Korban Jembatan TIM Tiba di Kampung Halaman
A
A
A
GROBOGAN - Warga Desa Ngembak, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, berduka. Pasalnya, tujuh warganya menjadi korban ambruknya jembatan penghubung antara Gedung Arsip dan Perpustakaan, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 31 Oktober 2014.
Dari ketujuh warga Ngembak yang menjadi korban, dua di antaranya tewas tertimpa reruntuhan. Terdiri dari Harno (44), dan Arden (17). Sementara lima korban luka masing-masing Wanto, Bayu, Imam, Harto, dan Agung.
Selain mengakibatkan tewasnya dua warga Ngembak, kejadian tersebut juga menewaskan Nur Hadi, warga Dusun Tegalgiling, RT 01/04, Desa Cingkrong, Kecamatan Purwodadi, Grobogan, dan Budi Utomo, Warga Demak.
Hari Sabtu (1/11/2014), jenazah seluruh korban tewas dikembalikan ke rumah duka. Jenazah yang pertama kali tiba adalah jenazah Harno, pukul 09.00 WIB.
Orang yang paling terpukul atas meninggalnya Harno adalah sang istri Wasiyem (40). Ibu dua anak ini tidak mampu menutupi kesedihannya. Terlebih saat saat mobil ambulans dari RS Cipto Mangungkusumo tiba di halaman rumah. Para tetangga pun berusaha untuk menenangkan ibu dari Bagus Saputro (14), dan Ayu Yulfiana itu.
Tak henti-hentinya, Wasiem menangis dihadapan jenazah suaminya, yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh bangunan di Ibu Kota Jakarta.
Wasiyem mengaku, suaminya memang sudah sejak belasan tahun bekerja di Jakarta. Sebelum menjadi korban runtuhnya Jembatan Cikini, sepekan lalu Harno sempat pulang ke rumah untuk memperingati 40 hari meninggalnya sang Ayah.
“Minggu (26/10/2014) sudah balik ke Jakarta lagi. Waktu menonton televisi, saya melihat sendiri bahwa suami saya digendong. Karena wajahnya terlihat jelas,” terang Wasiyem sembari memeluk erat anak terkecilnya Ayu Yulfiana.
Dia mengaku, tak menyangka suaminya begitu cepat meninggalkan keluarga untuk selama-lamanya. Bahkan sebelumnya, dirinya tidak menerima firasat apapun tentang kejadian tragis yang menimpa suaminya. “Waktu pulang seminggu lalu masih seperti biasa, tidak ada firasat apa-apa,” ucapnya lirih.
Sementara itu, pukul 13.30 WIB, jenazah Arden (17), korban reruntuhan jembatan Cikini lainnya tiba di rumah duka. Rumah Arden letaknya tak jauh dari rumah Harno. Arden sendiri merupakan korban terakhir yang berhasil dievakuasi.
Kepala Desa Ngembak Pribadi Utama mengatakan, dirinya turut bersedih dengan kejadian yang menimpa sejumlah warganya tersebut. Dia mengaku, banyak warga desanya yang mengadu nasib di Ibu Kota. Terlebih, seperti saat musim kemarau seperti ini, karena sawah tidak bisa digarap.
Sementara jenazah Nur Hadi, warga Dusun Tegalgiling, RT 01/04, Desa Cingkrong, Kecamatan Purwodadi, tiba di rumah duka pukul 13.30 WIB. Korban meninggalkan seorang istri dan dua orang anak.
Istri Korban, Purminah tidak menyangka sama sekali kepulangan suaminya, justru menjadi kepulangan terakhir dan untuk selama-lamanya. Pasalnya, sehari sebelum suaminya meninggal, sempat memberikan kabar melalui telepon seluler, bahwa dirinya akan pulang pada hari Jumat 31 Oktober 2014 atau tepat saat peristiwa tragis tersebut terjadi.
“Kamis 30 Oktober 2014 malam memberi kabar rumah, bahwa hari ini akan pulang. Ternyata tidak pulang ke sini, malah pulang ke rumah Allah,” ungkap Purminah.
Dari ketujuh warga Ngembak yang menjadi korban, dua di antaranya tewas tertimpa reruntuhan. Terdiri dari Harno (44), dan Arden (17). Sementara lima korban luka masing-masing Wanto, Bayu, Imam, Harto, dan Agung.
Selain mengakibatkan tewasnya dua warga Ngembak, kejadian tersebut juga menewaskan Nur Hadi, warga Dusun Tegalgiling, RT 01/04, Desa Cingkrong, Kecamatan Purwodadi, Grobogan, dan Budi Utomo, Warga Demak.
Hari Sabtu (1/11/2014), jenazah seluruh korban tewas dikembalikan ke rumah duka. Jenazah yang pertama kali tiba adalah jenazah Harno, pukul 09.00 WIB.
Orang yang paling terpukul atas meninggalnya Harno adalah sang istri Wasiyem (40). Ibu dua anak ini tidak mampu menutupi kesedihannya. Terlebih saat saat mobil ambulans dari RS Cipto Mangungkusumo tiba di halaman rumah. Para tetangga pun berusaha untuk menenangkan ibu dari Bagus Saputro (14), dan Ayu Yulfiana itu.
Tak henti-hentinya, Wasiem menangis dihadapan jenazah suaminya, yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh bangunan di Ibu Kota Jakarta.
Wasiyem mengaku, suaminya memang sudah sejak belasan tahun bekerja di Jakarta. Sebelum menjadi korban runtuhnya Jembatan Cikini, sepekan lalu Harno sempat pulang ke rumah untuk memperingati 40 hari meninggalnya sang Ayah.
“Minggu (26/10/2014) sudah balik ke Jakarta lagi. Waktu menonton televisi, saya melihat sendiri bahwa suami saya digendong. Karena wajahnya terlihat jelas,” terang Wasiyem sembari memeluk erat anak terkecilnya Ayu Yulfiana.
Dia mengaku, tak menyangka suaminya begitu cepat meninggalkan keluarga untuk selama-lamanya. Bahkan sebelumnya, dirinya tidak menerima firasat apapun tentang kejadian tragis yang menimpa suaminya. “Waktu pulang seminggu lalu masih seperti biasa, tidak ada firasat apa-apa,” ucapnya lirih.
Sementara itu, pukul 13.30 WIB, jenazah Arden (17), korban reruntuhan jembatan Cikini lainnya tiba di rumah duka. Rumah Arden letaknya tak jauh dari rumah Harno. Arden sendiri merupakan korban terakhir yang berhasil dievakuasi.
Kepala Desa Ngembak Pribadi Utama mengatakan, dirinya turut bersedih dengan kejadian yang menimpa sejumlah warganya tersebut. Dia mengaku, banyak warga desanya yang mengadu nasib di Ibu Kota. Terlebih, seperti saat musim kemarau seperti ini, karena sawah tidak bisa digarap.
Sementara jenazah Nur Hadi, warga Dusun Tegalgiling, RT 01/04, Desa Cingkrong, Kecamatan Purwodadi, tiba di rumah duka pukul 13.30 WIB. Korban meninggalkan seorang istri dan dua orang anak.
Istri Korban, Purminah tidak menyangka sama sekali kepulangan suaminya, justru menjadi kepulangan terakhir dan untuk selama-lamanya. Pasalnya, sehari sebelum suaminya meninggal, sempat memberikan kabar melalui telepon seluler, bahwa dirinya akan pulang pada hari Jumat 31 Oktober 2014 atau tepat saat peristiwa tragis tersebut terjadi.
“Kamis 30 Oktober 2014 malam memberi kabar rumah, bahwa hari ini akan pulang. Ternyata tidak pulang ke sini, malah pulang ke rumah Allah,” ungkap Purminah.
(san)