Menyulap Alat Militer untuk Alat Bantu Gerak Manusia
A
A
A
Umumnya orang yang mengalami gangguan gerak karena kelainan struktur tulang bawaan, sakit, atau akibat kecelakaan (tunadaksa) akan menggunakan kursi roda atau kruk untuk membantunya berjalan.
Cara kerja alat-alat bantu ini pun masih banyak yang manual. Karena itu, tiga mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) membuat terobosan yakni mendesain alat bantu gerak bagi penderita tunadaksa. Alat bantu gerak yang didesain oleh para mahasiswa angkatan 2012 ini terinspirasi dari Exoskeleton, yang tidak lain merupakan alat yang biasa digunakan oleh militer.
Ketiga mahasiswa tersebut ialah Satriawan Dini Hariyanto, Panji Prihandoko, dan Romario Aldrian Wicaksono. Mereka menyulap Exoskeleton menjadi alat bantu kesehatan. “Alat bantu berjalan yang ada di pasaran selama ini masih saja harus memaksa penggunanya mengeluarkan banyak tenaga untuk menggerakkannya. Berbeda halnya jika alat bantu gerak tersebut bisa digerakkan secara otomatis menggunakan tenaga motor yang berpengantar listrik, seperti yang kami buat ini,” papar Satriawan.
Alat bantu gerak yang mereka desain itu diberi nama MYX-0 (Muhammadiyah Yogyakarta Exoskeleton). Alat tersebut berbentuk kerangka luar tubuh manusia yang berpenggerak motor. “Exoskeleton itu sebenarnya alat untuk militer, tapi kami desain agar bisa digunakan untuk kesehatan. Bentuknya kerangka luar tubuh yang berpenggerak motor. Tapi kerangka yang kami buat khusus untuk kaki,” ungkapnya.
Kerangka luar tubuh tersebut, kata Satriawan juga didesain dari mulai paha sampai betis. Dengan begitu, MYX-0 akan bisa menggantikan peran kursi roda dan kruk. Desain alat MYX-0 tersebut mereka buat setelah sebelumnya melakukan penelitian pada anak-anak difabel di SLB Difabel Bantul dan Komunitas Difabel di Yogyakarta.
“Dari merekalah kami tahu kelemahan kursi roda dan kruk. Kemudian kami mencoba mendesain MYX-0 ini,” ucapnya. Desain MYX-0 ini juga menjadi juara kelima pada event nasional Lomba Rancang Bangun Mesin IV 2014 dengan tema Alat Bantu Kesehatan bagi Penderita Cacat Fisik atau Difabel yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada 15–16 Oktober 2014.
Desain MYX-0 memiliki kelebihan dibanding kursi roda dan kruk, serta Exoskeleton itu sendiri. Jika selama ini Exoskeleton merupakan alat yang bekerja secara otomatis, sementara desain Exoskeleton dalam MYX-0 ini dibuat agar alat bisa bekerja sesuai keinginan penggunanya. Jadi pengguna punya akses penuh pada alat. Lalu alat tersebut bisa digerakkan sesuai kemauan dan kebutuhan penggunanya.
“Selain itu, penggunanya juga tidak mengeluarkan banyak energi untuk menggunakannya, karena kami juga mendesain controller-nya,” kata Satriawan. Sementara itu, Panji Prihandoko mengatakan alat MYX-0 saat ini masih pada tahapan desain dan belum dibuat dalam bentuk alat asli. Akan tetapi alat tersebut tetap punya potensi untuk dibuat bahkan diproduksi massal.
Panji mengaku, dia dan teman satu tim serta dosen pembimbingnya akan mengajukan desain MYX-0 ini pada pihak universitas dan perusahaan pembuat alat-alat kesehatan. “Kami sudah punya rencana untuk menawarkan desain ini ke universitas dan perusahaan alat kesehatan yang ada di Yogyakarta. Mudah-mudahan mereka bisa membantu dan membuatkannya,” kata Panji.
Selain itu, sambung dia, karena desain MYX-0 sudah menjuarai perlombaan yang diselenggarakan di UI, desain mereka kemudian diajukan untuk bisa mengikuti kompetisi serupa di tingkat ASEAN. “Kami masuk dalam 10 tim yang diajukan untuk ikut berkompetisi di tingkat ASEAN. Mudah-mudahan kami juga bisa lolos untuk kompetisi kali ini,” tandasnya.
Ratih Keswara
Yogyakarta
Cara kerja alat-alat bantu ini pun masih banyak yang manual. Karena itu, tiga mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) membuat terobosan yakni mendesain alat bantu gerak bagi penderita tunadaksa. Alat bantu gerak yang didesain oleh para mahasiswa angkatan 2012 ini terinspirasi dari Exoskeleton, yang tidak lain merupakan alat yang biasa digunakan oleh militer.
Ketiga mahasiswa tersebut ialah Satriawan Dini Hariyanto, Panji Prihandoko, dan Romario Aldrian Wicaksono. Mereka menyulap Exoskeleton menjadi alat bantu kesehatan. “Alat bantu berjalan yang ada di pasaran selama ini masih saja harus memaksa penggunanya mengeluarkan banyak tenaga untuk menggerakkannya. Berbeda halnya jika alat bantu gerak tersebut bisa digerakkan secara otomatis menggunakan tenaga motor yang berpengantar listrik, seperti yang kami buat ini,” papar Satriawan.
Alat bantu gerak yang mereka desain itu diberi nama MYX-0 (Muhammadiyah Yogyakarta Exoskeleton). Alat tersebut berbentuk kerangka luar tubuh manusia yang berpenggerak motor. “Exoskeleton itu sebenarnya alat untuk militer, tapi kami desain agar bisa digunakan untuk kesehatan. Bentuknya kerangka luar tubuh yang berpenggerak motor. Tapi kerangka yang kami buat khusus untuk kaki,” ungkapnya.
Kerangka luar tubuh tersebut, kata Satriawan juga didesain dari mulai paha sampai betis. Dengan begitu, MYX-0 akan bisa menggantikan peran kursi roda dan kruk. Desain alat MYX-0 tersebut mereka buat setelah sebelumnya melakukan penelitian pada anak-anak difabel di SLB Difabel Bantul dan Komunitas Difabel di Yogyakarta.
“Dari merekalah kami tahu kelemahan kursi roda dan kruk. Kemudian kami mencoba mendesain MYX-0 ini,” ucapnya. Desain MYX-0 ini juga menjadi juara kelima pada event nasional Lomba Rancang Bangun Mesin IV 2014 dengan tema Alat Bantu Kesehatan bagi Penderita Cacat Fisik atau Difabel yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada 15–16 Oktober 2014.
Desain MYX-0 memiliki kelebihan dibanding kursi roda dan kruk, serta Exoskeleton itu sendiri. Jika selama ini Exoskeleton merupakan alat yang bekerja secara otomatis, sementara desain Exoskeleton dalam MYX-0 ini dibuat agar alat bisa bekerja sesuai keinginan penggunanya. Jadi pengguna punya akses penuh pada alat. Lalu alat tersebut bisa digerakkan sesuai kemauan dan kebutuhan penggunanya.
“Selain itu, penggunanya juga tidak mengeluarkan banyak energi untuk menggunakannya, karena kami juga mendesain controller-nya,” kata Satriawan. Sementara itu, Panji Prihandoko mengatakan alat MYX-0 saat ini masih pada tahapan desain dan belum dibuat dalam bentuk alat asli. Akan tetapi alat tersebut tetap punya potensi untuk dibuat bahkan diproduksi massal.
Panji mengaku, dia dan teman satu tim serta dosen pembimbingnya akan mengajukan desain MYX-0 ini pada pihak universitas dan perusahaan pembuat alat-alat kesehatan. “Kami sudah punya rencana untuk menawarkan desain ini ke universitas dan perusahaan alat kesehatan yang ada di Yogyakarta. Mudah-mudahan mereka bisa membantu dan membuatkannya,” kata Panji.
Selain itu, sambung dia, karena desain MYX-0 sudah menjuarai perlombaan yang diselenggarakan di UI, desain mereka kemudian diajukan untuk bisa mengikuti kompetisi serupa di tingkat ASEAN. “Kami masuk dalam 10 tim yang diajukan untuk ikut berkompetisi di tingkat ASEAN. Mudah-mudahan kami juga bisa lolos untuk kompetisi kali ini,” tandasnya.
Ratih Keswara
Yogyakarta
(ars)