Perintis Herbal Sari Jampi, Bertekad Wujudkan Kampung Jamu

Minggu, 09 November 2014 - 13:24 WIB
Perintis Herbal Sari...
Perintis Herbal Sari Jampi, Bertekad Wujudkan Kampung Jamu
A A A
Keberadaan jamu tradisional yang dikenal dengan obat herbal terus berkembang. Sebagai obat alternatif, obat herbal berbahan jamu ini mampu diterima pasar domestik maupun luar negeri.

Di Kulonprogo, Siti Rupingah merupakan salah satu perintis minuman herbal yang sukses. Seperti apa kiprah dan keinginannya dalam mengembangkan minuman herbal Sari Jampi. Berikut petikan wawancara dengan KORAN SINDO.

Bisa diceritakan sejak kapan Anda mengembangkan minuman herbal?

Wah, sudah cukup lama. Saya mulai sejak 1998 ketika terjadi krisis moneter. Jadi sudah sekitar 26 tahun saya berkecimpung dalam kegiatan produksi dan pemasaran jamu herbal.

Kapan mulai tertarik mengembangkan minuman ini?

Saat itu saya bekerja sebagai marketing di salah satu perusahaan obat di Yogyakarta. Krisis moneter menjadikan sistem kerja di kantor menjadi kurang kondusif. Kantor tidak melakukan PHK kepada karyawan, tetapi karyawan dibuat menjadi tidak betah. Itu dilakukan agar kantor terbebas dari kewajiban memberikan pesangon. Padahal, bekerja saat itu hasilnya sudah tidak seberapa.

Kondisi kantor yang tidak jelas ini menjadikan persahabatan antarkaryawan justru semakin kuat. Hingga akhirnya ada yang membawa minuman jahe wangi dalam bentuk sachet. Teman saya cerita kalau minuman ini enak dan bisa menghangatkan badan. Padahal, orang tua saya di Pengasih sering membuat minuman itu sebagai minuman keluarga.

Saya tertarik dan mulai tanya masalah harga hingga seberapa tingkat laku di pasaran. Padahal, dalam hati saya tertarik untuk mencoba membuat sendiri dan dipasarkan. Saya membawa sampel untuk saya tunjukkan kepada ibu saya. Ternyata ibu saya bisa membuat mirip dengan sampel yang saya bawa pulang. Saya bersama ibu mencoba membuat awal jahe wangi sekitar 1,5 kg.

Apa produk itu langsung diterima pasar?

Begitu saya membuat, langsung habis dibawa teman-teman saya. Namun, mereka bukan membeli, tetapi hanya mencoba. Ternyata dari situ banyak yang tertarik dan mulai pesan. Sejak saat itu saya mencoba memproduksi minuman ini dan memutuskan keluar dari perusahaan tempat saya bekerja. Saya lebih tertarik membangun usaha sendiri bersama dengan Kelompok Wanita Tani (WKT) Lestari yang kebetulan saya ditunjuk menjadi ketua.

Pemasaran produknya ke mana saja?

Saat awal memang kebanyakan hanya kepada teman-teman saya dan sifatnya door to door. Tetapi, ada juga yang saya titipkan di warung-warung. Bahkan, bapak membawa sembari berjualan bakso keliling. Meski kadang laku, tidak membuat saya putus semangat. Justru bersama suami terus berusaha agar produk ini laku di pasar.

Bagaimana prosesnya sampai kemudian bisa berkembang seperti saat ini?

Untuk promosinya, saya berusaha mendatangi tempat-tempat arisan untuk memaparkan produk hingga akhirnya semakin dikenal. Pada 1999, usaha saya mengikuti pelatihan untuk mendapatkan nomor sertifikat pangan industry rumah tangga (P-IRT) dari Dinas Kesehatan. Belakangan saya juga banyak mendapat tawaran dari Dinas Koperasi, Disperindag, Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian, untuk ikut pameran dan promosi.

Sekarang produk ini tidak hanya tersedia di warung tradisional. Kami sudah menjalin kerja sama dengan beberapa supermarket di Yogyakarta. Barang saya sudah ikut dipajang dan dipamerkan. Bahkan, ada pedagang dari Jakarta yang setiap bulan meminta kiriman. Beberapa teman juga ikut mempromosikan melalui website.

Ada berapa produk yang Anda hasilkan?

Kalau sekarang sudah banyak, mulai dari temulawak, jahe, kuning kunir, kunir putih, kunci sirih, kemuskus cengkeh, mengkudu dan wedang uwuh, ataupun sari manggis. Saya juga mengembangkan es krim herbal dan ternyata respons pasar cukup bagus. Setiap Minggu saya jual di Gua Cemara, Bantul.

Produk kami juga fleksibeltergantungpermintaanpasar. Selain produk minuman herbal, kami juga membudidayakan lahan tanaman organik, khususnya jenis jamu-jamuan. Salah satu yang kita kembangkan adalah kebun emponempon, jahe, dan beberapa bahan pembuat minuman. Hasil panenan itu yang kita pakai untuk memproduksi minuman herbal. Baru ketika kurang, kami meminta pasokan dari kelompok lain.

Apakah Anda sudah merasa puas dengan capaian ini?

Belum. Saya akan terus melakukan inovasi untuk membuat menu dan varian baru. Banyak konsumen saya yang meminta dibuat ramuan tertentu. Inovasi seperti itu akan terus saya lakukan agar produk yang dihasilkan lebih bervariasi.

Kesuksesan di bisnis herbal membuat Anda sering menjadi narasumber pelatihan?

Ya begitulah. Kadang saya disuruh mengisi acara oleh Dinas Pertanian. Kadang Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam event wirausaha atau dalam beberapa pertemuan dan rapat koordinasi dengan petani. Saya siap menularkan ide dan kemampuan saya kepada masyarakat. Bahkan, saya pernah ditunjuk mengisi acara Kementerian Dalam Negeri di Yogyakarta. Prestasi tertinggi pernah saya raih pada lomba meracik jamu pada Festival Jamu Nasional di Keraton 2011. Alhamdulillah, saya menjadi juara pertama dalam acara yang dilaksanakan Dinas Pertanian Provinsi DIY. Saya sendiri tidak begitu suka lomba, makanya saya jarang ikut lagi.

Apa harapan Anda ke depan?

Sebenarnya usaha yang saya kembangkan bukan hanya untuk saya, tetapi milik semua masyarakat, khususnya anggota KWT Lestari. Usaha yang saya rintis merupakan usaha bersama, dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Alhasil setelah Sari Jampi ini sukses, mereka juga menerima hasil positif. Dulu yang kesulitan untuk membiayai sekolah, kini bisa terpenuhi dari hasil ini. Jadi, saya ingin membantu masyarakat, ibu rumah tangga yang menganggur bisa bekerja, dan menghasilkan uang untuk membantu ekonomi keluarga.

Kalau lagi ramai, mereka senang, tetapi ketika sepi, ya berlatih bersabar dan prihatin. Saya juga memiliki mimpi menjadikan kawasan Margosari, Kulonprogo, menjadi sentra industri minuman jamu. Seperti di Patok, Yogyakarta, di sana sentra bakpia. Maka saya ingin minuman herbal ini banyak berkembang di Margosari.

Kuntadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3088 seconds (0.1#10.140)