Pesut Mahakam Penjelmaan Manusia?
A
A
A
Warga Kutai menyakini jika Pesut yang hidup di Sungai Mahakam adalah penjelmaan dari manusia yang berubah wujud menjadi ikan lumba-lumba air tawar ini.
Selain itu wujud kepala Pesut juga menyerupai kepala manusia yang berbentuk bulat tidak seperti ikan lumba-lumba yang memiliki moncong.
Karenanya warga sepanjang perairan Sungai Mahakam melindungi Pesut Mahakam dari kepunahan.
Banyak kisah atau versi terkait keberadaan Pesut Mahakam yang dianggap merupakan jelmaan manusia.
Salah satu versinya yaitu Pesut merupakan jelmaan anak manusia yang berubah wujud karena memakan makanan milik seorang pertapa sakti yang telah dimantrai.
Ceritanya bermula pada zaman dahulu kala, di sebuah desa nun jauh di pedalaman Kalimantan, (diperkirakan diantara Kota Bangun dan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara/Tenggarong sekarang) tinggal sebuah keluarga dengan dua orang anak berlainan jenis yang sangat dimanja sehingga sering berbuat kenakalan.
Mereka tinggal dengan ayah dan seorang ibu tiri. Setiap hari mereka selalu bermain-main dan berbuat kenakalan.
Akibat kenakalannya itu, kedua orang tuanya sering memarahi. Karena terus dimarahi, kedua anak ini menjadi jengkel.
“Di rumah dimarahi terus lebih baik pergi aja,” ujar sang kakak.
“Huh, tapi kita mau kemana perginya?,” jawab sang adik.
Mereka pun berjalan menyusuri hutan belantara Kalimantan. Tapi ternyata mereka tersesat dan tidak tahu lagi jalan untuk pulang.
“Kita lewat sana?, Bukan, sana!, ” keduanya sempat berdebat sengit. Mereka terus berjalan tanpa arah. Menyusuri hutan, dan berputar-putar di dalam hutan.
Berhari-hari mereka berjalan menembus hutan belantara. Siang dan malam mereka lalui dengan lapar dan ketakutan.
“Hei lihat, mungkin di sana ada makanan,” kata salah seorang dari mereka sambil menunjuk sebuah gubuk reot di tengah hutan.
Keduanya sepakat mendatangi gubuk itu sambil berharap kebaikan pemilik gubuk untuk memberikan makanan.
Sesampainya di gubuk itu, mereka tidak menemukan penghuninya. Namun di dalam gubuk, keduanya menemukan banyak makanan. “Wah banyak makanan, ayo habiskan sampai kenyang,” kata sang kakak.
Tanpa menunggu waktu lama, keduanya kemudian lahap makanan yang ada hingga ludes. Mereka tak berfikir lagi, siapa pemilik makanan itu.
Usai menyantap habis makanan yang ada, keanehan pun terjadi. “Aduh, kenapa mulut dan perutku panas?,” tanya sang kakak.
“Badanku juga panas,” jawab sang adik sambil menahan sakit.
Rupanya anak-anak itu telah masuk ke dalam gubuk dan makan makanan seorang pertapa sakti yang sedang mencari kayu bakar. Makanan yang dimakan keduanya ternyata telah dimantrai.
Karena panas yang tidak tertahankan lagi, anak-anak itu pun berlari dan menceburkan diri ke dalam sungai yang ada berada di sisi hutan, tak jauh dari gubuk itu.
Mereka berenang hilir mudik berhari-hari karena masih merasa panas. Penduduk mulai mendengar ada dua anak manusia yang berenang tanpa henti sehingga mereka berubah wujud menyerupai ikan lumba-lumba.
Para penduduk mulai berdatangan dan merasa heran melihat kejadian ini. Ibu tiri anak-anak itu menemukan mereka.
Namun kedua anaknya telah berubah menjadi lumba-lumba air tawar. Sang ibu menangis dan meminta pertapa sakti untuk mengubah kembali wujud anak mereka, namun semua sudah terlambat.
Akhirnya penduduk menamai lumba-lumba tersebut dengan nama Pesut karena suara yang keluar dari lubang nafas mereka.
Saat ini Pesut (orcaella brevirostris) termasuk hewan yang terancam punah. Hidup di Perairan Sungai Mahakam, lumba-lumba air tawar ini bukanlah target perburuan manusia.
Namun Ancaman kepunahan datang dari peningkatan aktivitas di Sungai Mahakam, serta pendangkalan sungai.
Menurut M Innal Rahman, anggota komunitas Save The Mahakam Dolphin, banyak cerita rakyat yang memuat kisah awal kehadiran Pesut Mahakam.
“Tapi warga Kutai meyakini jika Pesut Mahakam adalah jelmaan anak manusia,” kata Innal.
Cerita rakyat ini terus berkembang hingga turun temurun. Hingga sekarang, masyarakat sekitar aliran Sungai Mahakam banyak yang mempercayai kisah itu. Kisah ini juga membuat warga Kutai menjaga dan menghormati Pesut Mahakam.
“Saat ini, Pesut Mahakam terancam punah akibat aktivitas manusia di sepanjang aliran sungai. Membuang sampah ke sungai, hingga aktivitas nelayan yang sembarangan memasang jaring,” papar Innal.
Wilayah populasi Pesut Mahakam saat ini terus tergerus hingga ke hulu Sungai Mahakam. Kebanyakan berada antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat dengan tempat favorit adalah muara anak Sungai Mahakam.
Aktivitas manusia membuat pesut harus mencari tempat yang lebih tenang dari kebisingan dan memiliki sumber makanan, udang dan ikan air tawar, dalam jumlah banyak.
“Untuk daerah yang potensial mulai dari Kecamatan Muara Kaman ke arah hulu Sungai Mahakam hingga ke Kecamatan Kota Bangun. Jadi ada empat anak sungai, mulai dari Sungai Kedang Rantau sampai ke arah Tunjungan, ada juga di Muara Sungai Kedang Kepala serta di Sungai Pela,” katanya.
Saat ini, kata Innal, populasi Pesut Mahakam hanya mencapai 95 ekor. Upaya pelestarian terus dilakukan berbagai komunitas.
Upaya yang paling sering dilakukan adalah sosialisasi ke nelayan di sepanjang aliran sungai agar memasang jala yang tidak mengganggu alur perjalanan Pesut Mahakam.
Selain itu wujud kepala Pesut juga menyerupai kepala manusia yang berbentuk bulat tidak seperti ikan lumba-lumba yang memiliki moncong.
Karenanya warga sepanjang perairan Sungai Mahakam melindungi Pesut Mahakam dari kepunahan.
Banyak kisah atau versi terkait keberadaan Pesut Mahakam yang dianggap merupakan jelmaan manusia.
Salah satu versinya yaitu Pesut merupakan jelmaan anak manusia yang berubah wujud karena memakan makanan milik seorang pertapa sakti yang telah dimantrai.
Ceritanya bermula pada zaman dahulu kala, di sebuah desa nun jauh di pedalaman Kalimantan, (diperkirakan diantara Kota Bangun dan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara/Tenggarong sekarang) tinggal sebuah keluarga dengan dua orang anak berlainan jenis yang sangat dimanja sehingga sering berbuat kenakalan.
Mereka tinggal dengan ayah dan seorang ibu tiri. Setiap hari mereka selalu bermain-main dan berbuat kenakalan.
Akibat kenakalannya itu, kedua orang tuanya sering memarahi. Karena terus dimarahi, kedua anak ini menjadi jengkel.
“Di rumah dimarahi terus lebih baik pergi aja,” ujar sang kakak.
“Huh, tapi kita mau kemana perginya?,” jawab sang adik.
Mereka pun berjalan menyusuri hutan belantara Kalimantan. Tapi ternyata mereka tersesat dan tidak tahu lagi jalan untuk pulang.
“Kita lewat sana?, Bukan, sana!, ” keduanya sempat berdebat sengit. Mereka terus berjalan tanpa arah. Menyusuri hutan, dan berputar-putar di dalam hutan.
Berhari-hari mereka berjalan menembus hutan belantara. Siang dan malam mereka lalui dengan lapar dan ketakutan.
“Hei lihat, mungkin di sana ada makanan,” kata salah seorang dari mereka sambil menunjuk sebuah gubuk reot di tengah hutan.
Keduanya sepakat mendatangi gubuk itu sambil berharap kebaikan pemilik gubuk untuk memberikan makanan.
Sesampainya di gubuk itu, mereka tidak menemukan penghuninya. Namun di dalam gubuk, keduanya menemukan banyak makanan. “Wah banyak makanan, ayo habiskan sampai kenyang,” kata sang kakak.
Tanpa menunggu waktu lama, keduanya kemudian lahap makanan yang ada hingga ludes. Mereka tak berfikir lagi, siapa pemilik makanan itu.
Usai menyantap habis makanan yang ada, keanehan pun terjadi. “Aduh, kenapa mulut dan perutku panas?,” tanya sang kakak.
“Badanku juga panas,” jawab sang adik sambil menahan sakit.
Rupanya anak-anak itu telah masuk ke dalam gubuk dan makan makanan seorang pertapa sakti yang sedang mencari kayu bakar. Makanan yang dimakan keduanya ternyata telah dimantrai.
Karena panas yang tidak tertahankan lagi, anak-anak itu pun berlari dan menceburkan diri ke dalam sungai yang ada berada di sisi hutan, tak jauh dari gubuk itu.
Mereka berenang hilir mudik berhari-hari karena masih merasa panas. Penduduk mulai mendengar ada dua anak manusia yang berenang tanpa henti sehingga mereka berubah wujud menyerupai ikan lumba-lumba.
Para penduduk mulai berdatangan dan merasa heran melihat kejadian ini. Ibu tiri anak-anak itu menemukan mereka.
Namun kedua anaknya telah berubah menjadi lumba-lumba air tawar. Sang ibu menangis dan meminta pertapa sakti untuk mengubah kembali wujud anak mereka, namun semua sudah terlambat.
Akhirnya penduduk menamai lumba-lumba tersebut dengan nama Pesut karena suara yang keluar dari lubang nafas mereka.
Saat ini Pesut (orcaella brevirostris) termasuk hewan yang terancam punah. Hidup di Perairan Sungai Mahakam, lumba-lumba air tawar ini bukanlah target perburuan manusia.
Namun Ancaman kepunahan datang dari peningkatan aktivitas di Sungai Mahakam, serta pendangkalan sungai.
Menurut M Innal Rahman, anggota komunitas Save The Mahakam Dolphin, banyak cerita rakyat yang memuat kisah awal kehadiran Pesut Mahakam.
“Tapi warga Kutai meyakini jika Pesut Mahakam adalah jelmaan anak manusia,” kata Innal.
Cerita rakyat ini terus berkembang hingga turun temurun. Hingga sekarang, masyarakat sekitar aliran Sungai Mahakam banyak yang mempercayai kisah itu. Kisah ini juga membuat warga Kutai menjaga dan menghormati Pesut Mahakam.
“Saat ini, Pesut Mahakam terancam punah akibat aktivitas manusia di sepanjang aliran sungai. Membuang sampah ke sungai, hingga aktivitas nelayan yang sembarangan memasang jaring,” papar Innal.
Wilayah populasi Pesut Mahakam saat ini terus tergerus hingga ke hulu Sungai Mahakam. Kebanyakan berada antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat dengan tempat favorit adalah muara anak Sungai Mahakam.
Aktivitas manusia membuat pesut harus mencari tempat yang lebih tenang dari kebisingan dan memiliki sumber makanan, udang dan ikan air tawar, dalam jumlah banyak.
“Untuk daerah yang potensial mulai dari Kecamatan Muara Kaman ke arah hulu Sungai Mahakam hingga ke Kecamatan Kota Bangun. Jadi ada empat anak sungai, mulai dari Sungai Kedang Rantau sampai ke arah Tunjungan, ada juga di Muara Sungai Kedang Kepala serta di Sungai Pela,” katanya.
Saat ini, kata Innal, populasi Pesut Mahakam hanya mencapai 95 ekor. Upaya pelestarian terus dilakukan berbagai komunitas.
Upaya yang paling sering dilakukan adalah sosialisasi ke nelayan di sepanjang aliran sungai agar memasang jala yang tidak mengganggu alur perjalanan Pesut Mahakam.
(sms)