Pengaruh JK Tak Bertaji
A
A
A
ADA pemandangan berbeda saat pengumuman menteri kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Tak seperti biasanya, JK yang selalu mengumbar senyum dan tawa, justru kali ini kebanyakan tertunduk lesu, nyaris tanpa ekspresi.
Di saat Jokowi menyebut satu persatu para pembantu di pemerintahannya, JK yang berdiri tepat di samping mantan Gubernur DKI Jakarta itu, hanya terlihat murung, meski wajah sebagian menteri tak henti-hentinya “memamerkan” senyumnya.
Tidak diketahui pasti penyebab JK yang seakan tidak bersemangat itu. Namun beredar kabar, kalau mantan Ketua Umum DPP Golkar itu kecewa dengan struktur menteri yang tidak mengakomodir beberapa figur yang diinginkannya mengisi kabinet kerja.
Apalagi, sebelum pengumuman menteri, ada beberapa nama yang dikenal dekat dengan JK sempat menguat. Mereka adalah, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh, termasuk mantan Rektor Unhas Prof Dr Idrus Paturusi.
Pengamat komunikasi politik dari UIN Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad menuturkan, melihat ekspresi dan gesture, maka JK terkesan sulit menyembunyikan kekecewaannya.
"Terkesan JK diabaikan dan tidak lagi berpengaruh. Bisa jadi juga, Jokowi mengurangi pengaruh JK. Jadinya, permintaan JK diabaikan," tutur Firdaus Muhammad, kepada KORAN SINDO, kemarin.
Apalagi, lanjut dia, Amran Sulaiman yang satu-satunya putra Sulsel masuk kabinet, juga bukan lewat pintu JK, melainkan loyalis Jokowi. Sehingga, 34 menteri yang diumumkan, nyaris tidak ada orang JK yang terakomodir masuk kabinet.
Sementara Pengamat politik dari Unhas, Adi Suryadi Culla menganggap, tidak diakomodirnya figur yang diusulkan JK bisa menjadi peringatan politik bagi Sulsel, sekaligus dijadikan momentum introspeksi bagi Sulsel untuk berbenah.
"Ini introspeksi politik Sulsel, agar berbenah untuk lebih baik lagi. Ini soal trust, agar menjadi pemicu di masa mendatang untuk lebih banyak berjuang. Ini alarm politik bagi Sulsel, lebih berprestasi di tingkat nasional agar lebih diperhitungkan," katanya saat dihubungi.
Adi yang juga Ketua Jurusan Hubungan Internasional Unhas mengemukakan, sepanjang sejarah kabinet di Indonesia, baru kali ini hanya satu putra Sulsel yang diakomodir. Pada kabinet-kabinet sebelumnya, minimal dua putra Sulsel yang mengisi posisi menteri.
"Kabinet hak prerogatif presiden, wapres dalam konstitusi hanya membantu presiden, hitam-putih ditentukan presiden. Kemungkinan ini over ekspktasi bahwa Pak JK bisa masukkan orang Sulsel. Banyak faktor lain, bisa dari parpol, daya tawar politis, hubungan emosional," jelasnya.
Menurut dia, komposisi kabinet Jokowi-JK mengakomodir kalangan profesional, tetapi lebih kental politisinya. Perwakilan parpol dalam Koalisi Indonesia Hebat disebut sangat nyata diakomodir. Kabinet Jokowi-JK juga disebut mengakomodir Partai Demokrat dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang nota bene anggota Koalisi Merah Putih (KMP).
Selain itu, Adi juga melihat, pembentukan kabinet banyak dipengaruhi hubungan emosional Jokowi seperti Menteri Bappenas Andrinof Chaniago termasuk Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Demikian juga dengan pengaruh Megawati Soekarnoputri disebut kental dalam kabinet. Sebaliknya Adi memuji keterwakilan gender di mana ada tujuh menteri dari kalangan perempuan.
"Meski bicara profesional, faktor subjektifitas juga muncul dan bisa dielakkan," jelasnya.
Namun demikian, lanjut Adi, Sulsel tidak perlu khawatir pembangunan daerah. Kata dia posisi JK sebagai wapres dan Amran Sulaiman sebagai menteri pertanian diyakini akan membuat pembangunan di Sulsel semakin maju kedepan. "JK dengan posisi wapres menjadi sebuah harapan, dia telah membuktikan itu," jelasnya.
Sementara, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Andi Haris menilai posisi tawar politisi Sulsel rendah sehingga gagal mengorbitkan lebih banyak putra daerah dalam kabinet. Mengacu pada kabinet sebelum-sebelumnya, minimal dua putra Sulsel menjabat menteri atau setingkat menteri.
"Bisa jadi posisi tawar politisi kita relatif rendah sehingga putra/ putri asal Sulsel jumlahnya sedikit dari yang kita harapkan sebelumnya masuk dalam kabinet Jokowi-JK," tuturnya.
Bagi Haris, Sulsel termasuk provinsi di Indonesia dengan segudang sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan hadal. Namun disayangkan karena hanya satu yang terpilih masuk dalam komposisi kabinet. "Sulsel punya segudang SDM yang profesional, cakap, kredibel dan punya leadership serta kemampuan manajerial yang baik, cocok untuk jabatan sebagai menteri," jelas dosen Sosiologi Politik Unhas.
Senada ikut disampaikan Pengamat politik Unhas, Aswar Hasan. Menurut dia, publik Sulsel tentu kecewa dan heran, mengapa Kabinet Kerja Jokowi-JK tidak mengakomodir orang Sulsel di sekitar JK.
Dia menilai, ada tiga kemungkinan menjadi penyebabnya. Pertama, karena JK mau menunjukkan bahwa dia tidak ngotot memperjuangkan nama yang diinginkannya, dengan pertimbangan tidak mau menimbulkan persepsi publik kalau ada 'matahari kembar' di awal pemerintahan.
"Faktor kedua, mungkin disebabkan lemahnya posisi bargaining JK karena tidak didukung oleh partai. Ketiga, boleh jadi karena adanya konspirasi untuk tidak membuat JK kuat dalam pemerintahan dengat tidak membiarkannya memiliki posisi kuat dengan cara menghabisi loyalisnya dan tangan kanannya dalam pemerintahan," urai Aswar.
Supyan umar/ arif saleh
Di saat Jokowi menyebut satu persatu para pembantu di pemerintahannya, JK yang berdiri tepat di samping mantan Gubernur DKI Jakarta itu, hanya terlihat murung, meski wajah sebagian menteri tak henti-hentinya “memamerkan” senyumnya.
Tidak diketahui pasti penyebab JK yang seakan tidak bersemangat itu. Namun beredar kabar, kalau mantan Ketua Umum DPP Golkar itu kecewa dengan struktur menteri yang tidak mengakomodir beberapa figur yang diinginkannya mengisi kabinet kerja.
Apalagi, sebelum pengumuman menteri, ada beberapa nama yang dikenal dekat dengan JK sempat menguat. Mereka adalah, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin, Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh, termasuk mantan Rektor Unhas Prof Dr Idrus Paturusi.
Pengamat komunikasi politik dari UIN Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad menuturkan, melihat ekspresi dan gesture, maka JK terkesan sulit menyembunyikan kekecewaannya.
"Terkesan JK diabaikan dan tidak lagi berpengaruh. Bisa jadi juga, Jokowi mengurangi pengaruh JK. Jadinya, permintaan JK diabaikan," tutur Firdaus Muhammad, kepada KORAN SINDO, kemarin.
Apalagi, lanjut dia, Amran Sulaiman yang satu-satunya putra Sulsel masuk kabinet, juga bukan lewat pintu JK, melainkan loyalis Jokowi. Sehingga, 34 menteri yang diumumkan, nyaris tidak ada orang JK yang terakomodir masuk kabinet.
Sementara Pengamat politik dari Unhas, Adi Suryadi Culla menganggap, tidak diakomodirnya figur yang diusulkan JK bisa menjadi peringatan politik bagi Sulsel, sekaligus dijadikan momentum introspeksi bagi Sulsel untuk berbenah.
"Ini introspeksi politik Sulsel, agar berbenah untuk lebih baik lagi. Ini soal trust, agar menjadi pemicu di masa mendatang untuk lebih banyak berjuang. Ini alarm politik bagi Sulsel, lebih berprestasi di tingkat nasional agar lebih diperhitungkan," katanya saat dihubungi.
Adi yang juga Ketua Jurusan Hubungan Internasional Unhas mengemukakan, sepanjang sejarah kabinet di Indonesia, baru kali ini hanya satu putra Sulsel yang diakomodir. Pada kabinet-kabinet sebelumnya, minimal dua putra Sulsel yang mengisi posisi menteri.
"Kabinet hak prerogatif presiden, wapres dalam konstitusi hanya membantu presiden, hitam-putih ditentukan presiden. Kemungkinan ini over ekspktasi bahwa Pak JK bisa masukkan orang Sulsel. Banyak faktor lain, bisa dari parpol, daya tawar politis, hubungan emosional," jelasnya.
Menurut dia, komposisi kabinet Jokowi-JK mengakomodir kalangan profesional, tetapi lebih kental politisinya. Perwakilan parpol dalam Koalisi Indonesia Hebat disebut sangat nyata diakomodir. Kabinet Jokowi-JK juga disebut mengakomodir Partai Demokrat dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang nota bene anggota Koalisi Merah Putih (KMP).
Selain itu, Adi juga melihat, pembentukan kabinet banyak dipengaruhi hubungan emosional Jokowi seperti Menteri Bappenas Andrinof Chaniago termasuk Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Demikian juga dengan pengaruh Megawati Soekarnoputri disebut kental dalam kabinet. Sebaliknya Adi memuji keterwakilan gender di mana ada tujuh menteri dari kalangan perempuan.
"Meski bicara profesional, faktor subjektifitas juga muncul dan bisa dielakkan," jelasnya.
Namun demikian, lanjut Adi, Sulsel tidak perlu khawatir pembangunan daerah. Kata dia posisi JK sebagai wapres dan Amran Sulaiman sebagai menteri pertanian diyakini akan membuat pembangunan di Sulsel semakin maju kedepan. "JK dengan posisi wapres menjadi sebuah harapan, dia telah membuktikan itu," jelasnya.
Sementara, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Andi Haris menilai posisi tawar politisi Sulsel rendah sehingga gagal mengorbitkan lebih banyak putra daerah dalam kabinet. Mengacu pada kabinet sebelum-sebelumnya, minimal dua putra Sulsel menjabat menteri atau setingkat menteri.
"Bisa jadi posisi tawar politisi kita relatif rendah sehingga putra/ putri asal Sulsel jumlahnya sedikit dari yang kita harapkan sebelumnya masuk dalam kabinet Jokowi-JK," tuturnya.
Bagi Haris, Sulsel termasuk provinsi di Indonesia dengan segudang sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan hadal. Namun disayangkan karena hanya satu yang terpilih masuk dalam komposisi kabinet. "Sulsel punya segudang SDM yang profesional, cakap, kredibel dan punya leadership serta kemampuan manajerial yang baik, cocok untuk jabatan sebagai menteri," jelas dosen Sosiologi Politik Unhas.
Senada ikut disampaikan Pengamat politik Unhas, Aswar Hasan. Menurut dia, publik Sulsel tentu kecewa dan heran, mengapa Kabinet Kerja Jokowi-JK tidak mengakomodir orang Sulsel di sekitar JK.
Dia menilai, ada tiga kemungkinan menjadi penyebabnya. Pertama, karena JK mau menunjukkan bahwa dia tidak ngotot memperjuangkan nama yang diinginkannya, dengan pertimbangan tidak mau menimbulkan persepsi publik kalau ada 'matahari kembar' di awal pemerintahan.
"Faktor kedua, mungkin disebabkan lemahnya posisi bargaining JK karena tidak didukung oleh partai. Ketiga, boleh jadi karena adanya konspirasi untuk tidak membuat JK kuat dalam pemerintahan dengat tidak membiarkannya memiliki posisi kuat dengan cara menghabisi loyalisnya dan tangan kanannya dalam pemerintahan," urai Aswar.
Supyan umar/ arif saleh
(bbg)