Butuh Arahan Pembina
A
A
A
PALEMBANG - Pembina Sriwijaya FC (SFC) Alex Nordin, diminta turun langsung menghentikan perang dingin yang terjadi antarkomunitas suporter. Jangan sampai ulah buruk pendukung setia itu, berlanjut hingga musim depan.
“Kalau hanya manajemen atau polisi, tidak akan selesai. Suporter tidak akan bersatu. Kami ingin Pembina SFC Gubernur Alex Noerdin, harus turun ikut mempersatukan suporter. Kami yakin seluruh suporter akan mendengarkan apa katakata beliau,” kata Ketua Sriwijaya Mania Hooligan Eddy Ismail. Eddy menceritakan, bentrok suporter di tubuh pendukung setia Laskar Wong Kitotelah terjadi selama bertahun-tahun.
Bahkan, kadang menelan korban jiwa sesaat menyaksikan laga home SFC di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, akhir-akhir ini. “Kami sudah capek harus bentrok dan sangat ingin bersatu. Harapan kami Bapak Alex Noerdin menjadi jembatan antara suporter. Karena semua perkataan manajemen dan polisi juga tidak pernah didengar. Mungkin hanya pembina klub yang bisa membuat kami semua tenang dan dapat rukun,” ujar Eddy.
Pada 11 Oktober 2012 silam, Kapolresta Palembang Kombes Pol Sabaruddin Ginting pernah membekukan suporter SFC, lantaran bentrok suporter tidak pernah berhenti. Karena gerah tidak bisa mendukung SFC bertanding, pada 12 Mei 2013 para kelompok suporter sepakat berdamai. Setelah adanya deklarasi perdamaian, polisi dan manajemen lantas mencabut pembekuan tersebut.
Ternyata deklarasi perdamaian antarsuporter itu hanya berlaku di atas kertas, karena sampai saat ini bentrok suporter terus terjadi. Tidak menutup kemungkinan saat kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015 nanti bergulir, bentrok tersebut tetap ada.
“Bentrok suporter sangat mengganggu kenyamanan masyarakat, khususnya penonton yang ingin menyaksikan pertandingan sepak bola. Kami tidak akan segan-segan memberikan tindakan tegas apabila itu terjadi di kompetisi musim depan,” kata Kabag Ops Polresta Palembang Kompol Tulus Sinaga.
Tulus menjelaskan, bagi para suporter yang terbukti membawa senjata tajam diproses berdasarkan Undang- Undang (UU Darurat No. 12 Tahun 1951). Kemudian bagi suporter yang kedapatan melakukan penganiayaan tergolong kriminal murni, diancam undang-undang (KUH Pidana).
“Kecil atau besar, apakah oknum itu SD, SMP ataupun SMA, apabila terbukti bersalah, kami tidak segansegan melakukan tindakan hukum,” pungkasnya.
Muhammad Moeslim
“Kalau hanya manajemen atau polisi, tidak akan selesai. Suporter tidak akan bersatu. Kami ingin Pembina SFC Gubernur Alex Noerdin, harus turun ikut mempersatukan suporter. Kami yakin seluruh suporter akan mendengarkan apa katakata beliau,” kata Ketua Sriwijaya Mania Hooligan Eddy Ismail. Eddy menceritakan, bentrok suporter di tubuh pendukung setia Laskar Wong Kitotelah terjadi selama bertahun-tahun.
Bahkan, kadang menelan korban jiwa sesaat menyaksikan laga home SFC di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, akhir-akhir ini. “Kami sudah capek harus bentrok dan sangat ingin bersatu. Harapan kami Bapak Alex Noerdin menjadi jembatan antara suporter. Karena semua perkataan manajemen dan polisi juga tidak pernah didengar. Mungkin hanya pembina klub yang bisa membuat kami semua tenang dan dapat rukun,” ujar Eddy.
Pada 11 Oktober 2012 silam, Kapolresta Palembang Kombes Pol Sabaruddin Ginting pernah membekukan suporter SFC, lantaran bentrok suporter tidak pernah berhenti. Karena gerah tidak bisa mendukung SFC bertanding, pada 12 Mei 2013 para kelompok suporter sepakat berdamai. Setelah adanya deklarasi perdamaian, polisi dan manajemen lantas mencabut pembekuan tersebut.
Ternyata deklarasi perdamaian antarsuporter itu hanya berlaku di atas kertas, karena sampai saat ini bentrok suporter terus terjadi. Tidak menutup kemungkinan saat kompetisi Indonesia Super League (ISL) 2015 nanti bergulir, bentrok tersebut tetap ada.
“Bentrok suporter sangat mengganggu kenyamanan masyarakat, khususnya penonton yang ingin menyaksikan pertandingan sepak bola. Kami tidak akan segan-segan memberikan tindakan tegas apabila itu terjadi di kompetisi musim depan,” kata Kabag Ops Polresta Palembang Kompol Tulus Sinaga.
Tulus menjelaskan, bagi para suporter yang terbukti membawa senjata tajam diproses berdasarkan Undang- Undang (UU Darurat No. 12 Tahun 1951). Kemudian bagi suporter yang kedapatan melakukan penganiayaan tergolong kriminal murni, diancam undang-undang (KUH Pidana).
“Kecil atau besar, apakah oknum itu SD, SMP ataupun SMA, apabila terbukti bersalah, kami tidak segansegan melakukan tindakan hukum,” pungkasnya.
Muhammad Moeslim
(ftr)