila masih tetap orangtua korban tidak bersedia terpaksa proses hukum tersebut dibatalkan atas kemauan orangtua korban.
“Secara fisik kekerasan yang dialami ketiga korban tidak terlihat dengan kasat mata. Sebab beberapa hari kejadiannya mereka bertiga baru kabur dari panti. Jadi bekas dan sebagainya telah hilang. Namun kekerasan secara fisikis masih dialami ketiga anak-anak itu. Kami juga tidak bisa membuat laporan apabila orangtua korban tidak ingin memperpanjang persoalan ini,” paparnya.
KPAID pun tidak putus asa dengan tetap menjalankan programnya melakukan sidak di setiap panti asuhan di Palembang.
Hal tersebut dilakukan agar kasus serupa tidak akan terjadi lagi. “Kami tetap akan melakukan sidak dan memberikan pengarahan kepada pengelola panti asuhan,”pungkasnya.
Saat dikonfirmasi Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palembang Iptu Imelda Rachmat menjelaskan, ketiga bocah panti asuhan tersebut memang telah diterima oleh pihaknya di Mapolresta Palembang, Jumat, kemarin. Namun, pihaknya langsung menyerahkannya ke KPAID untuk ditindak lanjuti terlebih dahulu.
“Kami serahkan ke KPAID hingga sekarang belum ada laporan tentang kasus tersebut ke kami,”ujar Imelda, melalui telepon pribadinya, Sabtu, (29/11/2014).
Imelda menyatakan, penyidik bisa memproses apabila pihak wali yakni orangtua memberikan keterangan laporan secara resmi. Atau orangtua mau melapor secara sadar dan dikuasakan kepada KPAID sebagai pihak ketiga.
“Hingga sekarang kami tunggu dari orangtua korban untuk melaporkan kasus tersebut. Tetapi belum ada laporannya ke polisi,” pungkasnya.
(sms)