IST Akprind Bantu Pengolahan Limbah Batik
A
A
A
KULONPROGO - Institus Saint dan Teknologi (IST) Akprind Yogyakarta mengembangkan metode pengolahan limbah batik di Gulurejo, Kecamatan Lendah Kulonprogo.
Menggunakan sistem elektrokoagulan, limbah batik ini diolah menggunakan bak, sampai menghasilkan air yang jernih dan siap minum. “Kami ingin mengabdi di masyarakat, karena itu kami bantu pengolahan limbah batik di Lendah ini,” kata Rektor IST Akprind Sudarsono disela penyerahan dan penandatanganan kerja sama pengolahan limbah batik di Farras Batik, kemarin.
Alat pengolahan limbah yang ada, diharapkan bisa dimanfaatkan para perajin batik. Mereka bisa membuang limbah dan melakukan pengolahan secara bersama. Sehingga aspek kemanfaatan kepada masyarakat bisa maksimal. Dana pembangunan alat pengolahan sendiri berasal dari Kopertis melalui kerjasama Iptek bagi Masyarakat (IbM) sebanyak Rp47 juta. Awalnya pengolahan ini bisa dilakukan secara mobile.
Namun karena pertimbangan dan efektivitas, akhirnya dibuat permanen di Farras Batik. “Air yang dihasilkan dari limbah ini nanti sudah bersih dan siap untuk dikonsumsi,” ujarnya. Tim IbM IST Akprint Yuli Pratiwi mengatakan pengolahan limbah ini menggunakan sistem elektrokoagulan yakni ada elemen katoda dan anoda yang siap menangkap limbahlimbah logam berat untuk diendapkan. Air yang diolah ini kemudian dilewatkan melalui bak filtrasi berupa pasir dan split.
“Endapan limbah ini akan dimanfaatkan, mungkin untuk bahan batako,” katanya. Selain pengolahan, melalui program ini nanti juga akan dikembangkan penelitian oleh para mahasiswa. Mereka akan melakukan penelitian untuk bisa memanfaatkan limbah. Seperti di lumpur Lapindo yang dimanfaatkan sebagai bahan pembuat batako. Pemilik Farras Batik Umbuk Haryanto mengaku senang dengan adanya program pengolahan limbah oleh IST Akprind.
Selama ini pengolahan yang ada baru menggunakan model bakbak yang diberikan oksigen. Dengan alat baru ini, diharapkan bisa menghasilkan limbah yang lebih ramah lingkungan. “Kami sangat terbantu dengan alat ini, dan bias menghindari pencemaran,” tandasnya.
Kuntadi
Menggunakan sistem elektrokoagulan, limbah batik ini diolah menggunakan bak, sampai menghasilkan air yang jernih dan siap minum. “Kami ingin mengabdi di masyarakat, karena itu kami bantu pengolahan limbah batik di Lendah ini,” kata Rektor IST Akprind Sudarsono disela penyerahan dan penandatanganan kerja sama pengolahan limbah batik di Farras Batik, kemarin.
Alat pengolahan limbah yang ada, diharapkan bisa dimanfaatkan para perajin batik. Mereka bisa membuang limbah dan melakukan pengolahan secara bersama. Sehingga aspek kemanfaatan kepada masyarakat bisa maksimal. Dana pembangunan alat pengolahan sendiri berasal dari Kopertis melalui kerjasama Iptek bagi Masyarakat (IbM) sebanyak Rp47 juta. Awalnya pengolahan ini bisa dilakukan secara mobile.
Namun karena pertimbangan dan efektivitas, akhirnya dibuat permanen di Farras Batik. “Air yang dihasilkan dari limbah ini nanti sudah bersih dan siap untuk dikonsumsi,” ujarnya. Tim IbM IST Akprint Yuli Pratiwi mengatakan pengolahan limbah ini menggunakan sistem elektrokoagulan yakni ada elemen katoda dan anoda yang siap menangkap limbahlimbah logam berat untuk diendapkan. Air yang diolah ini kemudian dilewatkan melalui bak filtrasi berupa pasir dan split.
“Endapan limbah ini akan dimanfaatkan, mungkin untuk bahan batako,” katanya. Selain pengolahan, melalui program ini nanti juga akan dikembangkan penelitian oleh para mahasiswa. Mereka akan melakukan penelitian untuk bisa memanfaatkan limbah. Seperti di lumpur Lapindo yang dimanfaatkan sebagai bahan pembuat batako. Pemilik Farras Batik Umbuk Haryanto mengaku senang dengan adanya program pengolahan limbah oleh IST Akprind.
Selama ini pengolahan yang ada baru menggunakan model bakbak yang diberikan oksigen. Dengan alat baru ini, diharapkan bisa menghasilkan limbah yang lebih ramah lingkungan. “Kami sangat terbantu dengan alat ini, dan bias menghindari pencemaran,” tandasnya.
Kuntadi
(ars)