Tak Bisa Selesai, Gedung RSUD Terancam Terbengkalai
A
A
A
SEMARANG - Pembangunan gedung pelayanan penyakit paruparu dan jantung di RSUD Kota Semarang terancam tidak selesai sesuai target. Proyek berbiaya Rp6,6 miliar dari APBD Kota Semarang ini baru rampung 22%, padahal untuk bisa selesai pada 10 Desember 2015, seharusnya sudah 80%.
Lambatnya pengerjaan mendorong Komisi D DPRD Kota Semarang meninjau langsung ke lokasi dan melakukan rapat dengan Direktur RSUD Kota Semarang selaku pejabat pembuat komitmen, kontraktor, dan pengawas pembangunan. Dalam rapat itu, Komisi D dan direktur RSUD sempat emosi karena ternyata pekerjaan pembangunan gedung dinilai sangat lambat.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo menyatakan, pembangunan gedung tidak ada kemajuan signifikan Pada tinjauan Komisi D dua pekan lalu, progresnya sebesar 19% dan kini hanya bertambah 3% menjadi 22%. Jika mempunyai niat ingin menyelesaikan pekerjaan seharusnya kontraktor bisa lebih maksimal mengerjakannya.
“Namun kenyataannya tidak, jumlah tenaga kerjanya tidak ada tambahan masih sekitar 40 orang. Harusnya ada langkah-langkah konkret sehingga target selesai 100% dan pekerjaan pada 10 Desember bisa tercapai,” kata Anang. Legislator dari Fraksi Golkar ini mengaku kesal dengan pencapaian kerja kontraktor.
Dia meminta kontraktor mengakselerasi atau percepatan pembangunan sehingga akhir tahun pembangunan selesai dan tahun 2015 gedung pelayanan paru-paru dan jantung bisa beroperasi. Jika tidak bisa tercapai, masyarakat, pemerintah, dan rumah sakit, akan dirugikan.
“Kontraktor harus membuat plan A untuk akselerasi pembangunan, juga membuat plan B jika ternyata tidak selesai. Bagaimana agar bangunan yang sudah terbangun tidak rusak karena hujan ataupun panas dan lainnya,” katanya.
Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Laser Narindro menegaskan, jika pembangunan ini tidak selesai, bisa menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan sehingga menjadi masalah hukum. Kontraktor pun harus siap menerima konsekuensinya. “Bahkan konsekuensinya bisa ke arah hukum pidana, tidak hanya perusahaannya di-blacklist,” katanya.
Mendapat berbagai protes itu, Project Manager PT Ghories, Arwani mengatakan, pihaknya berkomitmen ingin menyelesaikan pekerjaan dan berjanji tidak akan melarikan diri. Dia mengakui dengan waktu tersisa 22 hari, mustahil bisa menyelesaikan pekerjaan hingga 100%.
Namun, dia berjanji bisa mencapai 60% pada akhir kontrak kerja dan bersedia menyelesaikan sisanya. Pihaknya meminta adendum kontrak kerja dengan menambah waktu 50 hari untuk menyelesaikan 40% sisanya. “Jika diberikan, kami yakin tidak sampai 50 hari pekerjaan itu sudah bisa diselesaikan,” katanya. Pihaknya juga berjanji siap menanggung segala risiko apa pun akibat masalah keterlambatan itu.
Menurutnya, keterlambatan ini karena akumulasi permasalahan, termasuk kesulitan mendapatkan bahan pengecoran. Pihaknya jugamengakui, perusahaannya selain mengerjakan proyek di Semarang, juga mengerjakan proyek serupa di dua daerah lain. Namun, hanya di Kota Semarang yang mengalami kendala.
Direktur RSUD Kota Semarang sebagai pejabat pembuat komitmen pekerjaan pembangunan gedung pelayanan paru-paru dan jantung, Susi Herawati menegaskan, adendum tidak bisa diberikan. “Jangan berpikir bisa meminta adendum perpanjangan waktu pengerjaan selama 50 hari, karena di Semarang perpanjangan itu bisa diberikan hanya kalau pengerjaannya hanya tersisa 10%, bukan sampai 40%,” katanya.
Susi mengaku kecewa dengan keterlambatan pembangunan karena sebenarnya peralatan medis, bahkan aksesori serta mebel ruang pelayanan paru-paru dan jantung sudah siap semua. Rukiyanto, Sekretaris Komisi D menyebutkan, jika kontraktor hanya menjanjikan bisa menyelesaikan 60% pengerjaan pada 10 Desember, bangunan pasti akan terbengkalai.
Sebab dalam anggaran APBD Kota Semarang 2015 yang sudah disahkan, tidak ada penganggaran untuk menyelesaikan sisa pembangunan yang belum dikerjakan. “Pekerjaan untuk menyelesaikan kekurangannya yang 40% mungkin baru bisa dianggarkan tahun 2016. Artinya, bangunan yang sudah terbangun akan terbengkalai paling tidak selama satu tahun,” katanya.
M Abduh
Lambatnya pengerjaan mendorong Komisi D DPRD Kota Semarang meninjau langsung ke lokasi dan melakukan rapat dengan Direktur RSUD Kota Semarang selaku pejabat pembuat komitmen, kontraktor, dan pengawas pembangunan. Dalam rapat itu, Komisi D dan direktur RSUD sempat emosi karena ternyata pekerjaan pembangunan gedung dinilai sangat lambat.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Anang Budi Utomo menyatakan, pembangunan gedung tidak ada kemajuan signifikan Pada tinjauan Komisi D dua pekan lalu, progresnya sebesar 19% dan kini hanya bertambah 3% menjadi 22%. Jika mempunyai niat ingin menyelesaikan pekerjaan seharusnya kontraktor bisa lebih maksimal mengerjakannya.
“Namun kenyataannya tidak, jumlah tenaga kerjanya tidak ada tambahan masih sekitar 40 orang. Harusnya ada langkah-langkah konkret sehingga target selesai 100% dan pekerjaan pada 10 Desember bisa tercapai,” kata Anang. Legislator dari Fraksi Golkar ini mengaku kesal dengan pencapaian kerja kontraktor.
Dia meminta kontraktor mengakselerasi atau percepatan pembangunan sehingga akhir tahun pembangunan selesai dan tahun 2015 gedung pelayanan paru-paru dan jantung bisa beroperasi. Jika tidak bisa tercapai, masyarakat, pemerintah, dan rumah sakit, akan dirugikan.
“Kontraktor harus membuat plan A untuk akselerasi pembangunan, juga membuat plan B jika ternyata tidak selesai. Bagaimana agar bangunan yang sudah terbangun tidak rusak karena hujan ataupun panas dan lainnya,” katanya.
Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Laser Narindro menegaskan, jika pembangunan ini tidak selesai, bisa menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan sehingga menjadi masalah hukum. Kontraktor pun harus siap menerima konsekuensinya. “Bahkan konsekuensinya bisa ke arah hukum pidana, tidak hanya perusahaannya di-blacklist,” katanya.
Mendapat berbagai protes itu, Project Manager PT Ghories, Arwani mengatakan, pihaknya berkomitmen ingin menyelesaikan pekerjaan dan berjanji tidak akan melarikan diri. Dia mengakui dengan waktu tersisa 22 hari, mustahil bisa menyelesaikan pekerjaan hingga 100%.
Namun, dia berjanji bisa mencapai 60% pada akhir kontrak kerja dan bersedia menyelesaikan sisanya. Pihaknya meminta adendum kontrak kerja dengan menambah waktu 50 hari untuk menyelesaikan 40% sisanya. “Jika diberikan, kami yakin tidak sampai 50 hari pekerjaan itu sudah bisa diselesaikan,” katanya. Pihaknya juga berjanji siap menanggung segala risiko apa pun akibat masalah keterlambatan itu.
Menurutnya, keterlambatan ini karena akumulasi permasalahan, termasuk kesulitan mendapatkan bahan pengecoran. Pihaknya jugamengakui, perusahaannya selain mengerjakan proyek di Semarang, juga mengerjakan proyek serupa di dua daerah lain. Namun, hanya di Kota Semarang yang mengalami kendala.
Direktur RSUD Kota Semarang sebagai pejabat pembuat komitmen pekerjaan pembangunan gedung pelayanan paru-paru dan jantung, Susi Herawati menegaskan, adendum tidak bisa diberikan. “Jangan berpikir bisa meminta adendum perpanjangan waktu pengerjaan selama 50 hari, karena di Semarang perpanjangan itu bisa diberikan hanya kalau pengerjaannya hanya tersisa 10%, bukan sampai 40%,” katanya.
Susi mengaku kecewa dengan keterlambatan pembangunan karena sebenarnya peralatan medis, bahkan aksesori serta mebel ruang pelayanan paru-paru dan jantung sudah siap semua. Rukiyanto, Sekretaris Komisi D menyebutkan, jika kontraktor hanya menjanjikan bisa menyelesaikan 60% pengerjaan pada 10 Desember, bangunan pasti akan terbengkalai.
Sebab dalam anggaran APBD Kota Semarang 2015 yang sudah disahkan, tidak ada penganggaran untuk menyelesaikan sisa pembangunan yang belum dikerjakan. “Pekerjaan untuk menyelesaikan kekurangannya yang 40% mungkin baru bisa dianggarkan tahun 2016. Artinya, bangunan yang sudah terbangun akan terbengkalai paling tidak selama satu tahun,” katanya.
M Abduh
(bbg)