Ramai Ketika Wisuda dan Tahun Ajaran Baru
A
A
A
BANDUNG - Pagi itu sekitar pukul 08.00 WIB, puluhan gerobak stempel telah berjejer di trotoar Jalan Cikapundung Barat, arah terusan ABC, Kota Bandung. Seperti biasanya, mereka menawarkan jasa pembuatan aneka stempel.
Keberadaan puluhan pedagang di kawasan itu tak bisa dibilang sembarang. Banyak orang menyebut, kawasan ini menjadi sentra jasa stempel di Kota Bandung sejak 1970-an. Bahkan dari penuturan sejumlah pedagang, tidak sedikit yang melanjutkan usaha orang tuanya. Kawasan itu sepertinya tak pernah sepi dari aktivitas para pedagang kaki lima. Setelah para pedagang stempel selesai menutup lapak atau sekitar pukul 17.00 WIB.
Aktivitas di tempat itu kemudian diisi para pedagang kuliner jalanan yang berjualan hingga dini hari. Diwarnai suasana pengguna jalan yang berlalu lalang di tempat itu, para pedagang terlihat tenang menunggu calon pembeli berkunjug di kiosnya masing-masing.
Salah seorang penjual stempel tertua di kawasan itu, Muchtar, 72, menuturkan, sejak 1960-an para pedagang stempel sudah ada di tempat itu. Mereka yang berjualan di tempat itu juga bukan hanya dari warga Kota Bandung namun juga dari pendatang dari luar pulau Jawa. “Dari 1969, saya sudah mulai berjualan di sini. Dulu jumlah pedagang tak seramai sekarang.” “Sampai saat ini, aktivitas di jalan ini masih sama seperti puluhan tahun lalu. Siangnya bagian kami pedagang stempel, dan malam hari bagian pedagang kuliner,” ujar Muchtar saat ditemui di tempat tersebut.
Meski persaingan usaha semakin terbuka, selama menjalani usaha itu, Muchtar mengaku bisa meraih penghasilan Rp3 juta per bulan. Namun penghasilan itu tetap tak bisa menjadi acuan rata-rata para pedagang yang sama di tempat itu. “Enggak bisa disamakan juga dengan pedagang lainnya. Mungkin penghasilan pedagang lain lebih kecil. Tergantung banyaknya pelanggan yang datang ke kios,” jelas Muchtar.
Kendati sudah lebih dari20 tahun jualan, dia mengaku belum terpikir untuk berhenti mengais rezeki di tempat itu. Pasalnya hanya usaha itu yang bisa dlakukannya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Oloan Dali munteh, atau tokoh pedagang yang kerap disapa Ucok menuturkan hal serupa.Para pedagang yang berada dikawasan itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Ucok sendiri mengaku mulai berjualan sejak 1990- an. Meski sempat mengalami penggusuran sekitar 1980- an, namun para pedagang sampai saat ini tetap bertahan berjualan ditempat itu. “ Pada 1980- an, sempat ada pembersihan pedagang dalam program gerakan disiplin nasional ( GDN),sejak itu sejumlah pedagang disini pindah ke Palasari. Namun kebanyakan tetap bertahan di tempat ini,” ujarUcok.
Ucok menambahkan, masa kejayaan penjualan stempel dirasakan pada sekitar awal 2000-an.Dimasa itu, dia mengaku omzet penjualan lebih stabil dan mendapat penghasil- an lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga. Namun saat ini, untuk mendapatkan laba bersih Rp50.000 perhari saja tak menjadi jaminan.
“ Dulu saiangannya belum banyak. Sehingga tempat ini masih dikenal sebagai pusat penjualan.Tapi sekarang sudah jauh berbeda. Begitu orang keluar rumah, mereka sudah menemukan tempat jasa seperti kami. Biasanya pemesanan meningkat, saat musim wisuda atau akhir pendidikan sekolah saja,” jelasnya.
Heru Muthahari
Keberadaan puluhan pedagang di kawasan itu tak bisa dibilang sembarang. Banyak orang menyebut, kawasan ini menjadi sentra jasa stempel di Kota Bandung sejak 1970-an. Bahkan dari penuturan sejumlah pedagang, tidak sedikit yang melanjutkan usaha orang tuanya. Kawasan itu sepertinya tak pernah sepi dari aktivitas para pedagang kaki lima. Setelah para pedagang stempel selesai menutup lapak atau sekitar pukul 17.00 WIB.
Aktivitas di tempat itu kemudian diisi para pedagang kuliner jalanan yang berjualan hingga dini hari. Diwarnai suasana pengguna jalan yang berlalu lalang di tempat itu, para pedagang terlihat tenang menunggu calon pembeli berkunjug di kiosnya masing-masing.
Salah seorang penjual stempel tertua di kawasan itu, Muchtar, 72, menuturkan, sejak 1960-an para pedagang stempel sudah ada di tempat itu. Mereka yang berjualan di tempat itu juga bukan hanya dari warga Kota Bandung namun juga dari pendatang dari luar pulau Jawa. “Dari 1969, saya sudah mulai berjualan di sini. Dulu jumlah pedagang tak seramai sekarang.” “Sampai saat ini, aktivitas di jalan ini masih sama seperti puluhan tahun lalu. Siangnya bagian kami pedagang stempel, dan malam hari bagian pedagang kuliner,” ujar Muchtar saat ditemui di tempat tersebut.
Meski persaingan usaha semakin terbuka, selama menjalani usaha itu, Muchtar mengaku bisa meraih penghasilan Rp3 juta per bulan. Namun penghasilan itu tetap tak bisa menjadi acuan rata-rata para pedagang yang sama di tempat itu. “Enggak bisa disamakan juga dengan pedagang lainnya. Mungkin penghasilan pedagang lain lebih kecil. Tergantung banyaknya pelanggan yang datang ke kios,” jelas Muchtar.
Kendati sudah lebih dari20 tahun jualan, dia mengaku belum terpikir untuk berhenti mengais rezeki di tempat itu. Pasalnya hanya usaha itu yang bisa dlakukannya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Oloan Dali munteh, atau tokoh pedagang yang kerap disapa Ucok menuturkan hal serupa.Para pedagang yang berada dikawasan itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Ucok sendiri mengaku mulai berjualan sejak 1990- an. Meski sempat mengalami penggusuran sekitar 1980- an, namun para pedagang sampai saat ini tetap bertahan berjualan ditempat itu. “ Pada 1980- an, sempat ada pembersihan pedagang dalam program gerakan disiplin nasional ( GDN),sejak itu sejumlah pedagang disini pindah ke Palasari. Namun kebanyakan tetap bertahan di tempat ini,” ujarUcok.
Ucok menambahkan, masa kejayaan penjualan stempel dirasakan pada sekitar awal 2000-an.Dimasa itu, dia mengaku omzet penjualan lebih stabil dan mendapat penghasil- an lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga. Namun saat ini, untuk mendapatkan laba bersih Rp50.000 perhari saja tak menjadi jaminan.
“ Dulu saiangannya belum banyak. Sehingga tempat ini masih dikenal sebagai pusat penjualan.Tapi sekarang sudah jauh berbeda. Begitu orang keluar rumah, mereka sudah menemukan tempat jasa seperti kami. Biasanya pemesanan meningkat, saat musim wisuda atau akhir pendidikan sekolah saja,” jelasnya.
Heru Muthahari
(ftr)