Finalis Tunisia Serukan Pembebasan Palestina
A
A
A
YOGYAKARTA - Di tengah kegembiraannya setelah diumumkan sebagai pemenang The 4th Annual World Muslimah Award (WMA) 2014, finalis asal Tunisia, Ben Guefrache Fatma, menyerukan kebebasan Gaza dan Palestina.
“Bersyukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada orang tua. Kegembiraan ini juga untuk Gaza dan Palestina. Bebaskan Palestina dan Gaza,” ungkap Ben kepada audiensi seusai penobatan pemenang, Jumat (21/11). Menurutnya, kebahagiaan tersebut sudah selayaknya dinikmati bersama, terutama dengan seluruh umat muslim di dunia.
Lewat babak Mizan Grand Final, Ben yang malam itu tampil anggun dengan busana muslim hijau berhasil mengungguli finalis asal India, Nazreen, dengan poin 51. Penilaian terakhir tersebut dilakukan 100 anak yatim yang berperan sebagai juri kehormatan. Sejak awal babak penyisihan 18 besar, Ben bersaing ketat dengan Nazreen yang merupakan favorit dewan juri.
Bahkan, Nazreen yang semula tidak lolos lima besar tidak disangka mendapatkan wild card dari dewan juri. Namun, penilaian tidak berhenti di situ saja, mengingat tahun ini WMA juga melibatkan anak yatim di dalamnya. Sebelumnya para finalis tersebut mesti melalui berbagai tahapan babak penyisihan, seperti melantunkan ayat suci Alquran Surat Al Fusilat ayat 34–35 dalam babak soleha.
“Babak grand finalada empat babak. Untuk babak solehah, seluruh peserta diwajibkan mengaji Alquran dengan surat Al Fusilat ayat 34–35, untuk menyampaikan reshaping the world in harmony. Di sampaikan (lewat ayat suci itu) bahwa antara yang baik dan yang buruk itu tidak perlu di-judge. Bisa kelihatan perbedaannya, jahat dan baik jadikan sahabat dan ini ayat romantis untuk disampaikan,” ujar Founder & CEO World Muslimah Foundation Eka Shanty.
Memasuki babak kedua smart, ke-10 finalis yang lolos, yakni dari Bangladesh, Tunisia, India, United Kingdom (UK), Singapura, Nigeria, Indonesia, Malaysia, Iran, dan Trinidad & Tobago, mesti mempresentasikan dirinya serta menceritakan motivasi, impian, sekaligus segala permasalahan yang dihadapi, terutama ketika berhijab di hadapan para juri.
“Pada babak ketiga, yakni stylish, lima finalis yang terpilih harus bisa menjawab pertanyaan para juri, terutama tentang bagaimana gaya hidup modern muslimah saat ini. Lalu pada babak mizan, dipilih tiga finalis, yakni pertimbangan hadirnya 100 anak yatim (sebagai juri kehormatan),” bebernya.
Salah satu finalis Indonesia yang sempat lolos 10 besar, Lulu Susanti, pun melakukan sujud syukur seusai mendapatkan penghargaan kategori khusus sebagai pembaca Alquran terbaik. Dia yang sebelumnya dalam babak smartmengatakan punya 10 cita-cita berharap bisa mendirikan pondok pesantren ke depannya.
Berbeda dengan kompetisi serupa lainnya, lanjut dia, WMA hadir dengan bentuk jawaban yang tidak hanya melihat dari persyaratan peserta harus berhijab, tetapi juga harus memenuhi lainnya. Seperti pandai mengaji, memiliki kegiatan kemanusiaan, serta memiliki prestasi di bidang akademik, seni budaya, atau olahraga.
Dalam penyelenggaraannya yang keempat, WMA juga melibatkan 100 ibu duafa Kampung Muka Ancol untuk menjahit hijab, mukena, hingga selempang atribut finalis. Tidak ketinggalan, 100 anak yatim juga berperan sebagai juri kehormatan. Anak-anak ini juga berkesempatan mendapatkan beasiswa sekolah.
Siti estuningsih
“Bersyukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada orang tua. Kegembiraan ini juga untuk Gaza dan Palestina. Bebaskan Palestina dan Gaza,” ungkap Ben kepada audiensi seusai penobatan pemenang, Jumat (21/11). Menurutnya, kebahagiaan tersebut sudah selayaknya dinikmati bersama, terutama dengan seluruh umat muslim di dunia.
Lewat babak Mizan Grand Final, Ben yang malam itu tampil anggun dengan busana muslim hijau berhasil mengungguli finalis asal India, Nazreen, dengan poin 51. Penilaian terakhir tersebut dilakukan 100 anak yatim yang berperan sebagai juri kehormatan. Sejak awal babak penyisihan 18 besar, Ben bersaing ketat dengan Nazreen yang merupakan favorit dewan juri.
Bahkan, Nazreen yang semula tidak lolos lima besar tidak disangka mendapatkan wild card dari dewan juri. Namun, penilaian tidak berhenti di situ saja, mengingat tahun ini WMA juga melibatkan anak yatim di dalamnya. Sebelumnya para finalis tersebut mesti melalui berbagai tahapan babak penyisihan, seperti melantunkan ayat suci Alquran Surat Al Fusilat ayat 34–35 dalam babak soleha.
“Babak grand finalada empat babak. Untuk babak solehah, seluruh peserta diwajibkan mengaji Alquran dengan surat Al Fusilat ayat 34–35, untuk menyampaikan reshaping the world in harmony. Di sampaikan (lewat ayat suci itu) bahwa antara yang baik dan yang buruk itu tidak perlu di-judge. Bisa kelihatan perbedaannya, jahat dan baik jadikan sahabat dan ini ayat romantis untuk disampaikan,” ujar Founder & CEO World Muslimah Foundation Eka Shanty.
Memasuki babak kedua smart, ke-10 finalis yang lolos, yakni dari Bangladesh, Tunisia, India, United Kingdom (UK), Singapura, Nigeria, Indonesia, Malaysia, Iran, dan Trinidad & Tobago, mesti mempresentasikan dirinya serta menceritakan motivasi, impian, sekaligus segala permasalahan yang dihadapi, terutama ketika berhijab di hadapan para juri.
“Pada babak ketiga, yakni stylish, lima finalis yang terpilih harus bisa menjawab pertanyaan para juri, terutama tentang bagaimana gaya hidup modern muslimah saat ini. Lalu pada babak mizan, dipilih tiga finalis, yakni pertimbangan hadirnya 100 anak yatim (sebagai juri kehormatan),” bebernya.
Salah satu finalis Indonesia yang sempat lolos 10 besar, Lulu Susanti, pun melakukan sujud syukur seusai mendapatkan penghargaan kategori khusus sebagai pembaca Alquran terbaik. Dia yang sebelumnya dalam babak smartmengatakan punya 10 cita-cita berharap bisa mendirikan pondok pesantren ke depannya.
Berbeda dengan kompetisi serupa lainnya, lanjut dia, WMA hadir dengan bentuk jawaban yang tidak hanya melihat dari persyaratan peserta harus berhijab, tetapi juga harus memenuhi lainnya. Seperti pandai mengaji, memiliki kegiatan kemanusiaan, serta memiliki prestasi di bidang akademik, seni budaya, atau olahraga.
Dalam penyelenggaraannya yang keempat, WMA juga melibatkan 100 ibu duafa Kampung Muka Ancol untuk menjahit hijab, mukena, hingga selempang atribut finalis. Tidak ketinggalan, 100 anak yatim juga berperan sebagai juri kehormatan. Anak-anak ini juga berkesempatan mendapatkan beasiswa sekolah.
Siti estuningsih
(ars)