3 Hari Gunungkidul-Yogya PP Satu Tabung
A
A
A
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mengerek biaya transportasi mahal, itu pasti! Tapi di tangan Anjar Nugroho, 33, dampak kenaikan harga BBM untuk transportasi tidak dirasakan sama sekali. Warga Dusun Tumpak, Desa Ngawu, Kecamatan Playen ini memodifikasi sepeda motor yang digunakan untuk nglajo dari rumahnya menuju tempat kerja di Kota Yogyakarta.
Modifikasi yang dimaksud adalah mengonversi penggunaan premium ke elpiji ukuran 3 kilogram (kg) yang masih disubsidi pemerintah. Hebatnya lagi, karyanya tersebut hasil kombinasi dari sejumlah barang bekas. Pria jebolan SMK 45 Wonosari ini mengaku cukup terbantu dengan peralatan yang semuanya dari barang bekas tersebut “Satu tabung bisa untuk tiga kali perjalanan pulang pergi rumah sampai tempat kerja,” tuturnya kepada KORAN SINDO YOGYA, kemarin.
Dia juga tidak khawatir kehabisan elpiji di tengah perjalanan. Selain ada indikator kecepatan yang menurun, fungsi karburator kendaraan juga tetap digunakan. “Jadi kalau habis di jalan, tinggal menutup keran dan membuka keran premium, maka bisa berjalan normal dengan premium,” papar Anjar sambil menunjukkan peralatan sederhananya.
Dia menambahkan apa yang dilakoninya masih eksperimen. Sebab, Anjar masih membutuhkan beberapa dukungan, terutama peruntukan elpiji ukuran 3 kg. “Harapan saya, ada kebijakan sehingga penggunaan elpiji 3 kg ini tidak melanggar,” ucapnya polos. Menurut Anjar, untuk membuat peralatan sederhana ini hanya merogoh kantong Rp25.000. Biaya untuk peralatan di luar tabung elpiji yang digunakan.
“Karena ini masih sederhana dan belum standar, masih murah,” katanya. Dia berharap bisa membuat kreasi aluminium cor sehingga konverter yang dibuatnya lebih rapat. Saat ini modifikasi dilakukan dengan menggunakan pipa dan bekas botol minyak rambut. “Alat ini sangat murah. Kalau menggunakan premium, sehari saya membutuhkan uang Rp17.000 ke tempat kerja di Yogyakarta.
Namun dengan elpiji, saya hemat Rp34.000 dalam tiga hari(pergi-pulang/PP). Sekarang tinggal regulasi berpihak pada rakyat kecil seperti saya atau tidak,” bebernya. Sementara Teguh, salah satu kerabat Anjar mengakui kepiawaian rekannya tersebut dalam utak-atik teknologi. “Sebelum kenaikan BBM, hal ini sudah diujicobakan di dua motornya, semua berhasil,” katanya. Yang menjadikan penggunaan elpiji ini lebih aman daripada kompor adalah tekanan gas yang dibuat rendah. Dengan begitu, tidak ada tekanan udara dari elpiji ke selang yang berlebihan. “Terlebih lagi, kecepatan motor juga konstan dan mesin tetap dingin,” ujar Teguh.
Suharjono
Gunungkidul
Modifikasi yang dimaksud adalah mengonversi penggunaan premium ke elpiji ukuran 3 kilogram (kg) yang masih disubsidi pemerintah. Hebatnya lagi, karyanya tersebut hasil kombinasi dari sejumlah barang bekas. Pria jebolan SMK 45 Wonosari ini mengaku cukup terbantu dengan peralatan yang semuanya dari barang bekas tersebut “Satu tabung bisa untuk tiga kali perjalanan pulang pergi rumah sampai tempat kerja,” tuturnya kepada KORAN SINDO YOGYA, kemarin.
Dia juga tidak khawatir kehabisan elpiji di tengah perjalanan. Selain ada indikator kecepatan yang menurun, fungsi karburator kendaraan juga tetap digunakan. “Jadi kalau habis di jalan, tinggal menutup keran dan membuka keran premium, maka bisa berjalan normal dengan premium,” papar Anjar sambil menunjukkan peralatan sederhananya.
Dia menambahkan apa yang dilakoninya masih eksperimen. Sebab, Anjar masih membutuhkan beberapa dukungan, terutama peruntukan elpiji ukuran 3 kg. “Harapan saya, ada kebijakan sehingga penggunaan elpiji 3 kg ini tidak melanggar,” ucapnya polos. Menurut Anjar, untuk membuat peralatan sederhana ini hanya merogoh kantong Rp25.000. Biaya untuk peralatan di luar tabung elpiji yang digunakan.
“Karena ini masih sederhana dan belum standar, masih murah,” katanya. Dia berharap bisa membuat kreasi aluminium cor sehingga konverter yang dibuatnya lebih rapat. Saat ini modifikasi dilakukan dengan menggunakan pipa dan bekas botol minyak rambut. “Alat ini sangat murah. Kalau menggunakan premium, sehari saya membutuhkan uang Rp17.000 ke tempat kerja di Yogyakarta.
Namun dengan elpiji, saya hemat Rp34.000 dalam tiga hari(pergi-pulang/PP). Sekarang tinggal regulasi berpihak pada rakyat kecil seperti saya atau tidak,” bebernya. Sementara Teguh, salah satu kerabat Anjar mengakui kepiawaian rekannya tersebut dalam utak-atik teknologi. “Sebelum kenaikan BBM, hal ini sudah diujicobakan di dua motornya, semua berhasil,” katanya. Yang menjadikan penggunaan elpiji ini lebih aman daripada kompor adalah tekanan gas yang dibuat rendah. Dengan begitu, tidak ada tekanan udara dari elpiji ke selang yang berlebihan. “Terlebih lagi, kecepatan motor juga konstan dan mesin tetap dingin,” ujar Teguh.
Suharjono
Gunungkidul
(bbg)