Derita Anak Panti Tiada Henti
A
A
A
PALEMBANG - Kasus kekerasan terhadap anak seakan tiada henti. Kali ini menimpa sejumlah anak panti asuhan di Jalan Muhidin, Kemuning Palembang, yang memilih kabur karena mengaku kerap mendapatkan perlakuan kasar dari anak pemilik panti.
Dugaan penganiayaan tersebut terungkap setelah tiga anak dari panti tersebut DM, 10; DN, 10; dan KP, 12, kabur dan hendak pulang ke Baturaja, OKU dengan berjalan kaki, Kamis (27/11). Kemarin oleh warga yang melihat ketiganya terkatung–katung langsung diantarkan ke kantor polisi untuk mendapatkan pertolongan.
Kini kasus ini telah ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palembang dan pendampingan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang. Ketua Komisi KPAID Palembang Adi Sangadi menjelaskan, ketiga anak tersebut kabur pada Kamis, (27/11) sore hendak pulang ke kampung halaman di Batu raja dengan berjalan kaki.
Lalu, ketiga anak tersebut diantarkan seseorang ke kantor polisi karena mengaku kabur dari panti karena sering dipukul. “Mereka mengaku sering dipukuli oleh anak pemilik panti bernama Nuni dan Panjung. Mereka bertiga lalu merencanakan kabur untuk pulang ke rumah di Baturaja,” kata Adi Sangadi di Mapolresta Palembang, kemarin.
Adi mengaku, setelah ketiga anak tersebut diantarkan oleh warga, pihak kepolisian menghubungi KPAID Palembang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan bahwa aparat tidak bisa melakukan proses hukum sebelum anak didampingi orang tua atau wali membuat laporan.
“Laporan anakanak ini belum diterima karena polisi harus meminta wali dari orang tua mereka. Selain itu penyidik juga harus mendapat kan bukti visum dan mengetahui jelas kronologisnya. Makanya, saya dihubungi untuk melakukan pendampingan dan sebagianya,” ujarnya. Kanit PPA Polresta Palembang Iptu Imelda Rachmat menyatakan, laporan korban sementara waktu ditunda untuk menunggu kedatangan ketiga orang tua atau wali korban.
Sementara waktu ketiga anak tersebut dititipkan ke KPAID Palembang untuk mendapatkan perlindungan. “Anak-anak tersebut datang dan melaporkan dianiaya, kami segera menghubungi KPAID agar bisa didampingi saat dimintai kete rangan. Sementara, ketiganya kami titipkan ke KPAID dan laporannya segera akan kita tindak lanjuti lagi,” pungkasnya.
Sementara, salah satu korban DM menjelaskan, mereka telah tiga hari merencanakan kabur dari panti tersebut karena tidak tahan kerap dipukuli oleh anak pemilik panti tanpa sebab yang jelas. “Kami sering dipukuli, bermain dipukul mau mandi juga sering dipukul. Makanya, kami tidak kuat dan kabur dari sana,” jelas DM.
Tertibkan Seluruh Panti
Adanya tiga anak panti kabur karena mengaku disiksa mengundang keprihatinan semua pihak. Betapa tidak, panti asuhan yang harusnya menjadi harapan satu–satunya di dunia bagi anak kurang beruntung tersebut, malah memberikan kesakitan. Untuk itu, KPAID Palembang bersama Dinas Sosial setempat bertindak cepat dengan melakukan penertiban untuk mencegah kejadian serupa terulang atau terjadi pada panti lain yang banyak di Kota Palembang.
“Memang rencana saya sudah lama ingin melakukan penertiban berupa sidak secara dadakan ke panti asuhan. Setelah melihat ada kasus seperti ini, penertiban akan segera kami lakukan,” ujar Ketua KPAID Palembang Adi Sangadi. Menurut Adi, penertiban atau sidak akan terus dilakukan tidak hanya terkait kasus kekerasan fisik, namun juga kemungkinan kekerasan psikis dan kelayakan panti.
“Tidur di tempat tidak layak, makan di tempat sembarangan dan sebagainya. Itu semua bentuk kekerasan secara psikis. Kami akan sidak ke seluruh panti asuhan untuk melihat bagaimana pelayanan panti asuhan kepada anak-anak pantinya. Mulai dari tempat tidur hingga makannya,” paparnya.
Menurutnya, keberadaan panti asuhan harus didukung dengan beragam sarana dan prasarana. Tidak harus mewah, namun kelayakan bagi anak–anak tetap harus diutamakan. “Semoga semua panti asuhan mengerti apa yang kami lakukan tersebut hanya untuk kepentingan anakanak. Mereka bisa berubah dan memberikan pelayanan terbaik, sebagai rumah asuh bagi anakanak,” pungkasnya.
Muhammad Moeslim
Dugaan penganiayaan tersebut terungkap setelah tiga anak dari panti tersebut DM, 10; DN, 10; dan KP, 12, kabur dan hendak pulang ke Baturaja, OKU dengan berjalan kaki, Kamis (27/11). Kemarin oleh warga yang melihat ketiganya terkatung–katung langsung diantarkan ke kantor polisi untuk mendapatkan pertolongan.
Kini kasus ini telah ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palembang dan pendampingan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Palembang. Ketua Komisi KPAID Palembang Adi Sangadi menjelaskan, ketiga anak tersebut kabur pada Kamis, (27/11) sore hendak pulang ke kampung halaman di Batu raja dengan berjalan kaki.
Lalu, ketiga anak tersebut diantarkan seseorang ke kantor polisi karena mengaku kabur dari panti karena sering dipukul. “Mereka mengaku sering dipukuli oleh anak pemilik panti bernama Nuni dan Panjung. Mereka bertiga lalu merencanakan kabur untuk pulang ke rumah di Baturaja,” kata Adi Sangadi di Mapolresta Palembang, kemarin.
Adi mengaku, setelah ketiga anak tersebut diantarkan oleh warga, pihak kepolisian menghubungi KPAID Palembang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan bahwa aparat tidak bisa melakukan proses hukum sebelum anak didampingi orang tua atau wali membuat laporan.
“Laporan anakanak ini belum diterima karena polisi harus meminta wali dari orang tua mereka. Selain itu penyidik juga harus mendapat kan bukti visum dan mengetahui jelas kronologisnya. Makanya, saya dihubungi untuk melakukan pendampingan dan sebagianya,” ujarnya. Kanit PPA Polresta Palembang Iptu Imelda Rachmat menyatakan, laporan korban sementara waktu ditunda untuk menunggu kedatangan ketiga orang tua atau wali korban.
Sementara waktu ketiga anak tersebut dititipkan ke KPAID Palembang untuk mendapatkan perlindungan. “Anak-anak tersebut datang dan melaporkan dianiaya, kami segera menghubungi KPAID agar bisa didampingi saat dimintai kete rangan. Sementara, ketiganya kami titipkan ke KPAID dan laporannya segera akan kita tindak lanjuti lagi,” pungkasnya.
Sementara, salah satu korban DM menjelaskan, mereka telah tiga hari merencanakan kabur dari panti tersebut karena tidak tahan kerap dipukuli oleh anak pemilik panti tanpa sebab yang jelas. “Kami sering dipukuli, bermain dipukul mau mandi juga sering dipukul. Makanya, kami tidak kuat dan kabur dari sana,” jelas DM.
Tertibkan Seluruh Panti
Adanya tiga anak panti kabur karena mengaku disiksa mengundang keprihatinan semua pihak. Betapa tidak, panti asuhan yang harusnya menjadi harapan satu–satunya di dunia bagi anak kurang beruntung tersebut, malah memberikan kesakitan. Untuk itu, KPAID Palembang bersama Dinas Sosial setempat bertindak cepat dengan melakukan penertiban untuk mencegah kejadian serupa terulang atau terjadi pada panti lain yang banyak di Kota Palembang.
“Memang rencana saya sudah lama ingin melakukan penertiban berupa sidak secara dadakan ke panti asuhan. Setelah melihat ada kasus seperti ini, penertiban akan segera kami lakukan,” ujar Ketua KPAID Palembang Adi Sangadi. Menurut Adi, penertiban atau sidak akan terus dilakukan tidak hanya terkait kasus kekerasan fisik, namun juga kemungkinan kekerasan psikis dan kelayakan panti.
“Tidur di tempat tidak layak, makan di tempat sembarangan dan sebagainya. Itu semua bentuk kekerasan secara psikis. Kami akan sidak ke seluruh panti asuhan untuk melihat bagaimana pelayanan panti asuhan kepada anak-anak pantinya. Mulai dari tempat tidur hingga makannya,” paparnya.
Menurutnya, keberadaan panti asuhan harus didukung dengan beragam sarana dan prasarana. Tidak harus mewah, namun kelayakan bagi anak–anak tetap harus diutamakan. “Semoga semua panti asuhan mengerti apa yang kami lakukan tersebut hanya untuk kepentingan anakanak. Mereka bisa berubah dan memberikan pelayanan terbaik, sebagai rumah asuh bagi anakanak,” pungkasnya.
Muhammad Moeslim
(ftr)