Kasus Lahan UGM, Kejati Dituding Salah Tetapkan Tersangka
A
A
A
YOGYAKARTA - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta dituding salah dalam menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi alih fungsi lahan Universitas Gadja Mada (UGM). Pengacara tersangka, Augustinus Hutajulu, menilai ada pihak lain yang bersalah namun sampai saat ini masih melenggang bebas.
"Sekitar tahun 1998 sampai 2000-an yang menjadi pengurus (Yayasan Pembina Pertanian) adalah orang lain. Bukan keempat orang yang saat ini dijadikan tersangka, karena mereka orang-orang baru di yayasan," katanya saat ditemui di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, akhir pekan kemarin.
Dalam kasus alih fungsi lahan UGM ini, Kejati DIY menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Profesor Soesamto, Triyanto, Toekidjo. dan Ken Suratiyah. Keempatnya selaku pengurus Yayasan Pembina Pertanian yang disangka turut berperan dalam penyerobotan lahan milik UGM seluas 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul oleh yayasan pada kurun waktu tahun 1998-2000. Kemudian lahan itu dijual yayasan ke pengembang perumahan secara bertahap mulai tahun 2002 hingga 2007.
Hutajulu melihat ada pelaku dan objek lain dalam kasus ini. Sehingga penetapan status tersangka terhadap empat kliennya yang kini menjabat aktif sebagai dosen Fakultas Pertanian UGM dirasa kurang tepat. "Bukan klien kami, ada pihak lain yang bersalah. Pelaku beda dan objeknya juga beda."
Pengacara yang berkantor di Jakarta itu juga menyoroti hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY yang menyimpulkan dalam kasus ini telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp11,2 miliar.
Dia mengutip pendapat ahli pidana, Profesor Edward Omar Sharif Hiariej, yang telah mereka ajukan ke penyidik Kejati sebagai ahli meringankan. Menurutnya, kerugian keuangan negara harus dihitung berdasarkan perbuatan seseorang pada waktu tertentu saat di mana seseorang itu melakukan perbuatan yang dinilai melanggar hukum.
"Jadi BPKP telah menyalahgunakan wewenangnya. Karena menghitung atas perbuatan yang tidak dilakukan dan tidak berkaitan dengan klien kami," tegasnya.
Sekadar informasi, Soesamto yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM, saat kasus ini bergulir menjadi ketua yayasan ex-officio Dekan Fakultas Pertanian UGM. Sedangkan Triyanto yang saat ini menjabat Wakil Dekan III Bidang Keuangan, Aset dan SDM Fakultas Pertanian, serta Toekidjo dan Ken Suratiyah, saat kasus ini bergulir menjadi pengurus yayasan.
Terkait perkembangan penyidikan, tim penyidik mengaku akan segera melengkapi berkas pemeriksaan agar kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.
"Tahapannya masih pra penuntutan, berkas masih dilengkapi. Kita tunggu saja," kata Azwar, Asisten Pidana Khusus Kejati DIY.
"Sekitar tahun 1998 sampai 2000-an yang menjadi pengurus (Yayasan Pembina Pertanian) adalah orang lain. Bukan keempat orang yang saat ini dijadikan tersangka, karena mereka orang-orang baru di yayasan," katanya saat ditemui di Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, akhir pekan kemarin.
Dalam kasus alih fungsi lahan UGM ini, Kejati DIY menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Profesor Soesamto, Triyanto, Toekidjo. dan Ken Suratiyah. Keempatnya selaku pengurus Yayasan Pembina Pertanian yang disangka turut berperan dalam penyerobotan lahan milik UGM seluas 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul oleh yayasan pada kurun waktu tahun 1998-2000. Kemudian lahan itu dijual yayasan ke pengembang perumahan secara bertahap mulai tahun 2002 hingga 2007.
Hutajulu melihat ada pelaku dan objek lain dalam kasus ini. Sehingga penetapan status tersangka terhadap empat kliennya yang kini menjabat aktif sebagai dosen Fakultas Pertanian UGM dirasa kurang tepat. "Bukan klien kami, ada pihak lain yang bersalah. Pelaku beda dan objeknya juga beda."
Pengacara yang berkantor di Jakarta itu juga menyoroti hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY yang menyimpulkan dalam kasus ini telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp11,2 miliar.
Dia mengutip pendapat ahli pidana, Profesor Edward Omar Sharif Hiariej, yang telah mereka ajukan ke penyidik Kejati sebagai ahli meringankan. Menurutnya, kerugian keuangan negara harus dihitung berdasarkan perbuatan seseorang pada waktu tertentu saat di mana seseorang itu melakukan perbuatan yang dinilai melanggar hukum.
"Jadi BPKP telah menyalahgunakan wewenangnya. Karena menghitung atas perbuatan yang tidak dilakukan dan tidak berkaitan dengan klien kami," tegasnya.
Sekadar informasi, Soesamto yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar UGM, saat kasus ini bergulir menjadi ketua yayasan ex-officio Dekan Fakultas Pertanian UGM. Sedangkan Triyanto yang saat ini menjabat Wakil Dekan III Bidang Keuangan, Aset dan SDM Fakultas Pertanian, serta Toekidjo dan Ken Suratiyah, saat kasus ini bergulir menjadi pengurus yayasan.
Terkait perkembangan penyidikan, tim penyidik mengaku akan segera melengkapi berkas pemeriksaan agar kasus ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.
"Tahapannya masih pra penuntutan, berkas masih dilengkapi. Kita tunggu saja," kata Azwar, Asisten Pidana Khusus Kejati DIY.
(zik)